D. Djajakusuma: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 122:
[[File:Lahirnja Gatotkatja Nasional 26 September 1960 p3.jpg|thumb|left|Set film karya Djajakusuma pada 1960 yang berjudul ''Lahirnja Gatotkatja''; film tersebut merupakan salah satu dari dua film yang ia sutradarai yang sangat dipengaruhi oleh cerita-cerita [[wayang]].]]
Seperti halnya Usmar Ismail, Djajakusuma dipengaruhi oleh realisme. Namun, sementara Ismail lebih berfokus pada tema yang tingkatannya nasional, Djajakusuma dapat dikatakan lebih sederhana, yang secara lokal alur ceritanya relevan dengan pesan mendidik.{{sfn|Marselli 1987, Mengenang D. Djajakusuma}} Realisme ini dimasukkan ke dalam adegan pewayangan karya Djajakusuma. Latar panggungnya, yang terlihat tradisional, dibuat dalam bentuk [[latar teatrikal|set]] tiga dimensi, termasuk tiruan pohon, batu, dan air.{{sfn|Berita Buana 1975, Djaduk Djajakusuma Pencetus}} Menurut Soemardjono, yang sering menyunting film-film Djajakusuma, sutradara tersebut menikmati percobaan dengan teknik baru
Djajakusuma sering memasukkan kesenian tradisional ke dalam film-filmnya,{{sfn|Setiawan 2009, National Film Month}} dan dua diantaranya (''Lahirnja Gatotkatja'' dan ''Bimo Kroda'') berdasarkan pada cerita wayang tradisional dan menggunakan kostum dan alur yang terinspirasi dari wayang.<ref>{{harvnb|Suara Karya 1987, D.Djajakusuma}}; {{harvnb|Berita Buana 1975, Djaduk Djajakusuma Mengenal Wayang}}</ref> Fokus pada aspek kebudayaan tradisional ini ditinggalkan secara umum setelah 1965, dengan digantikan oleh film-film mengenai kehidupan perkotaan.{{sfn|Sen|Hill|2000|p=156}} Pembuatan teatrikal Djajakusuma dibuat dengan teknik penceritaan baru yakni mengadapsi jenis kesenian tradisional pada jaman modern.{{sfn|Berita Buana 1975, Djaduk Djajakusuma Pencetus}} Sebagai seorang dosen yang mengajarkan penulisan naskah dan sejarah teater, Djajakusuma berfokus pada kesenian Indonesia.
|