Kelenteng Gie Yong Bio: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
blog bukan sumber tepercaya
Okkisafire (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 47:
| references =
}}
'''Kelenteng Gie Yong Bio''' merupakan salah satu [[kelenteng|tempat peribadatan umat Tridharma]] yang berlokasi di Kota [[Lasem, Rembang]]. Sebagai kota awal pendaratan masyarakat Tionghoa di tanah Jawa, Lasem juga memiliki dua bangunan kelenteng yang lain, yaitu [[Po An Bo]] dan [[Cu An Kiong]].<ref name=merdeka>Djamal A. Garhan. 30 Januari 2003. Harian Suara Merdeka, [http://www.suaramerdeka.com/harian/0301/30/dar13.htm Perayaan Imlek Dilakukan Sederhana].</ref> Namun, Klenteng Gie Yong Bio memiliki keistimewaan karena kelenteng ini didirikan untuk menghormati tiga pahlawan Lasem, yaitu [[Chen Huang Er Xian Sheng|Tan Kee Wie, Oey Ing Kiat]], dan Tan Pan Ciang. Tan Pan Ciang sendiri diyakini merupakan nama samaran dari [[Panji Margono|Raden Panji Margono Tedjokusumoputro V]], sehingga klenteng Gie Yong Bio dianggap sebagai satu-satunya klenteng di Indonesia yang memiliki [[Kongco]] pribumi.<ref name=jejak>Chris dan Riy. Jejaknews online. [http://www.jejaknews.com/?p=18139 Satu Satunya Di Dunia Kongco Pribumi Klenteng Gie Yong Bio Lasem].</ref> Penghormatan Raden Panji Margono sebagai [[Shen|dewa]] oleh komunitas Tionghoa di Lasem dapat disebut unik di seluruh Indonesia, selain menjadi bukti persahabatan leluhur kedua komunitas.<ref name=long>Chendong Long. Editor: 王海波. 31 Maret 2012. China News Network, [http://www.chinanews.com/hr/2012/03-31/3789598.shtml 印尼拉森的庙堂文化:悠久历史充满华人气息]. {{zh}}</ref>
 
Selain Gie Yong Bio, masih terdapat beberapa kelenteng lain yang memuja pahlawan budaya beretnis non-Tionghoa, meskipun tidak dipuja sebagai [[Kongco]]. Misalnya adalah Klenteng Tridharma Weleri yang memiliki rupang [[Baron Sekeber|Baron Skeder]] dan [[Sin Tek Bio]] yang memiliki altar untuk [[Imam Sudjono|Raden Mas Imam Sudjono]].
Baris 57:
Pada tahun [[1740]], masyarakat Tionghoa di [[Batavia]] melakukan pemberontakan melawan pemerintahan Belanda. Pemberontakan etnis tersebut mempengaruhi hampir seluruh [[Pulau Jawa]], meskipun akhirnya berhasil ditekan oleh [[VOC]]. Kota Lasem sendiri menjadi basis terakhir pemberontakan. Pada peristiwa itu, etnis Jawa dan Tionghoa bekerja sama.<ref name=long/>
 
Raden Panji Margono yang sempat menjabat sebagai Adipati Lasem (1714-1727) mengikat tali persaudaraan dengan penggantinya, Mayor Oei Ing Kiat, yang menjabat sebagai Adipati Lasem pada tahun 1727-1750. Keduanya juga menjalin persaudaraan dengan guru kungfu di Lasem pada masa itu, yaitu Tan Kee Wie. Ketiganya mengobarkan ''Perang Godho Balik'' untuk melawan pasukan Kompeni, yaitu perang gerilya di sepanjang pesisir Kadipaten Lasem hingga Jepara, dan sering memasok dana serta perlatanperalatan perang kepada [[Pangeran Sambernyowo]] (Mangkunegara I dari Surakarta) selama tahun 1972 hingga 1950. Belanda mendatangkan bala bantuan pasukan dari Batavia, Semarang, dan Surabaya untuk menekan pemberontakan yang terjadi, hingga akhirnya Tan Kee Wie gugur di Selat Mandalika, Jepara, disusul Oei Ing Kiat di Layur, Lasem-Utara, dan terakhir Raden Panji Margono Tedjokusumoputro di Karangpace Narukan Lasem pada tahun 1750. Untuk menghargai jasa-jasa kepahlawanan ketiganya, masyarakat Tionghoa di Lasem membangun klenteng Gie Yong Bio sebagai monumen peringatan. Ketiganya dihormati sebagai [[Kongco]] dan dibuat rupangnya untuk diletakkan di atas altar. Rupang Oey Ing Kiat dan Tan Kee Wie diletakkan berdampingan dan disebut dengan nama [[Tan Oei Ji Sian Seng]] (menurut dialek [[Hokkien]]), sementara rupang Raden Panji Margono diletakkan pada altar khusus yang terpisah.<ref name=jejak/>
 
===Pemindahan dan pemugaran===