Dengan uang yang ia dapat, ia dan anaknya bisa berlayar 621 mil melewati [[Selat Malaka]] ke Jawa Timur, yang kala itu dikuasai oleh Hindia Belanda.<ref name="HOS" /> Namun enam bulan setelah sampai di sana, Liem Tioe meninggal akibat [[kolera]].{{sfn|Gessler|2007|p=10}} Menjelang wafatnya, ia menitipkan anak laki-lakinya, Liem Seeng Tee, ke sebuah keluarga Hokkien di Bojonegoro.{{sfn|Gessler|2007|p=10}} Karena keterbatasan, Liem Seeng Tee tidak bersekolah.{{sfn|Gessler|2007|p=12}} Namun semasa tinggal di keluarga ini, Liem Seeng Tee mempelajari baik bahasa Hokkien maupun bahasa Mandarin.<ref name="HOS" /> Di sini ia juga membantu usaha [[kecap]] keluarga tirinya, dan belajar cara berbisnis dari sana.<ref name="HOS" />
Di usia sebelas tahun, Liem Seeng Tee memutuskan untuk tinggal di tempat lain.<ref name="legacy" />{{rpsfn|Gessler|2007|p=12}} Ia bekerja di sebuah restoran kecil dan tinggal di sana dalam kondisi serba keterbatasan.<ref name="legacy" />{{rpsfn|Gessler|2007|p=12}} Ia dibayar dengan gaji sangat murah dan malamnya ia tidur di meja yang ada di sana.<ref name="legacy" />{{rpsfn|Gessler|2007|p=12}} Setelah beberapa lama, ia memutuskan untuk berganti pekerjaan untuk mendapatkan pemasukan yang lebih baik.<ref name="legacy" />{{rpsfn|Gessler|2007|p=12}} Pemilik restoran menyetujui dan bahkan memberikan sedikit uang kepadanya.<ref name="legacy" />{{rpsfn|Gessler|2007|p=12}} Ia menggunakan uang itu untuk membeli sepeda bekas dan mulai berjualan batu bara di Surabaya.<ref name="legacy" />{{rpsfn|Gessler|2007|p=12}}
Setelah beberapa lama, ia memutuskan untuk berhenti berjualan batu bara dan beralih menjadi penjual makanan untuk penumpang di kereta kelas bawah.<ref name="legacy" />{{rp|14}}<ref name="HOS" /> Selama delapan belas bulan, tanpa libur sehari pun, Liem Seeng Tee berjualan di kereta-kereta yang beroperasi antara Surabaya dan Jakarta, menjual roti dan makanan yang dikantungkan di sarungnya.<ref name="legacy" />{{rp|14}}<ref name="HOS" /> Setelah itu, ia dipekerjakan oleh perusahaan kereta untuk melayani penumpang kelas satu yang sebagian besar adalah warga [[Belanda]], dan di sana ia belajar bahasa [[Belanda]].<ref name="legacy" />{{rpsfn|Gessler|2007|p=14}}