Kota Cirebon: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
menambah catatan sejarah dan referensi dari kasepuhan, kompas dan buku nina lubis tahun 2000. |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 61:
| utc_offset_DST =
| blank_name_sec1 =[[Bahasa di Indonesia|Bahasa resmi]]
| blank_info_sec1 = [[Bahasa Indonesia|Indonesia]], [[Bahasa Cirebon|Cirebon]], [[Bahasa Sunda Cirebon|Sunda Cirebon]] (menurut Peta Budaya Provinsi Jawa Barat, penggunaan ragam dialek bahasa Sunda terpusat di sekitar kelurahan Pekiringan, kecamatan Kesambi)<ref>Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2003</ref><ref>Peta Budaya Provinsi Jawa Barat Tahun 2011</ref>
|area_code = +62 231
|kecamatan = 5
Baris 67:
| latd=6 |latm=41 |lats=|latNS=S
| longd=108 |longm=33 |longs=|longEW=E
| Suku Bangsa = Cirebon
| Agama = Islam
| website =
| footnotes =
}}
'''Kota Cirebon''' adalah salah satu [[kota]] yang berada di [[Provinsi]] [[Jawa Barat]], [[Indonesia]].
Kota ini berada di pesisir utara Pulau [[Jawa]] atau yang dikenal dengan jalur [[pantura]] yang menghubungkan [[DKI Jakarta|Jakarta]]-Cirebon-[[Semarang]]-[[Surabaya]].
Pada awalnya Cirebon berasal dari kata ''sarumban''<ref>[http://lipsus.kompas.com/aff2012/read/2010/01/19/16303565/caruban.nagari.menengok.cirebon.di.masa.silam]|Caruban Nagari, Menengok Cirebon di Masa Silam</ref>, Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang kemudian diberi nama ''Caruban''<ref>{{cite book |last=Pangeran Arya Carbon |first= |editor= |others= |title=Purwaka Caruban nagari: (asal mula berdirinya negara Cerbon) |url= |date=1978 |publisher=Penyalur Tunggal Pustaka Nasional Sudiam |location= |chapter= }}</ref> (carub dalam [[Bahasa Cirebon|bahasa Cirebon]] artinya bersatu padu). Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa diantaranya [[Sunda]], [[Jawa]], [[Tionghoa
Selain karena faktor penamaan tempat penyebutan kata ''cirebon'' juga dikarenakan sejak awal mata pecaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon ''(udang kecil)'' di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi atau yang dalam [[Bahasa Cirebon|bahasa Cirebon]] disebut ''(belendrang)'' yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang sebutan ''cai-rebon'' (bahasa sunda : air rebon), yang kemudian menjadi cirebon<ref>Hariwijaya. M. 2007. Kerajaan - Kerajaan Islam di Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani</ref>.
|