Tumenggung Surapati: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 62:
 
Perang Banjar berlangsung dalam tiga wilayah yaitu Martapura dan sekitarnya, wilayah [[Banua Lima]] ([[Hulu Sungai]]) dan wilayah sepanjang [[sungai Barito]] ([[Tanah Dusun]]). Tumenggung Surapati setia kepada kepemimpinan Pangeran [[Antasari]] selaku pemimpin tertinggi di [[Kesultanan Banjar]] pasca ditangkapnya Pangeran Hidayatullah yang kemudian diasingkan ke [[Cianjur]]. [[Tumenggung]] Surapati anak dari Ngabe Lada bin Ngabe Tuha. Ngabe Tuha merupakan wakil Sultan Banjar di kalangan [[suku Bakumpai]]. Ngabe (ngabehi) adalah salah satu gelar pejabat kepala wilayah di [[kesultanan Banjar]]. Ngabe Tuha mungkin salah seorang anak dari Patih Darta Suta. Menurut suatu riwayat Patih Darta Suta memiliki lima orang anak yaitu Ngabe Tuha, Ngabe Tumpang, Ngabe Basirun, Ngabe Basunga, dan seorang anak perempuan bernama Jimah. Setelah wafatnya Tumenggung Surapati karena sakit, perjuangannya diteruskan oleh anaknya yaitu '''Tumenggung Ajidan (Jidan)'''. Seorang cucu perempuan dari [[Pangeran Antasari]] menikah dengan Tumenggung Ajidan, karena pernikahan tersebut Tumenggung Ajidan dianugerahkan gelar bangsawan '''Raden Dipati Mangku Negara'''.
 
Siasat yang dijalankan oleh Tumenggung Surapati dengan cara menyanggupi permintaan Belanda untuk membantu menangkap Pangeran Antasari. Setelah mengadakan perundingan diatas kapal Onsurt pada bulan Desember 1859, Tumenggung Surapati dengan anak buahnya berbalik menyerang tentara Belanda yang berada di atas kapal tersebut, kemudian merebuat senjata dan menenggelamkannya. Benteng pertahanan Tumenggung Surapati di Lambang mendapat serangan dari Belanda dalam bulan Februari 1860. Serbuan yang kuat dari pasukan Belanda menyebabkan Tumenggung Surapati meninggalkan bentang tersebut.
 
Pada tanggal 25 September 1864 Tumenggung Surapati beserta pengikutnya menyerang benteng Belanda di Muara Teweh dan membunuh dua orang penjaga benteng. Karena kejadian ini, pada bulan Maret 1865 di Muara Teweh didirikan pertahanan yang berkekuatan 4 orang opsir, 75 serdadu yang dilengkapi dengan meriam 2 pon dan 2 mortir. Tumenggung Surapati mencoba menyerang benteng di Muara Teweh itu pada akhir tahun 1865, tetapi karena kekuatan pertahanan Belanda di situ cukup besar, usahanya tidak berhasil. Ia kemudian bergerak bersama pasukannya menuju Sungai Kawatan. Pada tanggal 1 November 1865 satu pasuakn Belanda bergerak sampai di Kuala Baru untuk memutuskan jalan-jalan yang menuju ke tempat-tempat pihak pejuang di kawatan. Sementara itu, pasukan Belanda yang lain pada hari berikutnya berhasil mendaki Kawatan.