Chen Huang Er Xian Sheng: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Okkisafire (bicara | kontrib)
Okkisafire (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 6:
==Sejarah==
===Latar belakang===
[[Babad Tanah Jawi]] menyebutkan bahwa keduanya adalah pengusaha [[Atap|genting]] dari Desa [[Klotok, Plumpang, Tuban|Klotok]]. Pada saat terjadi [[Geger Pacinan]] di [[Batavia]] pada Tahun 1741, banyak warga China di [[Jawa]] yang mengangkat senjata dan bergabung di Batavia melawan [[VOC]].<ref name="sam"/> Tan Kee Wie juga dikenal sebagai guru silat selain sebagai pengusaha,<ref name=kimsin>Suara Merdeka. 18 Februari 2007. [http://suaramerdeka.com/harian/0702/18/nas07.htm Imlek di Klenteng Gie Yong Bio Lasem, Kimsin Eyang Raden Panji Juga Disembahyangi].</ref> sementara Oei Ing Kiat, yang diberi gelar Tumenggung Widyaningrat oleh Pakubowono II, adalah administrator di Lasem pada tahun 1727.<ref name="ss">Sam Setyautama. [http://books.google.co.id/books?id=lEGrOWWEvswC&pg=PA262&lpg=PA262&dq=%22oei+ing+kiat%22&source=bl&ots=J9pBS2ikUr&sig=6OpREoDNdmE2033oLMuFkJ-VHVA&hl=en&sa=X&ei=r_6OUd6UPIXBrAf01YFY&redir_esc=y#v=onepage&q=%22oei%20ing%20kiat%22&f=false Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia].</ref> Ia menjabat sebagai Adipati Lasem pada tahun 1727-1750, menggantikan Raden Panji Margono Tedjokusumoputro yang menjabat selama tahun 1714-1727.<ref name=jejak/>
 
Oei Ing Kiat diberi gelar Tumenggung Widyaningrat oleh Pakubowono II dan menjadi administrator di Lasem pada tahun 1727.<ref name="ss">Sam Setyautama. [http://books.google.co.id/books?id=lEGrOWWEvswC&pg=PA262&lpg=PA262&dq=%22oei+ing+kiat%22&source=bl&ots=J9pBS2ikUr&sig=6OpREoDNdmE2033oLMuFkJ-VHVA&hl=en&sa=X&ei=r_6OUd6UPIXBrAf01YFY&redir_esc=y#v=onepage&q=%22oei%20ing%20kiat%22&f=false Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia].</ref> Ia menjabat sebagai Adipati Lasem pada tahun 1727-1750, menggantikan Raden Panji Margono Tedjokusumoputro yang menjabat selama tahun 1714-1727.<ref name=jejak/>
 
Menurut kitab '''Sabda Badra Santi''', Raden [[Panji Margono]] adalah putra sulung Adipati Lasem Pangeran Tejokusumo V. Ia dan ayahnya tidak senang kepada Sunan Pakubuwono I yang berpihak kepada Belanda. Oleh karena itu, ketika ayahnya wafat, Margono tidak mau menjadi adipati Lasem, tetapi lebih memilih menjadi petani dan berdagang dengan orang-orang Cina di Lasem dan sekitarnya.<ref name="kin"/>
 
===Pengungsian warga China dari Batavia===
Ketika terjadi pengungsian besar-besaran warga Cina ke Lasem, Raden Panji Margono membantu pemimpin orang Cina di Lasem yang bernama Tumenggung Widyaningrat (Oei Ing Kiat) untuk membantu para pengungsi. Keduanya mengorganisir rencana untuk melakukan perlawanan terhadap Kompeni bersama orang-orang Cina di Lasem dengan dibantu seorang juragan kaya bernama Tan Ki Wie (Tan Kee Wie). Raden Panji Margono bahkan menyamar sebagai orang Cina bernama [[Tan Pan Ciang]].<ref name="kin">Mas Kin. 29 September 2012. [http://rembangpost.blogspot.com/2012/09/obyek-wisata-utama-di-lasem-3-kompleks.html OBYEK WISATA UTAMA DI LASEM (3) KOMPLEKS MAKAM RADEN PANJI MARGONO].</ref> Tan Kee Wie sendiri terkenal sebagai seorang pendekar kungfu dan pengusaha di Lasem. Bersamabersama dengan Oei Ing Kiat dan Tan Pan Ciang, ketiganyasaling mengangkat sumpah sebagai tiga saudara angkat dan memimpin pemberontakan Tionghoa–Mataram terhadap VOC di Lasem.<ref name=jejak/>
 
Ketiga bersaudara memimpin para pejuang Jawa-China untuk menyerang kompi-kompi pasukan Belanda di Rembang pada tahun 1741. Kerjasama laskar Cina dengan pribumi berhasil menghancurkan tangsi Kompeni di Rembang pada tanggal 21 Juli 1741. Setelah berhasil menguasai Rembang, pada November 1742 mereka menggunakan kapal-kapal model jung untuk melancarkan serangan ke markas VOC di Juana dan Jepara. Namun, pasukan Belanda memperoleh bantuan tentara dan persenjataan dari Semarang sehingga pasukan ketiganya terdesak hingga Tanjung Mandalika (Welahan). Pada pertempuran itu, kapal Tan Kee Wie terkena serangan meriam dari kapal-kapal VOC saat berada di selat Pulau Mandalika dan Ujung Watu pada 5 November 1742. Sisa pasukan China yang dipimpin oleh Raden Panji Margono dan Oey Ing Kiat kocar-kacir dan mundur ke Lasem.<ref name="sam"/><ref name="kin"/><ref name=kimsin/>
Temenggung Martopura memanggil Tan Pan Ciang dan Oei Ing Kiat yang menjadi pemimpin Laskar Cina. Ia menasihati bahwa jika Laskar Cina bermaksud akan perang, mereka diharapkan jangan melawan [[Kasunanan Kartasura|Pemerintah Kartosuro]], karena pemerintahan [[Kasunanan Kartasura|Susuhunan Kartosuro]] ada milik negara. Kalau sampai Laskar Cina berniat akan merebut kekuasaan dari [[Kasunanan Kartasura|Susuhunan Kartosuro]], maka terpaksa pemerintah [[Kasunanan Kartasura|Susuhunan Kartosuro]] akan menumpas mereka hingga ke akar-akarnya. Ia kemudian mengutus Cik Macan dan Muda Tik untuk menemui pimpinan di Tanjung Welahan yang bernama ''Sing She'' secara rahasia, untuk menanyakan apakah ia sanggup melawan Kompeni Belanda dan menjadi komandan mereka. Jika Sing She siap melawan kompeni di Semarang, Temenggung Martopuro tidak segan lagi untuk mengumumkan bahwa dirinya akan melawan kompeni. Cik Macan dan Muda Tik menyanggupi dengan senang hati dan berpesan kepada Temenggung Martopuro, jika mereka kalah dalam peperangan, maka Laskar Cina dengan rela mewariskan harta benda dan keluarga mereka hanya kepada orang jawa.<ref name="titd"/>
 
Sepeninggal Tan Kee Wie, dua bersaudara yang tersisa terus berperang gerilya di sepanjang pesisir Kadipaten Lasem hingga Kadipaten Jepara, lebih dari 100 kilometer. Oei Ing Kiat dicurigai Belanda terlibat dalam peperangan sehingga pangkatnya diturunkan dan gelar Tumenggungnya dicopot. Ia hanya diperkenankan menjadi administrator masyarakat Tionghoa saja.<ref name="ss"/><ref name=kimsin/>
Atas perantaraan Tumenggung Martopuro yang memerintah wilayah [[Kabupaten Grobogan|Grobogan]] dan restu dari [[Raden Mas Garendi|Sri Susuhunan Kertasura]], '''Tan Pan Ciang''' dan '''Oei Ing Kiat''' membentuk pasukan di Kota Lasem. Mereka bermarkas di Desa Puwun kemudian bergerak menuju [[Welahan, Jepara|Welahan]] untuk bergabung dengan pemimpin perlawanan pasukan China. Pasukan berjumlah sekitar 200 orang tersebut menyerang [[Kota Semarang|Semarang]], dikenal sebagai '''Perang Kuning'''.<ref name="sam"/>
 
===Akhir perang===
Kerjasama laskar Cina dengan pribumi berhasil menghancurkan tangsi Kompeni di Rembang pada tanggal 21 Juli 1741. Namun, setelah pasukan Belanda memperoleh bantuan tentara dan persenjataan dari Semarang, perlawanan ini dapat dikalahkan.<ref name="kin"/> Mereka kalah dalam hal persenjataan dan terdesak hingga Tanjung Mondoliko (Welahan).<ref name="sam"/> Oei Ing Kiat dicurigai Belanda terlibat dalam peperangan sehingga pangkatnya diturunkan dan gelar Tumenggungnya dicopot. Ia hanya diperkenankan menjadi administrator masyarakat Tionghoa saja.<ref name="ss"/>
Pada tahun 1750, Raden Panji Margono kembali merencanakan pemberontakan terhadap VOC dengan didukung oleh warga Tionghoa.<ref name="ss"/> Karena berniat melindungi Semarang, Pakubowono II membocorkan rencana penyerangan mereka ke pihak Belanda sehingga Raden Margono dan Oei Ing Kiat tewas dalam pertempuran.<ref>Suara Pembaruan. 24 Januari 2009. [http://epaper.suarapembaruan.com/?iid=20660&startpage=page0000016 Tionghoa dalam Sejarah Indonesia].</ref> Namun, tindakanTindakan Pakubuwono II justruini akhirnya membuatnya ditinggalkankehilangan dukungan para pengikutnya yang anti-[[VOC]] dan akhirnya [[Kasunanan Kartasura]] hancur diserang pasukan pemberontak. Tan Kee Wie gugur di Selat Mandalika, Jepara, disusul Oei Ing Kiat di Layur, Lasem-Utara, dan terakhir Raden Panji Margono Tedjokusumoputro di Karangpace Narukan Lasem pada tahun 1750.<ref name=jejak/>
 
Pada bulan Agustus 1750, pasukan keduanya dikepung oleh pasukan Belanda dari Semarang (arah barat) dan prajurit Kadipaten Tuban (arah timur). Dalam pertempuran Lasem itu, Oey Ing Kiat gugur dalam pengepungan di Desa Layur (Lasem-utara) sementara Raden Panji Margono meninggal dalam penyerangan di Dukuh Karangpace, Desa Narukan. Jenasah keduanya secara berurutan dimakamkan di Gunung Bugel Lasem dan Desa Dorokandang.<ref name=jejak/><ref name=kimsin/>
===Perang Godho Balik===
Pada tahun 1750, Raden Panji Margono kembali merencanakan pemberontakan terhadap VOC dengan didukung oleh warga Tionghoa.<ref name="ss"/> Karena berniat melindungi Semarang, Pakubowono II membocorkan rencana penyerangan mereka ke pihak Belanda sehingga Raden Margono dan Oei Ing Kiat tewas dalam pertempuran.<ref>Suara Pembaruan. 24 Januari 2009. [http://epaper.suarapembaruan.com/?iid=20660&startpage=page0000016 Tionghoa dalam Sejarah Indonesia].</ref> Namun, tindakan Pakubuwono II justru membuatnya ditinggalkan para pengikutnya yang anti-[[VOC]] dan akhirnya [[Kasunanan Kartasura]] hancur diserang pasukan pemberontak. Tan Kee Wie gugur di Selat Mandalika, Jepara, disusul Oei Ing Kiat di Layur, Lasem-Utara, dan terakhir Raden Panji Margono Tedjokusumoputro di Karangpace Narukan Lasem pada tahun 1750.<ref name=jejak/>
 
==Kultus==
Baris 28 ⟶ 26:
Untuk memperingati kepahlawanan Tan Kee Wie, Oei Ing Kiat, dan Tan Pan Ciang, masyarakat Tionghoa di Lasem mendirikan Kelenteng ''Tan Oei Ji Siang Sen'' atau ''[[Gie Yong Bio|Gi Yong Kong Bio]]'' (lit. Kelenteng Kebenaran dan Keberanian)<ref name="ss"/> pada tahun 1780an.
 
Menurut penuturan para orang tua di Lasem, setelah pertempuran berakhir, Tan Kee Wie yang juga seorang ahli ukir bermimpi bahwa di sungai Juana terdapat dua batang kayu yang terapung. Kedua batang kayu tersebut tidak bisa diambil oleh siapapun meskipun banyak yang menginginkan. TanSi Keeahli Wieukir diperintahkan dalam mimpi tersebut untuk mengambil kedua batang kayu dan mengukirnya menjadi patung Tan PanOei Tjiang dan OeiJi IngSian KiatSeng sebagai pengingat bagi anak dan cucunya.<ref name="titd">TITD Tri Murti Lasem. [http://titdtrimurtilasem.blogspot.com/ Sejarah Klenteng Gie Yong Kong Babagan]. Terjemahan ringkas dari buku Babad Tanah Jawi, Jilid 23, hal. 11-16. Percetakan Balai Pustaka, 1940, Seri No. 1289 V, oleh Temenggung Martopura.</ref> Kisah ini berkebalikan dengan versi lain yang menyebutkan bahwa Tan Kee Wie merupakan pahlawan pertama yang gugur pada saat perang Godho Balik.
 
Makam Oei Ing Kiat dipercaya berada di kompleks pemakaman Gunung Bugel, Desa [[Warugunung, Pancur, Rembang]]. Makam tersebut dikeramatkan oleh masyarakat sekitar, bahkan sering dikunjungi oleh penduduk berbagai daerah, terutama setiap malam Jumat dan Minggu pagi.<ref>jl-80. 24 Mei 2003. [http://www.suaramerdeka.com/harian/0305/24/dar25.htm Ratusan Orang Kunjungi Makam Kuno]. Harian Umum Suara Merdeka.</ref>