Peninjauan kembali: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BP68Rizqi (bicara | kontrib)
k singkatan MA
Tag: BP2014
BP68Rizqi (bicara | kontrib)
k perbaikan rujukan
Tag: BP2014
Baris 1:
 
[[Berkas:Putusan.jpg|thumb|320x320px|Salinan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia terhadap permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Cindra Wijaya alias Acin, seorang wiraswasta Indonesia.]]
'''Peninjauan Kembali''' atau disingkat '''PK''' adalah suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh [[pidana|terpidana]] (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu kasus [[hukum]] terhadap suatu putusan [[pengadilan]] yang telah berkekuatan hukum tetap dalam [[Kekuasaan kehakiman di Indonesia|sistem peradilan]] di [[Indonesia]].<ref name="kbbipidana">{{cite web|url=http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php|title=Pidana|author=Pusat Bahasa Kemendiknas RI|publisher=bahasa.kemdiknas.go.id|year=2008|accessdate=15 Mei 2014}}</ref><ref name="yahyakuhap">{{cite book|url=|title=Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali|chapter=Upaya Hukum Luar Biasa|page=607, 614-644|author=M. Yahya Harahap|publisher=Sinar Grafika|location=Jakarta|year=2008|isbn=979-8767-72-1|accessdate=}}</ref> Putusan pengadilan yang disebut mempunyai kekuatan hukum tetap ialah putusan [[Pengadilan Negeri]] yang tidak diajukan upaya [[banding]], putusan [[Pengadilan Tinggi]] yang tidak diajukan [[kasasi]] (upaya hukum di tingkat [[Mahkamah Agung]]), atau putusan [[kasasi]] [[Mahkamah Agung]] (MA).<ref name="yahyakuhap"/> PK tidak dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap apabila putusan itu berupa putusan yang menyatakan terdakwa (orang yang dituntut dalam persidangan) [[bebas]] atau lepas dari segala tuntutan hukum.<ref name="kbbidakwa">{{cite web|url=http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php|title=Dakwa|author=Pusat Bahasa Kemendiknas RI|publisher=bahasa.kemdiknas.go.id|year=2008|accessdate=15 Mei 2014}}</ref><ref name="yahyakuhap"/>
 
Berdasarkan [[Kitab Undang-undang Hukum Pidana|Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana]] (KUHAP) Bab XVIII UU Nomor 8 Tahun [[1981]], Peninjauan Kembali merupakan salah satu upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan di Indonesia.<ref name="kuhapkontras">{{cite web|url=http://www.kontras.org/uu_ri_ham/Kitab%20Undang-undang%20Hukum%20Acara%20Pidana_KUHAP.pdf|title=Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981|author=Pemerintah Republik Indonesia|publisher=kontras.org|year=1981|accessdate=15 Mei 2014}}</ref> Upaya hukum luar biasa merupakan pengecualian dari upaya hukum biasa yaitu persidangan pada Pengadilan Negeri, sidang [[banding]] pada [[Pengadilan Tinggi]], dan kasasi pada Mahkamah Agung.<ref name="yahyakuhap"/> Dalam upaya hukum biasa, kasasi Mahkamah Agung merupakan upaya terakhir yang dapat ditempuh untuk mendapatkan [[keadilan]] bagi para pihak yang terlibat dalam suatu perkara.<ref name="yahyakuhap"/> Putusan kasasi Mahkamah Agung bersifat akhir, mengikat, dan berkekuatan hukum tetap.<ref name="maatjasondjaja">{{cite web|url=https://www.mahkamahagung.go.id/images/uploaded/15d.beberapa_permasalahan_hukum.pdf|title=Beberapa Permasalahan Hukum|author=H. Atja Sondjaja|publisher=mahkamahagung.go.id|page=6|year=|accessdate=15 Mei 2014}}</ref> PK dapat diajukan terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung apabila pada putusan sebelumnya diketahui terdapat [[kekeliruan|kesalahan]] atau kekhilafan [[hakim]] dalam memutus perkara ataupun terdapat bukti baru yang belum pernah diungkapkan dalam persidangan.<ref name="kuhapkontras"/>
Baris 9:
Konsep yang serupa dengan Peninjauan Kembali telah ada ketika Indonesia masih berada dalam kekuasaan pemerintah [[Hindia Belanda]] (1847-1940).<ref name="yahyakuhap"/> Pada masa itu konsep memeriksa kembali suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dikenal dengan istilah ''Herziening van Arresten en Vonnissen'' dengan lembaga ''herziening'' sebagai pelaksana proses pemeriksaan.<ref name="yahyakuhap"/> Ketentuan pelaksanaan ''herziening'' diatur dalam ''Reglement of de straf vordering'' yang merupakan hukum acara pidana yang berlaku pada R. V. J. di masa Hindia Belanda.<ref name="yahyakuhap"/>
 
Istilah Peninjauan Kembali dalam perundang-undangan [[nasional]] mulai dipakai pada [[Undang-Undang]] No 19 tahun 1964 tentang ketentuan pokok [[kekuasaan kehakiman]].<ref name="badilag">{{cite web|url=http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/PROBLEMATIKA%20PK%20PADA%20PERKARA%20PERCERAIAN%20DI%20PA-1.pdf|title=Problematika Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali (PK) Pada Perkara Perceraian Di Peradilan Agama |author=Taufik Rahayu Syam|publisher=Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama|year=|accessdate=15 Mei 2014}}</ref> Dalam pasal 15 undang-undang tersebut disebutkan bahwa ''Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dapat dimohon peninjauan kembali, hanya apabila terdapat hal-hal atau keadaa-keadaan, yang ditentukan dengan undang-undang''.<ref name="badilag"/> Permohonan PK dalam sistem [[peradilan umum]] di Indonesia diterima atau dilaksanakan oleh [[Mahkamah Agung]] melalui Lembaga Peninjauan Kembali (Lembaga PK).<ref name="thesisunud">{{cite journal|url=http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-293-1531871576-bab%20i.pdf|title=Analisis Pengajuan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap Oleh Jaksa Dalam Praktik Peradilan Pidana Di Indonesia|author= Rustanto|year= 2011|journal=Thesis Hukum|publisher=Universitas Udayana|location=Bali}}</ref> Pada perkembangannya, keberadaan Lembaga PK dalam sistem peradilan di Indonesia mengalami tahap pasang-surut dalam arti kadang aktif kadang tidak.<ref name="yahyaperdata">{{cite book|url=|title=Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata|chapter=Ruang Lingkup Peninjauan Kembali|page=421431-470|author=M. Yahya Harahap|publisher=Sinar Grafika|location=Jakarta|year=2008|isbn= 978-979-007-038-7|accessdate=}}</ref> Sekitar tahun 1970-an Lembaga PK mengalami kevakuman (tidak aktif) dalam praktik peradilan di bawah Mahkamah Agung.<ref name="thesisunud"/> Lembaga PK kembali aktif dalam sistem peradilan Indonesia pada tahun 1980-an setelah terkuak kasus peradilan sesat "Sengkon-Karta"yang menghebohkan dunia [[hukum pidana]] Indonesia saat itu.<ref name="thesisunud"/>
[[Berkas:Suasana_sidang_gugatan_sengkon_dan_karta.jpg|thumb|320x216px|left|Suasana sidang gugatan Sengkon dan Karta di Pengadilan Negeri Bekasi, 23 Juli 1981.]]
Kasus Sengkon-Karta adalah kasus [[pembunuhan]] seorang penjaga [[warung]] kecil beserta [[istri|istrinya]] di [[Desa]] [[Bojongsari]], [[Bekasi]] dengan tersangka Sengkon dan Karta pada tahun 1974.<ref name="gbookpompe">{{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=N092cqDrEnQC&pg=PA245&dq=sengkon+karta&hl=id&sa=X&ei=yDt0U_mEN4y8uASavIH4Bg&ved=0CDAQ6AEwAQ#v=onepage&q=sengkon%20karta&f=false|title=The Indonesian Supreme Court: A Study of Institutional Collapse|chapter=|page=245-246|author=Sebastiaan Pompe|publisher=SEAP Publication|location=New York|year=2005|isbn=978-0877277385|accessdate=15 Mei 2014}}</ref><ref name="gbooktodung">{{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=rBWurJdVyf4C&pg=PA44&dq=sengkon+karta&hl=id&sa=X&ei=yDt0U_mEN4y8uASavIH4Bg&ved=0CDgQ6AEwAg#v=onepage&q=sengkon%20karta&f=false|title=Kontroversi Hukuman Mati: Perbedaan Pendapat Hakim Konstitusi|chapter=|page=44|author=Todung Mulya Lubis dan Alexander Lay|publisher=Kompas Media Nusantara|location=Jakarta|year=2009|isbn=978-979-709-401-0|accessdate=15 Mei 2014}}</ref><ref name="tempo">{{cite web|url=http://tempo.co.id/harian/profil/prof-albert.html|title=Melindungi Para Jenderal dari Jerat Peradilan Internasional|author=|publisher=tempo.co.id|year=|accessdate=15 Mei 2014}}</ref> Sesaat sebelum meninggal diceritakan bahwa penjaga warung berhasil membisikkan nama Sengkon kepada saksi yang membawanya ke [[rumah sakit]]."<ref name="gbookpompe"/> Sengkon dikenal sebagai [[preman]] di wilayah tempat kejadian dan selalu bekerja bersama rekannya yang bernama Karta.<ref name="gbookpompe"/> Setelah kejadian pembunuhan, Sengkon dan Karta ditangkap [[polisi]] kemudian menjalani proses hukum.<ref name="digilib-uin">{{cite journal|url=http://digilib.uin-suka.ac.id/3083/1/BAB%20I,V.pdf|title=Salah Hukum (Abuse of Justice) Dalam Kasus Sengkon-Karta Perspektif Hukum Islam|author= Ainun Yudhistira|year= 2009|journal=Skripsi Fakultas Syari'ah|publisher=Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga|location=Yogyakarta}}</ref> Di pengadilan Sengkon dan Karta masing-masing dihukum 7 dan 12 tahun penjara.<ref name="tempo"/> Terhadap putusan pengadilan tersebut Sengkon mengajukan banding namun ditolak sedangkan Karta menyatakan menerima.<ref name="gbookpompe"/> Enam tahun kemudian saat berada di [[penjara]], Sengkon dan Karta bertemu dengan Gunel yang mengaku sebagai pelaku pembunuhan terhadap penjaga warung beserta istrinya di Bekasi.<ref name="gbookpompe"/><ref name="kabarindonesia">{{cite web|url=http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20070522084037|title=Jas Merah Sengkon-Karta|author=Luthfi Eddyono|publisher=kabarindonesia.com|year=2007|accessdate=15 Mei 2014}}</ref> Berbekal pengakuan Gunel, Sengkon dan Karta dengan dibantu pengacara Abert Hasibuan mengajukan permohonan untuk membuka kembali kasusnya kepada Mahkamah Agung.<ref name="gbookpompe"/><ref name="tempo"/> Bukti pengakuan Gunel membuat Prof. Oemar Seno Adji (ketua Mahkamah Agung saat itu) mengupayakan cara untuk membebaskan Sengkon dan Karta karena diyakini tidak bersalah.<ref name="digilib-uin"/><ref name="gbookpompe"/> Pada Akhirnya Sengkon dan Karta dibebaskan dengan upaya hukum Peninjauan Kembali.<ref name="gbooktodung"/> Atas kasus sengkon-karta, Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 1980 mengenai Peninjauan Kembali yang menjadi dasar melakukan upaya hukum luar biasa dalam KUHAP Republik Indonesia saat ini.<ref name="gbookpompe"/>