Cicero: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
BP21Danang (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: BP2014 |
BP21Danang (bicara | kontrib) Tag: BP2014 |
||
Baris 32:
Bagi Cicero, [[orasi]] tidak berpusat pada pengetahuan berpidato, melainkan tentang bagaimana menjadi orator terbaik, yang mampu memberikan rasa aman kepada rakyat, bahkan dapat menyatukan rakyat.<ref name="Rowe et al"></ref> ''De Oratore'' karena itu menjadi landasan gagasan ''de Re Publica'', dan de Legibus<!--apa semua orang dapat mengerti arti-arti ini?-->.<ref name="Rowe et al"></ref> Dialog yang ada dalam karya itu merepresentasikan Phillipus sebagai pencemooh otoritas senat dan tanggung jawab atas dekade perang eksternal dan sipil yang terjadi kemudian.<ref name="Rowe et al"></ref> Bagi Cicero, pidato harus didedikasikan sebagai alat untuk pelayanan [[publik]].<ref name="Rowe et al"></ref> Cicero memang negarawan yang sangat berbakti, dalam ''de Re Publica'', kata Cicero kepada saudaranya, adalah "tentang kondisi terbaik dari sebuah kota dan warga negara yang paling baik".<ref name="Rowe et al"></ref> Cicero banyak sekali bicara tentang [[demokrasi]], [[keadilan]] [[rakyat]], [[hukum]] [[alam]] sebagai acuan perilaku kepentingan [[manusia]].<ref name="Rowe et al"></ref> Bagi Cicero etika warga negara sama pentingnya dengan sistem politik.<ref name="Rowe et al"/> Kelangsungan sistem [[politik]] akan tergantung pada etika politik: negarawan memelihara kota dengan keputusan yang bijaksana dan contoh [[moral]].<ref name="Rowe et al"></ref>
Bagi Cicero, menjadi negarawan yang [[patriot]]is adalah segala-galanya, bahkan ganjarannya adalah surga.<ref name="Rowe et al"></ref> Tugas politik bagi Cicero adalah suci, yang dibebankan Tuhan kepada manusia, seperti ditulis Cicero dalam dialog kepada Scipo
{{Cquote|
Di sini, Cicero mengeksploitasi doktrin [[Plato]] tentang keabadian jiwa untuk memperkuat cita-citanya akan pengabdian patriotis, tidak perlu risau jika seseorang mati demi kepentingan negara, sebab yang mati hanya tubuh, sedangkan jiwanya tetap abadi.<ref name="Rowe et al"></ref>
|