Tarombo Batak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
Menolak 3 perubahan teks terakhir (oleh 202.67.45.44 dan 168.167.215.113) dan mengembalikan revisi 7894061 oleh Kenrick95Bot
Baris 62:
=== Tuan Sorimangaraja ===
Tuan Sorimangaraja mempunyai 3 (tiga) orang putera, yaitu:
# Ompu [[Tuan Nabolon]], lahir dari isteri Sorimangaraja, [[Nai Ambaton]] (nama kecil, Boru Paromas/Boru Antingantingsabungan)
# Datu Pejel/ Tuan Sorbadijae, lahir dari isteri Sorimangaraja, Nai Rasaon (nama kecil, Boru Bidinglaut)
# Tuan Sorbadibanua, lahir dari isteri Sorimangaraja, Nai Suanon/Nai Tungkaon (nama kecil, Boru Parsanggul Haomasan)
Naiambaton, kurang pas, seharusnya atau aslinya adalah Nai Ambaton) dan Nairasaon seharusnya atau aslinya Nai Rasaon, tidak didahului kata "Raja". Karena yang dimaksud "raja" ialah pomparannya yang LAKI-LAKI. Kedua orang tersebut, Nai Ambaton dan Nai Rasaon adalah Ibu. Maka seharusnya ada pertukaran letak suku kata, bukan "pomparan raja naiambaton atau nairasan" tetapi seharusnya adalah "raja pomparan ni nai ambaton" atau raja pomparan ni nai rasaon" dan seterusnya. Kata "Nai" dalam bahasa Batak asli adalah panggilan-kehormatan, semacam "gelar". Karena kata Nai bagi seorang ibu dan kata "Amani" bagi seorang bapak menunjukkan bahwa pasangan suami-isteri yang bersangkutan sudah berhasil naik setingkat dalam status sosial bermasyarakat, dalam arti ibu dan bapak yang bersangkutan sehari-hari dipanggil dengan nama anak pertama, lepas dari laki atau perempuan. Namun kepada sang bapak, didepan nama anak-pertama tsb ditambahkan "Amani", semisal anak pertama tsb ialah si Bunga, maka si bapak dipanggil sehari-hari, "Amani Bunga". Sementara si ibu sehari-hari dipanggil "Nai Bunga", karena anak-pertama dari perkawinan mereka berdua diberi nama si Bunga. Semisal, sudah lahir anak pertama dan ternyata laki-laki, namun belum diberi nama, maka secara otomatis bernama "Ucok", sementara kalau yang lahir tersebut adalah perempuan, otomatis bernama "Butet". Sepanjang anak pertama lahir tersebut belum diberi nama, maka kedua orang, suami-isteri tersebut akan dipanggil Amani Ucuk/ Nai Ucok atau Amani/ Nai Butet. Di wilayah/daerah p. Samosir hal ini dianggap sangat elementer, namun sangat penting dalam etika berbicara, berkomunikasi dan pergaulan-bermasyarakat sehari-hari. Orang yang memanggil orang lain dengan panggilan "gelar", merasa menghormati orang yang bersangkutan dan orang yang dipanggil akan merasa dihormati. Kalau sepasang suami-isteri masih dalam penantian anak dari perkawinan, maka ada dua opsi. Pertama, diberi nama yang agak abstrak, misalnya Amani/ Nai Paima. Paima, secara harfiah= "menanti". Opsi kedua, mengambil-pinjam nama anak kedua atau ketiga atau keempat dari abang-kandung sang suami, yang belum dipergunakan oleh orang lain dalam kerluarga dekat. Bagi kita yang sudah hidup dikota, kita dipanggil dengan nama kecil kita, tidak masalah. Lain halnya dengan masyarakat kampung yang masih terikat dengan nilai dan tradisi lama secara turun-temurun. Masyarakat di kampung akan merasa plong, bebas, nyaman dan tidak terbebani, bila memanggil seseorang dengan gelar. Contoh di atas, Amani Bunga untuk sang bapak dan Nai Bunga untuk sang ibu.
 
Demikian halnya atas dua nama yang diberi koment di atas. Nai Ambaton ("panggoaran"), nama kecil ialah si Boru Anting-anting Sabungan/Boru Paromas (puteri Guru Tatea Bulan, "mar pariban"/"sisters" dengan si Boru Pareme). Si Boru Paromas adalah isteri pertama dari Tuan Sorimangaraja (anak dari Raja Isumbaon). Anak yg dilahirkan si Boru Paromas/Nai Ambaton, satu, bernama Ompu Tuan Nabolon; namun ada juga penulis yang menyebut namanya Ompu Sorbadijulu. Anak-anak O [[Tuan Nabolon]] inilah si Bolontua ([[Simbolon]] - seluruhnya), Tambatua - melahirkan banyak marga-marga, Saragitua - melahirkan banyak marga-marga, dan Muntetua - yang juga melahirkan banyak marga-marga. Estimasi terkini menjadi 6770-an marga yang disebut dengan [[PARNA]] ('''Par'''sadaan '''N'''ai '''A'''mbaton) "na boloni".
 
Isteri kedua Tuan Sorimangaraja ialah si Boru Bidinglaut, yang kemudian "mar-panggoaran" Nai Rasaon. Melahirkan satu anak, bernama Datu Pejel; namun ada penulis menyebut namanya Ompu Tuan Sorbadijae. Anak-anaknya ada dua, yang lahir sekaligus dalam satu "lambutan" bernama Raja Mangarerak dan Raja Mangatur. Pomparan Raja Mangarerak ialah seluruhnya marga Manurung; sementara pomparan Raja Mangatur, ialah seluruhnya marga-marga Sitorus, Sirait dan Butarbutar. Panjang cerita/"turiturian" dibalik penyebutan 4 marga tersebut.
Baris 76:
 
==== Raja Nai Ambaton ====
Keturunan Raja Naiambaton dikenal sebagai keturunan yang terdiri dari berpuluh-puluh marga yang tidak boleh saling kawin ''(ndang boi masiolian)''. Kumpulan persatuan rumpun keturunan [[Raja Naiambaton]] disebut dengan '''[[PARNA]]''' (Parsadaan Raja Nai Ambaton). Catatan: huruf R dalam kata [[PARNA]] bukan representasi 'raja', tapi PAR=Parsadaan ("persatuan"), NA=Nai Ambaton.
 
Marga-marga keturunan Raja Naiambaton (Datu Sindar Mataniari) , antara lain: [[Raja Sitempang]] dan [[Bolon Tua]].
Dan cabang-cabangnya:
Dari Istri Siboru Biding laut III Pomparan [[Raja Sitempang]]
# [[Raja Sitempang]] ( Sitanggang Bau, Sitanggang Lipan, Sitanggang Upar, Sitanggang Silo, Sigalingging, Sitanggang Gusar dari Sitanggang Bau,Turnip, Sidauruk, Manihuruk dari Sitanggang Silo, Sigalingging Ke Dairi (Banuarea, Manik, Gaja, Tendang, Rampu, Kecupak, Kombi,Boang Manalu, Barasa, Turutan, Siambataon), Simanihuruk(Ginting Manik ke Tanah Karo)
Dari IStri SIboru Anting Anting Pomparan [[Raja Nabolon]]
# [[Simbolon Tua]] ([[Simbolon]], [[Tinambunan]], [[Tumanggor]], [[Turutan]], [[Pinayungan]], [[Maharaja]], [[Nahampun]])
# Tamba Tua: Tonggor Dolok, Lumbang Tongatonga, Lumban Toruan. Lumban Tongatonga beranak dua: Rumaganjang dan Lumbanuruk. Rumaganjang beranak 3: Guru Sateabulan, Guru Sinanti dan Datu Parngongo. Datu Parngongo beranak 7, satu di antaranya bernama Guru Sojoloan (Guru Sotindion). Dari Guru Sojoloan/Guru Sotindion inilah Sidabutar, Sijabat, Siadari, Sidabalok yang biasa disebut "pomparan ni si opat ama".
# Munthe Tua (Munthe)
Baris 162:
 
'''Raja Naipospos'''
Raja Naipospos mempunyai 25 (lima) orang putera yang secara berurutan, yaitu:
# TogaDonda MarbunHopol, yang merupakan cikal-bakal marga Lumban Batu, Banjar Nahor, dan Lumban Gaol[[Sibagariang]]
# Toga Sipoholon yang memiliki 4 anak yaitu Donda Hopol, yang merupakan cikal-bakal marga [[Sibagariang]], Donda Ujung, yang merupakan cikal-bakal marga [[Hutauruk]],
# Ujung Tinumpak, yang merupakan cikal-bakal marga [[Simanungkalit]],
# Jamita Mangaraja, yang merupakan cikal-bakal marga [[Situmeang]]
# Marbun, yang merupakan cikal-bakal marga [[Marbun]] Lumban Batu, Marbun Banjar Nahor, Marbun Lumban Gaol
 
= Padanan atau janji antar marga ( Janji Matogu ) =