Gandrung Banyuwangi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (- didalam + di dalam) |
|||
Baris 20:
Mengenai asalnya kesenian gandrung Joh Scholte dalam makalahnya antara lain menulis sebagai berikut:
Asalnya lelaki jejaka itu keliling ke desa-desa bersama pemain musik yang memainkan kendang dan terbang dan sebagai penghargaan mereka diberi hadiah berupa beras yang mereka membawanya
Apa yang ditulis oleh Joh Scholte tersebut, tak jauh berbeda dengan cerita tutur yang disampaikan secara turun-temurun, bahwa gandrung semula dilakukan oleh kaum lelaki yang membawa peralatan musik perkusi berupa kendang dan beberapa rebana (terbang). Mereka setiap hari berkeliling mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat Balambangan sebelah timur (dewasa ini meliputi Kab. Banyuwangi) yang jumlahnya konon tinggal sekitar lima ribu jiwa, akibat peperangan yaitu penyerbuan Kompeni yang dibantu oleh Mataram dan Madura pada tahun 1767 untuk merebut Balambangan dari kekuasaan Mangwi, hingga berakirnya perang Bayu yang sadis, keji dan brutal dimenangkan oleh Kompeni pada tanggal 11 Oktober 1772. Konon jumlah rakyat yang tewas, melarikan diri, tertawan, hilang tak tentu rimbanya atau di selong (di buang) oleh Kompeni lebih dari enam puluh ribu jiwa. Sedang sisanya yang tinggal sekitar lima ribu jiwa hidup terlantar dengan keadaannya yang sangat memprihatinkan terpencar cerai-berai di desa-desa, di pedalaman, bahkan banyak yang belindung di hutan-hutan, terdiri dari para orang tua, para janda serta anak-anak yang tak lagi punya orang tua.(telah yatim piyatu) dan selain itu ada juga yang melarikan diri menyingkir ke negeri lain. Seperti ke Bali, Mataram, Madura dan lain sebagainya.
|