Siauw Giok Tjhan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k clean up, replaced: beliau → ia (2) using AWB
Baris 1:
[[Berkas:Siauw giok tjhan.jpg|right|thumb|Siauw Giok Tjhan]]
'''Siauw Giok Tjhan''' ({{lahirmati|[[Kapasan, Simokerto, Surabaya]], [[Jawa Timur]]|23|3|1914|[[Leiden]], [[Belanda]]|20|11|1981}}) adalah seorang [[politikus]] [[pejuang]] dan tokoh gerakan [[kemerdekaan]] [[Indonesia]] dari golongan [[Tionghoa-Indonesia]].
 
Ayahnya bernama Siauw Gwan Swie, seorang [[Tionghoa peranakan|peranakan]] dan ibunya Kwan Tjian Nio, seorang [[Tionghoa totok|totok]]. Memiliki adik bernama Siauw Giok Bie. Siauw pernah menjadi ketua umum [[Baperki]], Menteri Negara, anggota BP [[KNIP]], anggota parlemen [[Republik Indonesia Serikat|RIS]], [[parlemen]] RI sementara, anggota DPR hasil [[pemilu]] 1955/anggota Majelis Konstituante, anggota [[DPRGR]]/[[MPR-S]], dan anggota [[DPA]]. Salah satu warisan buah karya Siauw ialah [[Universitas Trisakti]] yang dulu didirikan oleh '''Baperki''' dengan nama '''Universitas Res Publika''', <!-- sebelum dirampas oleh Sindhunata dan --> yang kemudian diubah namanya menjadi Universitas Trisakti. Siauw Giok Tjhan wafat di [[Belanda]] pada tanggal 20 November 1981, beberapa menit sebelum memberikan ceramah di [[Universitas Leiden]].
 
Siauw sejak kecil sudah mempunyai watak perlawanan atas penghinaan dan ketidakadilan yang menimpa diri dan kelompok etnisnya. Saat itu, ejekan "cina loleng" sering sekali dilayangkan oleh kelompok anti-Tionghoa untuk merendahkan orang-orang Tionghoa. Begitulah, dengan kemahiran [[kung-fu]] yang dipelajari dari kakeknya, memungkinkan Siauw Giok Tjhan untuk berkelahi melawan anak-anak [[Belanda]], [[Indo]], dan [[Ambon]] yang mengejek dirinya. Istilah "cina loleng" adalah salah satu penghinaan yang biasa dilontarkan untuk [[etnis]] Tionghoa. Keteguhan dan kekerasan [[jiwa]] dalam memperjuangkan keadilan tumbuh dalam lingkungan hidup yang harus dihadapi. Terutama setelah kedua orang tuanya meninggal dalam usia muda, ia terpaksa melepaskan sekolah begitu selesai [[HBS]], untuk mencari nafkah meneruskan hidupnya bersama adik tunggalnya, Siauw Giok Bie yang masih harus meneruskan sekolah itu.
Baris 13:
Pada saat ia dilantik menjadi [[menteri negara]] Urusan Minoritas oleh [[Kabinet]] [[Amir Syarifudin]], Siauw yang belum mendapatkan mobil menteri, hanya bisa naik andong ([[kereta]] [[kuda]]) untuk ke Istana. Tapi malang, ternyata andong dilarang memasuki halaman [[Istana]], terpaksa ia turun dari andong dan dengan jalan kaki masuk [[Keraton Yogyakarta]]. Pada saat itu ia juga terbentur dengan masalah rumah tinggal. Ternyata tidak ada perumahan pemerintah yang bisa diberikan kepadanya sebagai menteri [[negara]]. Pada saat itu, menteri yang datang dari luar Yogyakarta, boleh tinggal di [[Hotel]] Merdeka. Tapi untuk menghemat pengeluaran uang negara, Siauw memilih tinggal di gedung kementerian negara, di Jalan Jetis, Yogya, dan harus tidur di atas meja tulis.
 
Kesederhanaan hidup sehari-hari, sebagaimana biasa kemana-mana hanya mengenakan baju kemeja-tangan pendek, yang lebih sering terlihat hanya berwarna putih, celana-drill pantalon dan bersepatu sandalet saja itu, beliauia harus berkali-kali dianggap sebagai orang kere yang tidak perlu dilayani oleh noni-noni pejabat administrasi kenegaraan Indonesian pada saat beliauia harus menemui Menteri-Menteri atau [[Presiden]]-[[Direktur]] [[Bank]]. Tapi, itulah pembawaan Siauw yang sangat bersahaja, yang dikagumi oleh kawan-kawan maupun lawan-lawan politiknya.
 
 
Salah satu warisan buah karya Siauw ialah Universitas Trisakti yang dulu didirikan oleh Baperki dengan nama Universitas Res Publika, yang kemudian diubah namanya menjadi Universitas Trisakti.
Baris 32 ⟶ 31:
Menurut Siauw Giok Tjhan, kecintaaan seseorang terhadap Indonesia, tidak bisa diukur dari [[nama]], [[bahasa]] dan [[kebudayaan]] yang dipertahankannya, melainkan dari tindak tanduk dan kesungguhannya dalam berbakti untuk Indonesia. Konsep ini kemudian diterima oleh [[Bung Karno]] pada tahun 1963, yang secara tegas menyatakan bahwa golongan Tionghoa adalah suku Tionghoa dan orang Tionghoa tidak perlu mengganti namanya, ataupun agamanya, atau menjalankan kawin campuran dengan suku non-Tionghoa untuk berbakti kepada Indonesia.
 
Oleh karena itu Siauw Giok Tjhan menentang konsep asimilasi yang dikembangkan oleh Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa (LPKB), dibawah kepemimpinan [[Kristoforus Sindhunata]] pada awal 1960-an. LPKB yang dimotori oleh para politisi katolik seperti [[Harry Tjan Silalahi]], [[Onghokham]] dsb mencanangkan [[asimilasi]] sebagai "[[terapi]]" penyelesaian masalah Tionghoa. Dengan asimilasi mereka bermaksud golongan Tionghoa menghilangkan ke-Tionghoaan-nya dengan menanggalkan semua [[kebudayaan]] Tionghoa, mengganti nama-nama Tionghoa menjadi nama-nama Indonesia dan kawin campur antar ras. Dengan demikian, golongan Tionghoa tidak lagi bereksistensi sebagai golongan terpisah dari golongan mayoritas. Kalau ini dijalankan, LPKB menyatakan, lenyaplah [[diskriminasi rasial]].
 
Siauw tidak menentang proses asimilasi yang berjalan secara suka-rela dan wajar. Yang ia tentang adalah proses pemaksaan untuk menghilangkan identitas sebuah golongan, karena menurutnya usaha ini bisa meluncur ke genosida, seperti yang dialami oleh golongan [[Yahudi]] pada masa [[Perang Dunia]] ke II.
 
Putra bungsu Siauw Giok Tjhan yang bernama [[Siauw Tiong Djin]] menyatakan bahwa efek samping dari penerapan konsep [[Asimilasi]] yang pada awalnya dipercaya mempunyai maksud baik, namun pada saat pelaksanaannya oleh penguasa [[Orde Baru]], kebijakan asimilasi itu dijadikan [[Undang-Undang]] dan peraturan [[pemerintah]] yang bentuknya memaksa, sehingga timbulah larangan yang kita alami selama 32 tahun tersebut. Sejarah membuktikan bahwa akibat dari itu semua akhirnya meledak pada [[Kerusuhan Mei 1998]], dimana terjadi pembunuhan, penjarahan dan pemerkosaan terhadap kelompok [[minoritas]] Tionghoa.
Baris 58 ⟶ 57:
== Partai Tionghoa Indonesia ==
 
Siauw Giok Tjhan memasuki kancah politik nasional Indonesia melalui proses pembentukan '''Partai Tionghoa Indonesia''' (PTI) yang dipelopori oleh Liem Koen Hian pada tahun [[1932]]. Berusia 18 tahun, Siauw menjadi salah seorang pendiri PTI termuda. PTI berkembang sebagai aliran terbaru di dalam komunitas Tionghoa di zaman Hindia Belanda. Ia mendorong semua Tionghoa di kawasan [[Hindia Belanda]], terutama yang lahir di sana, untuk menerima Indonesia sebagai tanah airnya. Argumentasinya, menurut perspektif masa kini, sangat masuk di akal. Orang Tionghoa pada umumnya lahir, hidup dan meninggal di Indonesia. Setelah hidup bergenerasi, kaitan dengan [[Tiongkok]] semakin berkurang.
 
PTI mendukung berdirinya '''GERINDO''' (Gerakan Rakyat Indonesia) pada tanggal 18 Mei 1937, yang berdasarkan keputusan [[Kongres]] di [[Palembang]], menerima Oei Gee Hwat (Sekretaris Pengurus Besar PTI) menjadi salah seorang pengurus '''GERINDO'''. Ketika itu, [[GERINDO]] dibawah pimpinan [[A.K. Gani]], Amir Syarifudin, [[Mohammad Yamin]] dan lain lain melanjutkan usaha perjuangan tokoh-tokoh [[PNI]], [[Partindo]], yang di-[[Digul]]-kan dan masih dalam pembuangan. Jadi, GERINDO menjalankan garis demokrasi yang mengutamakan perlawanan terhadap [[fasisme]] dan tidak mempersoalkan warna-kulit yang berbeda, bisa membuka pintu untuk menerima etnis Tionghoa.
Baris 66 ⟶ 65:
Siauw Giok Tjhan dianggap sebagai tokoh yang memperjuangkan hak komunitas Tionghoa. Akan tetapi sebenarnya ia senantiasa bersandar atas prinsip yang dianugrahi PTI sejak tahun 1932, yaitu pemecahan masalah Tionghoa tidak terpisahkan dari masalah [[nasional]] Indonesia. Karena prinsip ini, Siauw Giok Tjhan kerap melontarkan pandangan-pandangan, di dalam bidang politik, sosial dan ekonomi, yang sifatnya membenahkan struktur Indonesia secara keseluruhan.
 
Pada tahun 1950-an, Siauw tekun menyebar-luaskan pandangannya dalam hal pengembangan [[ekonomi domestik]]. Pada hakekatnya, ia menganjurkan dilaksanakannya sebuah kebijakan ekonomi [[pemerintah]] yang menyuburkan pada usaha yang dikelola oleh para pedagang Indonesia tanpa memandang latar belakang ras si [[pedagang]].
 
Argumentasinya, [[modal]] domestik ini sangat dibutuhkan untuk membangun ekonomi Indonesia dan pengkonsolidasian usaha domestik akan mempercepat kemakmuran yang bisa diarahkan kemerataannya.
 
Siauw menentang digalakkannya usaha-usaha raksasa yang dikelola oleh kekuatan [[multi-nasional]] karena menurutnya keuntungan usaha semacam ini, yang diperoleh dari [[eksploitasi]] kekayaan negara akan ditarik keluar dari Indonesia. Ia beranggapan kebijakan ekonomi yang membunuh usaha domestik dan membangun jaringan multi-nasional akan merugikan Indonesia.
 
Bilamana modal domestik dikembangkan, ia berargumentasi, keuntungan yang diperoleh akan dipergunakan oleh para pengusaha domestik untuk mengembangkan usahanya, sehingga Indonesia secara keseluruhan memperoleh faedahnya.
Baris 77 ⟶ 76:
Pada tahun 1950-an, pandangan ekonomi Siauw cukup banyak ditentang oleh beberapa [[tokoh]] [[PKI]] di parlemen, seperti [[Sakirman]]. Mereka mempromosikan konsep ekonomi sosialisme yang menghendaki kapitalisme dikikis habis.
 
Kedekatan Siauw dengan [[Bung Karno]] dan para tokoh politik di zaman [[Demokrasi Terpimpin]] memungkinkan pandangan ekonomi ini masuk ke dalam kebijakan ekonomi yang tercantum di dalam [[Garis Besar Haluan Negara]] [[(GBHN)]] tahun 1964.
 
Sayangnya kebijakan ini tidak pernah dilaksanakan karena kekuasaan politik beralih ke tangan [[Soeharto]] lebih tertarik ke arah Kapitalisme.
 
<!-- diarahkan untuk menyuburkan usaha-usaha multi-nasional dan pelaksanaan kebijakan ini dinodai oleh praktek-praktek [[KKN]].
 
[[Kebijakan ekonomi]] Indonesia memang tidak bisa dikatakan sepenuhnya searah dengan apa yang pernah dicanangkan Siauw. Pengembangan usaha domestik dianjurkan berkembang dan memperoleh penekanan secara struktural yang cukup menggembirakan.
 
Pelaksanaannya masih jauh dari sempurna dan kepincangan [[ekspor]] dan [[impor]] kian menunjukkan bahwa keseriusan dalam bidang ini tidak nampak. Berbeda dengan kebijakan ekonomi yang dirangkul oleh [[Republik Rakyat Cina]]. Perkawinan ekonomi sosialisme dan kapitalisme yang berlangsung di RRT telah memungkinkan ia mempercepat proses kemakmuran di dalam negeri dan ia berkembang sebagai kekuatan ekonomi dunia yang terpandang.
 
Siauw Giok Tjhan diingat orang sebagai seorang tokoh yang senantiasa memiliki ke-positif-an di dalam arti sesungguhnya. Akan tetapi, ia pasti kecewa melihat masih belum terwujudnya beberapa impian yang ia perjuangkan. Indonesia yang dicintainya masih belum sepenuhnya berbentuk a [[citizenhip based nation]].
 
Praktek-praktek [[diskriminasi]] masih merajalela. Pelaksanaan hukum masih menyimpang dari prinsip [[Rule of Law]]. KKN masih tetap meraja-lela sehingga kemakmuran yang merata tidak terwujud. Dan sebagian besar komunitas Tionghoa masih tetap apatis terhadap perjuangan politik untuk memperbaiki Indonesia secara keseluruhan yang sebenarnya menjamin perbaikan nasibnya sendiri. -->