Suhardi Somomoeljono: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fasya Frinanda (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Fasya Frinanda (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 26:
Nasehat ini diinsyafi dengan baik oleh Suhardi. Berbagai organisasi lalu ia ikuti, internal maupun organisasi ekternal kampus. Berbagai kegiatan organisasi pula ia jadikan pula sebagai tempat belajar lain, selain di bangku kuliah. Tercatat, Suhardi pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa, Wakil Ketua Senat Mahasiswa dan juga Sekretaris BKK. Sementara di eksternal, ia juga tercatat aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).<br />
'''== Kehidupan Organisasi'''<br />==
 
Pemikiran Suhardi Somomoeljono mulai berkembang. Ia banyak belajar bagaimana mengelola satu lembaga dan sekaligus belajar menyelesaikan persoalan-persoalan. Saat menjadi Wakil Ketua Senat pada tahun 1981-1982, satu persoalan yang menyita perhatian civitas akademik adalah munculnya stigma bahwa UII adalah kampus ekstrimis. Suhardi dan kawan-kawan sampai menghadirkan sosok Soetomo ke UII untuk memberi ceramah demi meredam anggapan tersebut. Banyak yang tidak setuju dengan keputusan itu karena terkesan akan mengarah kepada kekuasaan. Namun, keputusan tetap diambil untuk tetap melaksanakan langkah itu. saat itu, mereka sudah sampai pada pemikiran bahwa alumni UII umumnya jadi pejabat dan kader bangsa sehingga justru tidak boleh mengambil jarak dengan kekuasaan.<br />
Baris 32:
Kegandrungan berorganisasi terus juga berlanjut setelah ia tamat kuliah. Saat ini, Suhardi menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI), Ketua atau Profesionil Chairman Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) dan Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) .<br />
 
'''== Profesi Advokat'''<br />==
 
Tersemai sejak kecil ingin menjadi advokat, Suhardi Somomoeljono mulai menapaki karir itu setelah menyelesaikan kuliahnya di UII pada tahun 1985. Banyak hal yang menginspirasi Suhardi menetapkan memegang teguh cita-cita menjadi advokat. Saat masih kecil, tepatnya kelas 3 SD, ia sempat melihat bagaimana kakek dan ayahnya menyelesaikan satu kasus pencurian. Pencurian dengan obyek 2 buah ketela itu dilakukan oleh seseorang yang disebabkan karena istrinya yang hamil besar dan mau melahirkan. Si pencuri sendiri adalah masyarakat dengan kondisi sangat miskin. Kakek Suhardi yang seorang Lurah dan berlatarbelakang pendidikan Belanda cukup keras terhadap si pencuri. Sebaliknya, meski seorang militer sang ayah justru membela si pencuri dengan mengemukakan berbagai argumen. Suhardi kagum melihat tindakan sang ayah. Setelah melalui perdebatan, akhirnya si pencuri tidak jadi dihukum. Hanya dimarahi dan diminta mengembalikan satu buah ketela, sedangkan satu lainnya boleh dibawa pulang.<br />