Kitab Ayub: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Namun demikian +Namun)
Baris 82:
 
=== Interpolasi dan tambahan ===
Dalam bentuk yang sudah tersunting dari ''Kitab Ayub'' yang ada sekarang ini, diduga termasuk berbagai interpolasi (perubahan) telah dilakukan terhadap teks dari puisi sentralnya. Yang paling jelas interpolasi-interpolasi ini ada dua jenis: "teks paralel" yaitu perkembangan-perkembangan paralel dari bagian-bagian yang berpadanan di dalam teks dasarnya, dan ucapan-ucapan Elihu (pasal-pasal 32-37), yang terdiri atas sebuah polemik terhadap gagasan-gagasan yang diungkapkan di tempat-tempat lain dalam puisi ini, dan dan karena itu muncul sebagai interpolasi interpretatif. Ucapan-ucapan Elihu (yang namanya tidak disebutkan di dalam prolog ataupun epilog) dianggap berlawanan dengan ajaran-ajaran dasariah dari puisi sentral dalam Ayub. Menurut ajaran-ajaran ini, orang yang benar tidak akan mengalami penderitaan, karena penderitaan adalah hukuman atas suatu dosa tertentu yang pernah dilakukan. Namun demikian, Elihu menyimpulkan bahwa penderitaan dapat ditimpakan bagi orang yang benar sebagai perlindungan terhadap dosa yang lebih besar, dan demi moral yang lebih baik lagi.
 
Masalah yang diperdebatkan di antara para ahli adalah identitas antara koreksi dan revisi dari ucapan-ucapan Ayub, yang dilakukan dengan maksud mengharmonisasikannya dengan doktrin pembalasan yang tradisional. Sebuah contoh yang baik tentang hal ini adalah terjemahan dari baris terakhir dari kata-kata Ayub ({{Ayat|Ayub|42|6|plain=y}}). Menurut terjemahan-terjemahan yang tradisional, Ayub mengatakan, "Karena itu aku membenci (atau mengecam) diriku, dan bertobat dalam debu dan abu." Namun, terjemahan yang lebih akurat (dari bahasa Ibrani aslinya) berbunyi, "Karena itu aku mengecam, namun bertobat dalam debu dan abu." Hal ini membuat Ayub tidak membenci dirinya sendiri, melainkan debu dan abu, yang merujuk kepada apa yang dipahami sebagai absurditas jagad raya.