Niat salat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
SkullSplitter (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
SkullSplitter (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Niat [[Salat]]''' ([[Bahasa Arab|Arab]]:<font size=4> نية الصلاة </font> '''''Niyyat as-Sholat''''') adalah sebuah konsep yang mengacu pada keinginan dalam [[Hati (simbol)|hati]], untuk melakukan suatu tindakan yang ditujukan hanya kepada [[Allah]].<ref>World Faiths, Teach yourself - Islam by Ruqaiyyah Maqsood. ISBN 0-340-60901-X. Page 51.</ref>
 
== Dua pendapat mengenai pelafalan niat ==
===Pendapat pertama===
Diantara sekelompok [[muslim]] ada yang melafalkan niat adapula yang tidak, dan menurut pendapat mayoritas [[ulama]] adalah tidak melafalkan.<ref>Al -Qodhi Abu Ar -Rabi Sulaiman Ibnu As Syafi’i, ia berkata: “Mengeraskan bacaan niat atau mengeraskan bacaan [[Qur’an]] di belakang imam, bukan termasuk [[sunnah]], bahkan makruh hukumnya. Jika membuat berisik jama’ah yang lain, maka haram. Yang berpendapat bahwa mengeraskan niat itu hukumnya sunnah, itu salah. Tidak halal baginya atau bagi yang lain berbicara tentang agama Allah Ta’ala tanpa ilmu (dalil). </ref><ref>Abu Abdillah Muhammad bin Al Qasim At Tunisi Al -Maliki, ia berkata: “Niat itu termasuk amalan hati., Mengeraskannyamengeraskannya bid’ah. Lebih lagi jika perbuatan itu membuat berisik orang lain”lain.”</ref> Kemudian pendapat pertama ini diperkuat dengan hadits dari [[Aisyah|‘Aisyah]] yang dinukilkan oleh [[Imam Syafi'i]] dan dicatat oleh [[Imam Muslim]], rasulallahbahwa [[Nabi]] [[Muhammad]] memulai [[salat]] dengan takbir.<ref>Hadits dari ‘Aisyah Radhiallahu’anha, ia berkata: “Biasanya rasulallah {{saw}} memulai shalatnya dengan takbir” (HR. Muslim, no.498)</ref> [[Abdullah bin Umar]] pun mengatakan hal yang sama.<ref>Dari Abdullah bin Umar ia berkata: “Aku“Saya melihat nabi {{saw}} memulai shalatnya dengan takbir, lalu mengangkat kedua tangannya.” (HR. Bukhari no.738).</ref>
 
[[Qadhi Abu Rabi’ As Syafi'i]] seorang pembesar ulama [[mahzab Syafi'i|bermahzab Syafi'i]] mengatakan, “Mengeraskan niat dan bacaan di belakang imam bukanlah bagian dari [[sunnah]]. Bahkan ini adalah sesuatu yang dibenci, jika ini mengganggu jamaah [[shalat]] yang lain maka hukumnya haram.”<ref>(Al -Qoulul Mubin, Hal.91).</ref>
 
Niat termasuk perbuatan hati maka tempatnya adalah di dalam hati, bahkan semua perbuatan yang hendak dilakukan oleh manusia, niatnya secara otomatis tertanam di dalam hatinya.
 
Menurut pendapat pertama ini adalah setiap ibadah seharusnya mengikuti tuntunan dari Nabi Muhammad (اَلْاِتِّبَاعُ ''Alal-Ittiba’ittiba’''). Maka setiap ibadah yang diadakan secara baru yang tidak pernah diajarkan atau dilakukan ([[bid'ah]]) oleh Nabi Muhammad maka ibadah itu tertolak, walaupun pelakunya tadi seorang muslim yang niatnya ikhlas karena Allah dalam beribadah (''Mukhlismukhlis'').
 
===Pendapat kedua===
Pendapat kedua membolehkan adanya pelafalan niat dalam melaksanakan salat baik wajib ataupun sunnah. Pendapat ini dari ulama [[mazhab Syafi'i]] yang lainnya. Mereka menyatakan perlunya menyertakan pengucapan dalam niat shalat. Ulama itu adalah Syaikh Salim bin Samir Al-Hadlrami dan Syaikh Abu Abdil Mu’thi Muhammad Nawawi Al-Jawi, mereka berpendapat "...dan tempatnya niat adalah hati dan pengucapan niat hukumnya sunah..." Sementara alasannya hanya dengan penjelasan bahwa "Pengucapan niat dengan lisan untuk membantu kemantapan hati".<ref>Pendapat Syaikh Salim bin Samir Al-Hadlrami dan Syaikh Abu Abdil Mu’thi Muhammad Nawawi Al-Jawi tertuang dalam kitab Safinah hal. 19.</ref>
 
Pendapat kedua memakai hadits dalil analogi (''qiyas'') ketika Nabi Muhammad sedang melakukan ibadah [[haji]].<ref>Dari Anas berkata: Saya mendengar rasullah {{saw}} mengucapkan, “''Labbaika'', saya sengaja mengerjakan [[umrah]] dan [[haji]].” (HR. Muslim).</ref>
 
Menurut pendapat kedua niat memiliki aspek niat, di antaranya itu ada 3 hal:
# Diyakini dalam hati;
# Diucapkan dengan lisan (tidak perlu keras sehingga dapat mengganggu orang lain atau bahkan menjadi [[ijma]]);
# Dilakukan dengan amal perbuatan.