Tionghoa Benteng: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-diantara +di antara) |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{rapikan}}
{{noref}}
[[File:
'''
== Sejarah ==
Nama "
Menurut kitab sejarah Sunda yang berjudul Tina Layang Parahyang (Catatan dari Parahyangan), keberadaan komunitas
Warga
Kemarahan penduduk pribumi dipicu seorang tentara NICA dari etnis Tionghoa menurunkan bendera Merah Putih dan menggantinya dengan bendera Belanda. Rosihan Anwar dalam harian Merdeka 13 Juni 1946 menulis pada saat itu hubungan warga
▲Warga Cina Benteng sempat bersitegang dengan penduduk pribumi setelah Proklamasi Kemerdekaan. Pada 23 Juni 1946, rumah-rumah etnis Tionghoa di Tangerang diobrak-abrik. Penduduk yang didukung oleh kaum Republik menjarah rumah-rumah warga China Benteng. Bahkan meja abu, yang merupakan bagian dari ritual penghormatan leluhur tionghoa, ikut dicuri.
▲Kemarahan penduduk pribumi dipicu seorang tentara NICA dari etnis Tionghoa menurunkan bendera Merah Putih dan menggantinya dengan bendera Belanda. Rosihan Anwar dalam harian Merdeka 13 Juni 1946 menulis pada saat itu hubungan warga China Benteng dan pribumi mengalami kemunduran paling ekstrem. Terlebih setelah Poh An Tuy, kelompok pemuda China Benteng pro-NICA, mengirim pasukan bersenjata dan mengungsikan masyarakat China Benteng yang selamat ke Batavia. Namun akhirnya kerusuhan pro-kemerdekaan itu berhasil diredam oleh koalisi antara tentara Poh An Thuy and tentara Kolonial Belanda.
Saat itu, semua etnis
== Penggolongan ==
Orang
Golongan pertama adalah mereka yang datang pada abad ke-15, mereka datang untuk menjadi petani, buruh, pekerja, dan pedagang, mereka mencapai [[Tangerang]] dengan menggunakan perahu sederhana, dan pada awalnya hidup pas-pasan dan bekerja sama dengan kolonial Belanda untuk mencapai standar hidup yang lebih baik. Dewasa ini kebanyakan
Golongan kedua adalah orang Tionghoa yang datang pada abad ke-18 dan mendapat restu dan perbekalan dari Kaisar, dengan janji bahwa mereka akan tetap loyal terhadap
Proyek pemerintah kolonial ini adalah menggabungkan tiga bangsa yaitu Tionghoa, Belanda dan Sunda-Betawi, menjadi satu etnis dengan komposisi 50% tionghoa, 37,5% Sunda-Betawi dan 12,5% Belanda dengan harapan "ras baru" ini hanya akan loyal terhadap pemerintah Belanda.
== Pakaian adat ==
Pakaian adat suku
== Kontribusi dalam kelangsungan kolonialisme Belanda ==
Baris 30:
Pada saat Jepang menduduki Indonesia, mereka melawan Jepang dengan gagah berani walaupun akhirnya kalah.
Tangerang merupakan daerah terakhir yang dikuasai Belanda di pulau Jawa, daerah ini baru diserahkan kepada Republik pada tahun 50-an.
Pada tahun 1946, terjadi kerusuhan etnis di Tangerang, Pribumi menuduh
Orang-orang China Benteng merasa sangat kehilangan ketika Belanda meninggalkan Tangerang pada tahun 50-an dan menyerahkan kota itu kepada Republik, karena mereka kehilangan pelindung mereka, maka terjadilah penyerangan dan perampasan terhadap orang-orang China benteng, banyak di antara mereka yang dulunya kaya sekarang menjadi miskin karena harta leluhur mereka dirampas. Orang China benteng hidup lebih sejahtera selama pada zaman kolonial belanda daripada setelah Tangerang masuk ke-dalam Republik Indonesia.▼
Di Belanda pun orang China Benteng mudah ditemui di antara komunitas tionghoa disana, karena kebanyakan orang tionghoa yg ada di Belanda adalah orang China Benteng yang melarikan diri setelah Tentara Poh An Tuy mengalami kekalahan melawan tentara republik.▼
▲Orang-orang
▲Di Belanda pun orang
== Masa kini ==
Orang
Agama yang dianut beragam antara lain Konghucu, Buddhisme, Taoisme, Katholik, Protestan, Pemujaan Leluhur, Pemujaan Surga, dan ada sedikit yang beragama Islam.
Hal menarik dari
== Keturunan Dinasti Qing ==
Sebagian di antara warga
王 (Hokkien: Ong) adalah karakter Mandarin untuk "raja", yang digunanakan untuk orang yang merupakan keturunan penguasa, namun tidak pernah berkuasa. Informasi yang salah menyatakan mereka menggunakan marga Ong karena ibu dari anak haram itu juga bermarga Ong, namun sebenarnya ini adalah sebuah kebetulan. Nama marga Wang pertama kali digunakan oleh Keluarga Zi (penguasa Dinasti Shang), kemudian oleh Keluarga Ji (penguasa Dinasti Zhou) saat mereka sudah tidak berkuasa lagi.
Namun tidak semua orang
Seiring waktu, kebanyakan orang dari keluarga Wangsa Mulya tidak menyadari kalau mereka adalah keturunan Dinasti Qing, namun bagimanapun juga darah dan napas Kekaisaran Qing Raya tetap mengalir pada diri mereka. Mereka hidup modern namun memegang teguh sifat ultra-konservatif seperti feodalisme dan anti-feminisme. Informasi terbaru menyatakan mereka mewarisi Ketuantanahan luas yang meluputi daerah yang sekarang adalah sebagian dari BSD dan Gading Serpong.
|