D. Djajakusuma: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 44:
Ia menyelesaikan pendidikannya di [[Semarang]], Jawa Tengah,{{sfn|JCG, Djaduk Djajakusuma}} lulus dari program [[ilmu pengetahuan alam]] di sekolah menengah keatas disana pada 1941.{{sfn|Hoerip|1995|p=4}} Meskipun keluarganya berharap agar ia menjadi karyawan pemerintahan seperti ayahnya, Djajakusuma lebih tertarik pada [[seni pertunjukan]].{{sfn|Darmawi 1982, Djadoeg Djajakusuma}} Ia kembali ke kambung halamannya pada beberapa waktu sebelum menyadari bahwa ia hanya memiliki kesempatan kecil di Parakan. Setelah itu, pada awal 1943 – setahun setelah Hindia Belanda [[Pendudukan Jepang di Hindia Belanda|diduduki]] oleh [[Kekaisaran Jepang]] – Djajakusuma pindah ke pusat politik koloni tersebut, [[Jakarta]], untuk mencari pekerjaan.{{sfn|Hoerip|1995|p=8}}
 
Djajakusuma menjadi karyawan di Pusat Kebudayaan{{efn|Pusat Kebudayaan memiliki penyebutan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jepang. Nama Indonesia-nya adalah {{lang|id|Poesat Keboedajaan}}, sementara nama Jepang-nya adalah {{nihongo|''Keimin Bunka Shidōsho''|啓民文化指導所}}. Pusat Kebudayaan mempromosikan perkembangan berbagai bentuk kesenian, meliputi film dan drama, dengan tujuan utama untuk menyampaikan propaganda tentang posisi politik Jepang {{harv|Hoerip|1995|p=8}}.}} sebagai seorang penerjemah dan aktor dibawah pengarahan [[Armijn Pane]].<ref>{{harvnb|JCG, Djaduk Djajakusuma}}; {{harvnb|Kompas 1987, Budayawan D. Djajakusuma}}</ref> Ketika bekerja, ia menerjemahkan beberapa karya buatan pembuat drama Swedia [[August Strindberg]] dan pembuat drama Norwegia [[Henrik Ibsen]],{{efn|Norwegia dan Swedia sedang berperang dengan Jepang pada waktu itu, sehingga terjemahan tersebut diterima oleh atasan Djajakusuma {{harv|Hoerip|1995|p=9}}.}}{{sfn|Biran|2009|p=331}} serta sejarah Jepang dan beberapa permainan panggung ''[[kabuki]]''.{{sfn|Hoerip|1995|p=8}} Sementara itu, saat ia bersama dengan Pusat Kebudayaan, Djajakusuma menulis beberapa sandiwara panggung miliknya.{{sfn|Hoerip|1995|p=10}} Di waktu luang, Djajakusuma membantu mendirikan perusahaan teater amatir Maya, bersama dengan beberapa artis seperti [[HB Jassin]], [[Rosihan Anwar]], dan [[Usmar Ismail]]. Kelompok pertunjukan tersebut, yang dibentuk dalam merespon keinginan untuk kebebasan artistik yang lebih besar, mempertunjukan terjemahan dari karya-karya Eropa dan karya-karya asli dari Ismail dan El Hakim.{{efn|El Hakim adalah pseudonim dari Abu Hanifah {{harv|Hoerip|1995|pp=9–10}}.}} Demi mempromosikan rasa nasionalisme terhadap Indonesia sementara tetap menyesuaikan dengan peraturan dari biro penyensoran Jepang beberapa permainan Maya tidak secara eksplisit mempromosikan Jepang, melainkan [[Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya]]. Karya-karya tersebut ertemakanbertemakan dukungan terhadap gerakan nasionalis Indonesia, meskipun, masih secara tersirat. Bersama dengan Maya, Djajakusuma melakukan perjalanan dari desa ke desa untuk mengadakan pertunjukan.{{sfn|Hoerip|1995|pp=9–10}}
 
===Revolusi Nasional Indonesia===
Presiden [[Sukarno]] memproklamasikan [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]] pada 17 Agustus 1945, setelah [[Pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki|pengeboman Hiroshima dan Nagasaki]]. Saat mengetahui bahwa pemerintah kolonial Belanda akan kembali, Djajakusuma dan Ismail membantu pendirian Seniman Merdeka sebagai bentuk perlawanan. Kelompok tersebut mengunjungi berbagai kota, menyebarkan berita proklamasi kemerdekaan Indonesia sementara melakukan pertunjukan dari truk terbuka. Setelah kedatangan [[NICA]], kelompok tersebutersebut terkadang mencoba untuk memata-matai orang Eropa atau menyembunyikan informasi yang dianggap telah digunakan oleh pasukan Belanda yang telah datang. Dikarenakan pekerjaannya berbahaya, Djajakusuma mulai membawa-bawa sebuah pistol, dan pergi ke [[Banten]] untuk meminta kepada [[kyai]] agar ia memiliki kemampuan kebal peluru.{{sfn|Hoerip|1995|pp=17–19}}
 
Pada awal 1946, ketika pasukan kolonial Belanda menguasai Jakarta, Djajakusuma mengungsi ke ibukota negara yang baru di [[Yogyakarta]].{{sfn|Biran|2009|p=354}} Disana, ia menghabiskan waktu dengan kantor berita nasional [[Antara (kantor berita)|Antara]]{{sfn|Suara Karya 1987, D.Djajakusuma}} sebelum bergabung dalam divisi pendidikan [[Tentara Nasional Indonesia|militer]] yang membuatnya mendapatkan pangkat kapten.{{sfn|Said|1982|p=139}} Pada bidang militer, Djajakusuma menyunting mingguan ''Tentara''; ia juga berkontribusi pada artikel-artikel majalah kebudayaan ''Arena'' milik Ismail.{{sfn|Hoerip|1995|pp=20–21}}
Baris 68:
Djajakusuma belajar sinematografi di Amerika Serikat, pertama di [[Universitas Washington]] di [[Seattle]], kemudian di [[Sekolah Seni Sinematik USC|Sekolah Seni Sinematik]] [[Universitas California Selatan]], dari 1956 sampai 1957.{{sfn|Darmawi 1982, Djadoeg Djajakusuma}} Ketika ia kembali ke Indonesia, ia bekerja dengan Ismail dan seorang karyawan Perfini yang bernama [[Asrul Sani]] untuk mendirikan Akademi Teater Nasional Indonesia, dengan mengenalkan realisme; tokoh drama Indonesia [[Putu Wijaya]] menyatakan bahwa realisme yang diperkenalkan oleh Akademi tersebut lebih berunsur Indonesia ketimbang Barat,{{sfn|National Library of Indonesia, Pandangan Tokoh: Putu Wijaya}} walaupun Djajakusuma mendapatkan inspirasi dari gerakan [[Neorealisme (seni)|neorealis]] Italia.{{sfn|Biran|2009|p=334}} Djajakusuma menjadi pengajar di akademi tersebut sampai 1970, dan para muridnya mengenalnya sebagai orang yang humoris dan gampang untuk didekati.{{sfn|Hoerip|1995|p=31}}
 
Ketika pulang ke Indonesia, Djajakusuma mulai membuat sebuah karya yang berjudul ''[[Tjambuk Api]]'', yang mengkritik [[korupsi di Indonesia]]; tema ini membuat dilmfilm tersebut diputar oleh biro penyensoran selama hampir satu tahun.{{sfn|Marselli 1987, Mengenang D. Djajakusuma}} Ia kemudian menyutradarai drama ''Pak Prawiro'', yang disponsori oleh Bank Tabungan Pos dan dimaksudkan untuk menyampaikan pentingnya memiliki [[tabungan]].{{sfn|Filmindonesia.or.id, Pak Prawiro}} Pada periode ini, ia mempelajari teater tradisional India, dengan cara mengunjungi [[Kalkuta]], [[Chennai|Madras]], dan [[New Delhi]]; ia berharap agar kunjungan tersebut dapat menginspirasikannya dalam memfilmkan cerita-cerita tradisional asal Indonesia.<ref>{{harvnb|Berita Buana 1975, Djaduk Djajakusuma Mengenal Wayang}}; {{harvnb|Hoerip|1995|p=106}}</ref>
 
Pada 1960, Djajakusuma meluncurkan film pertamanya yang berdasarkan pada cerita pewayangan tradisional, ''Lahirnja Gatotkatja'';<ref>{{harvnb|Suara Karya 1987, D.Djajakusuma}}; {{harvnb|Filmindonesia.or.id, Filmografi}}</ref> sebuah pertunjukan boneka tradisional yang ia tonton semasa kecil, dengan karakter utama yang bernama [[Ghatotkacha|Gatotkaca]].{{sfn|Berita Buana 1975, Djaduk Djajakusuma Mengenal Wayang}} Pengambilan gambar pada film tersebut dilakukan di Yogyakarta dengan pemeran utama dari Jakarta dan pemeran lokal sebagai pemain latar belakang.{{sfn|Nasional 1960, (Untitled)}} Namun, film tersebut menuai kontroversi: [[dalang]] dan golongan lainnya dalam berhubungan dengan wayang berpendapat bahwa sutradara tersebut menghiraukan banyak aspek tradisional pada cerita pewayangan.{{sfn|Hoerip|1995|p=30}} Pada tahun tersebut, Djajakusuma juga bertugas sebagai [[Unit manajer produksi|manajer produksi]] untuk ''[[Pedjuang]]'' karya Ismail{{sfn|Hoerip|1995|p=30}} dan menyutradarai ''Mak Tjomblang'', sebuah film komedi yang diadaptasi dari drama ''[[Pernikahan (sandiwara)|Pernikahan]]'' dari tahun 1842 buatan [[Nikolai Gogol]].{{sfn|Filmindonesia.or.id, Mak Tjomblang}}
Baris 94:
Djajakusuma juga mempromosikan aktifitas kebudayaan non-tradisional yang modern dan luar negeri. Pada 1968, ia menjadi kepala Dewan Kesenian Jakarta, posisi tersebut ia pegang sampai 1977,{{sfn|Darmawi 1982, Djadoeg Djajakusuma}} dan pada 1970, ia mengadakan festival musik [[keroncong]].{{sfn|Dharyono 1987, Selamat Jalan Djadug Djajakoesoema}} Berawal dari pendirian sebuah sekolah pada 1970, ia menjadi pengajar di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta, kemudian Institut Kesenian Jakarta atau IKJ sebagai pengajar sinematografi. Demi lebih mendalami dunia teater, pada 1977, ia pergi ke Jepang dan Tiongkok untuk mempelajari tradisi mereka.{{sfn|Hoerip|1995|p=69}} Ia kemudian mengenalkan para muridnya berbagai pertunjukan panggung, yang meliputi ''[[noh]]'' yang diadaptasi dari Jepang dan [[opera Tiongkok]];{{sfn|Hoerip|1995|p=32}} beberapa diantaranya ditampilkan di Taman Ismail Marzuki.{{sfn|JCG, Djaduk Djajakusuma}} Pada 1970an, Djajakusuma memegang berbagai posisi dalam organisasi-organisasi film, meliputi anggota Dewan Film (1974–76), anggota Badan Pengawas Penyiaran Radio dan TV (1976), dan anggota Biro Pengembangan Film Nasional (1977–78).{{sfn|Hoerip|1995|pp=106–107}}
 
Namun, produktifitas Djajakusuma dalam industri film menurun. Pada 1971, ia menyutradarai film terakhir-nya yakni ''Api di Bukit Menoreh'' dan ''[[Malin Kundang (film)|Malin Kundang (Anak Durhaka)]]''. Film yang pertama, diluncurkan oleh Penas Film Studio dan berdasarkan pada sebuah novel karya Singgih Hadi Mintardja, menceritakan parappara prajurit dari [[Kerajaan Pajang]] dalam pertempuran mereka melawan para prajurit dari kerajaan Jipang.{{sfn|Hoerip|1995|pp=49–50}} Film yang kedua adalah sebuah adaptasi dari [[Malin Kundang|legenda Melayu]] dengan nama yang sama.{{sfn|Darmawi 1982, Djadoeg Djajakusuma}} Dibintangi oleh [[Rano Karno]] dan Putu Wijaya sebagai karakter utama, film tersebut menceritakan tentang seorang pemuda yang lupa daratan setelah menghabiskan masa kecilnya di lautan. {{sfn|Hoerip|1995|pp=52–53}} Pada tahun 1977, perannya dalam membantu pembuatan sebuah film komedi karya Fritz G. Schadt yang berjudul ''Bang Kojak'' (1977) merupakan peran terakhirnya sebagai pembuat film.{{sfn|Hoerip|1995|p=30}}
 
===Tahun-tahun terakhir dan kematian===
Baris 105:
Djajakusuma pingsan pada 28&nbsp;Oktober 1987 saat memberikan pidato pada upacara peringatan [[Sumpah Pemuda]] di IKJ. Setelah dibawa ke Rumah Sakit Umum Cikini, ia dinyatakan meninggal pada pukul 10:05 waktu setempat (UTC+7). Ia dikuburkan di [[TPU Karet Bivak]] pada sore hari, setelah upacara pemakaman di IKJ yang dipimpin oleh penulis [[Sutan Takdir Alisjahbana]] dan disembahyangkan di Masjid Amir Hamzah di Taman Ismail Marzuki yang dipimpin oleh penyair Taufiq Ismail.<ref>{{harvnb|Kompas 1987, Budayawan D. Djajakusuma}}; {{harvnb|Suara Karya 1987, D.Djajakusuma}}</ref> Diantara para pelayat yang datang, hadir pula mantan Menteri Informasi [[Boediardjo]], Menteri Pendidikan dan Kebudayaan [[Fuad Hassan]], dan Deputi Gubernur Jakarta Anwar Umar.{{sfn|Kompas 1987, Budayawan D. Djajakusuma}}
 
Djajakusuma tidak pernah menikah, namun meninggalkan beberapa keponakan dan sepupu yang telah ia anggap sebagai anaknya sendiri.<ref>{{harvnb|Kompas 1987, Budayawan D. Djajakusuma}}; {{harvnb|Suara Karya 1987, D.Djajakusuma}}</ref> Setelah kematiannya, surat kabar di Jakarta mengumumkan berita kematiannya melalui laporan para tokoh kebudayaan dan film seperti Alisjahbana, produser [[Misbach Yusa Biran]], dan kameramen Perfini Soemardjono. Berita kematian tersebut juga berisi tentang peran Djajakusuma dalam pengembangan industri film IndonesianIndonesia dan pelestarian kebudayaan tradisional. Dalam sebuah upacara peringatan hari kematian Djajakusuma yang kelima, seluruh dokumen dan bukunya disumbangkan ke perpustakaan IKJ.{{sfn|Hoerip|1995|pp=80–84}}
 
==Gaya==
Baris 161:
|title=Sejarah Kecil (Petite Histoire) Indonesia
|trans_title=Short History of Indonesia
|language=IndonesianIndonesia
|last=Anwar
|first=Rosihan
Baris 186:
|url=http://Filmindonesia.or.id/movie/title/lf-a004-55-701336_arni
|title=Arni
|language=IndonesianIndonesia
|work=Filmindonesia.or.id
|publisher=Konfidan Foundation
Baris 229:
|title=D.Djajakusuma Tutup Usia
|trans_title=D.Djajakusuma Tutup Passes On
|language=IndonesianIndonesia
|work=Suara Karya
|date=29 October 1987
Baris 239:
|first=Suslanna
|title=Djadoeg Djajakusuma
|language=IndonesianIndonesia
|work=Suara Karya
|date=28 February 1982
Baris 249:
|title=Selamat Jalan Djadug Djajakoesoema: Sutradara dan Pencipta Wayang Orang Modern yang Pertama
|trans_title=Farewell Djadug Djajakoesoema: Director and First Inventor of Modern Wayang
|language=IndonesianIndonesia
|work=Berita Buana
|date=7 November 1987
Baris 258:
|url=http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/455
|title=Djaduk Djajakusuma
|language=IndonesianIndonesia
|work=Encyclopedia of Jakarta
|publisher=Jakarta City Government
Baris 269:
|title=Djaduk Djajakusuma Mengenal Wayang & Teater Sejak Duduk di Sekolah Dasar
|trans_title=Djaduk Djajakusuma Knew Wayang & Theatre Since Elementary School
|language=IndonesianIndonesia
|work=Berita Buana
|date=13 November 1975
Baris 278:
|title=Djaduk Djajakusuma Pencetus "Wayang Gaya Baru"
|trans_title=Djaduk Djajakusuma Trailblazer for "New-Style Wayang"
|language=IndonesianIndonesia
|work=Berita Buana
|date=14 November 1975
Baris 288:
|title=Filmografi
|trans_title=Filmography
|language=IndonesianIndonesia
|work=Filmindonesia.or.id
|publisher=Konfidan Foundation