Zakiah Daradjat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 37:
 
== Karier ==
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1964, Zakiah Daradjat merintis karier di [[Kementerian Agama Indonesia|Departemen Agama]] dan membagi waktu mengajar pada [[Institut agama Islam negeri|perguruan tinggi agama Islam negeri Indonesia]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Zakiah menerima permintaan membuka praktik konsultasi psikologi di lingkungan Departemen Agama, sebelum membuka klinik yang sama di rumahnya di Wisma Sejahtera, Jalan Fatmawati, Cipete, [[Jakarta Selatan]] pada tahun 1965 hingga akhir hayatnya. Ketika diwawancara oleh ''[[Republika (surat kabar)|Republika]]'' pada tahun 1994, ia mengaku, sering tidak menerima bayaran apa-apa, "karena memang tujuan saya untuk menolong sesama manusia."{{sfn|Mahditama|2013}}
 
Pada 1967, Zakiah diangkat oleh [[Menteri Agama]] [[Saifuddin Zuhri]] sebagai Kepala Dinas Penelitian dan Kurikulum Perguruan Tinggi di Biro Perguruan Tinggi, Kementerian Agama. Selama berkarier di birokrasi pemerintahan, ia pernah diminta sebagai penerjemah bahasa Arab sewaktu [[Soeharto|Presiden Soeharto]] berkunjung ke beberapa negara Timur Tengah. Keahlian ini mengantarnya meraih tanda kehormatan "Order of Kuwait Fourth Class" dari pemerintah kerajaan [[Kuwait]] pada 1977 dan penghargaan serupa "Fourth Class Of The Order Mesir" dari [[Anwar Sadat|Presiden Anwar Sadat]]. Pada periode berikutnya, Zakiah Daradjat menjabat sebagai Direktur Pendidikan Agama sampai tahun 1977, dan berikutnya bertugas sebagai Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam sampai Maret 1984.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}}{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=161}} Setelah itu, ia secara resmi menjadi dekan Fakultas Pascasarjana [[IAIN Sunan Kalijaga]], [[Yogyakarta]].
 
Pemikiran Zakiah Daradjat di bidang pendidikan agama banyak mempengaruhi wajah sistem [[pendidikan di Indonesia]]. Semasa menjabat direktur di Kementerian Agama, Zakiah termasuk salah seorang yang membidani lahirnya kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri ([[Menteri Agama]], [[Daftar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia|Mendikbud]], dan [[Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia|Mendagri]]) pada tahun 1975, yaitu sewaktu jabatan [[Daftar Menteri Agama Indonesia|Menteri Agama]] diduduki oleh [[Mukti Ali]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Melalui surat keputusan tersebut Zakiah menginginkan peningkatan penghargaan terhadap status [[madrasah]], salah satunya dengan memberikan pengetahuan umum 70 persen dan pengetahuan agama 30 persen.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}}{{sfn|Nata|2005|pp=237}} Aturan yang dipakai hingga kini di sekolah-sekolah agama Indonesia ini memungkinkan lulusan madrasah diterima di perguruan tinggi umum.{{sfn|Nasar|2013}}
 
Ketika menempati posisi sebagai Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam, seperti dituturkan cendikiawan [[Azyumardi Azra]], Zakiah Daradjat banyak melakukan sentuhan bagi pengembangan Perguruanperguruan Tinggitinggi Agamaagama Islam (PTAI).{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=161}} Salah satu contoh, untuk mengatasi kekurangan guru bidang studi umum di madrasah-madrasah, Zakiah Daradjat membuka jurusan tadris pada IAIN dan menyusun rencana pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam yang menjadi referensi bagi IAIN seluruh Indonesia.{{sfn|Nata|2005|pp=238}} Melalui rencana pengembangan ini Kementerian Agama dapat meyakinkan [[Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]] (Bappenas) sehingga IAIN memperoleh anggaran yang relatif memadai.{{sfn|Nasar|2013}}
 
Di luar aktivitasnya sebagai pegawai kementerian, Zakiah Daradjat mengabdikan ilmunya dengan mengajar sebagai dosen keliling pada [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta]] (kini UIN) dan beberapa IAIN lainnya. Pada 1 Oktober 1982, Zakiah dikukuhkan oleh IAIN Jakarta sebagai [[guru besar]] di bidang ilmu jiwa agama. Sebagai pendidik dan guru besar, ia setia di jalur profesinya hingga akhir hayatnya. Hingga usia senja, meski telah pensiun dari tugas kedinasan, Zakiah masih aktif mengajar di UIN Syarif Hidayatullah dan perguruan tinggi lain yang membutuhkan ilmunya.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=138}} Selain itu, Zakiah Daradjatia sering memberikan kuliah subuh di stasiun pusat [[Radio Republik Indonesia|RRI]] Jakarta sejak tahun 1969 sampai dekade 2000-an. Ia kerap pula diminta mengisi siaran ''Mimbar Agama Islam'' di stasiun pusat [[TVRI]] Jakarta. Pada 19 Agustus 1999, Zakiah Daradjat memperoleh [[Bintang JasaMahaputra MahaUtama|Bintang Jasa PuteraMahaputra Utama]] dari Pemerintah Rapublik Indonesia, setelah sebelumnya mendapat [[Bintang Jasa Utama]] pada 1995.
 
== Meninggal ==
Baris 71:
* ''Perawatan Jiwa untuk Anak-anak''
* ''Problema Remaja di Indonesia''
 
== Penghargaan ==
* Tahun 1965: Medali Ilmu Pengetahuan dari Presiden Mesir (Gamal Abdul Naser) atas prestasi yang dicapai dalam studi/penelitian untuk mencapai gelar doktor.
* Tahun 1977: Tanda kehormatan “Order of Kuwait Fourth Class” dari pemerintah kerajaan [[Kuwait]] (Amir Shabah Sahir As-Shabah) atas perayaannya sebagai penerjemah bahasa Arab.
* Tahun 1977: Tanda Kehormatan Bintang “Fourth Class Of The Order Mesir” dari presiden Mesir (Anwar Sadat) atas perayaannya sebagai penerjemah bahasa [[Arab]].
* Tahun 1988: Penghargaan [[Presiden RI]] [[Soeharto]] atas peran dan karya pengabdian dalam usaha membina serta mengembangkan kesejahteraan kehidupan anak Indonesia.
* Tahun 1990: Tanda Kehormatan Satya Lancana Karya Satya tingkat I.
* Tahun 1995: Tanda kehormatan Bintang Jasa Utama sebagai tokoh wanita/Guru Besar fakultas Tarbiyah [[IAIN Syarif Hidayatullah]], Jakarta.
* Tahun 1996: Tanda Kehormatan Satya Lancana Karya Satya 30 tahun atau lebih.
* Tahun 1999: Tanda Kehormatan Bintang Jasa Putera Utama sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia.
 
== Rujukan ==