Ruwat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ibensis (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
===Pengertian===
 
Ruwat dalam [[budaya]] masyarakat [[Jawa]] dan [[Sunda]] merupakan suatu [[tradisi]] yang sering disebut dengan penyucian. Diruwat, berarti disucikan. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk meminta keselamatan pada leluhur, dan penunggu serta penguasa yang ada. Segala macam benda bahkan makhluk hidup dapat diruwat, termasuk manusia. Contohnya ruwatan desa, negara, rumah baru, maupun anak.
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]-->Dalam
masyarakat Jawa,ritual ruwat dibedakan dalam tiga golongan besar yaitu :
 
1.      
Ritual ruwat untuk diri sendiri.
 
2.      
Ritual ruwat untuk lingkungan.
 
3.      
Ritual ruwat untuk wilayah.
 
Pada umumnya, pangruwatan Murwa Kala dilakukan dengan pagelaran pewayangan yang
membawa cerita Murwa Kala dan dilakukan oleh dalang khusus memiliki kemampuan
dalam bidang ruwatan. Pada ritual pangruwatan, bocah sukerta dipotong rambutnya
dan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kesialan dan kemalangan sudah menjadi
tanggungan dari dalang karena anak sukerta sudah menjadi anak dalang. Karena
pagelaran wayang merupakan acara yang dianggap sakral dan memerlukan biaya yang
cukup banyak, maka pelaksanaan ruwatan pada zaman sekarang ini dengan pagelaran
wayang dilakukan dalam lingkup pedesaan atau pedusunan.
 
Proses
ruwatan seperti yang diterangkan ini bisa ditujukan untuk seseorang yang akan
diruwat, namun pelaksanaannya pada siang hari. Sedangkang untuk meruwat lingkup
lingkungan, biasanya dilakukan pada malam hari. Perbedaan pemilihan waktu
pelaksanaan pagelaran ditentukan melalui perhitungan hari dan pasaran.
 
Tradisi
“upacara /ritual ruwatan” hingga kini masih dipergunakan orang jawa, sebagai
sarana pembebasan dan penyucian manusia atas dosanya/kesalahannya yang
berdampak kesialan didalam hidupnya. Dalam cerita “wayang“ dengan lakon
Murwakala pada tradisi ruwatan di jawa ( jawa tengah) awalnya diperkirakan
berkembang didalam cerita jawa kuno, yang isi pokoknya memuat masalah
pensucian, yaitu pembebasan dewa yang telah ternoda, agar menjadi suci kembali,
atau meruwat berarti: mengatasi atau menghindari sesuatu kesusahan bathin
dengan cara mengadakan pertunjukan/ritual dengan media wayang kulit yang
mengambil tema/cerita Murwakala.
 
Dalam
tradisi jawa orang yang keberadaannya dianggap mengalami nandang sukerto/berada
dalam dosa, maka untuk mensucikan kembali, perlu mengadakan ritual tersebut.
Menurut ceriteranya, orang yang manandang sukerto ini, diyakini akan menjadi
mangsanya Batara Kala. Tokoh ini adalah anak Batara Guru (dalam cerita wayang)
yang lahir karena nafsu yang tidak bisa dikendalikannya atas diri DewiUma, yang
kemudian sepermanya jatuh ketengah laut, akhirnya menjelma menjadi raksasa,
yang dalam tradisi pewayangan disebut “Kama salah kendang gumulung “. Ketika
raksasa ini menghadap ayahnya (Batara guru) untuk meminta makan, oleh Batara
guru diberitahukan agar memakan manusia yang berdosa atau sukerta. Atas dasar
inilah yang kemudian dicarikan solosi, agar tak termakan Sang Batara Kala ini
diperlukan ritual ruwatan. Kata Murwakala/purwakala berasal dari kata purwa
(asalmuasal manusia) ,dan pada lakon ini, yang menjadi titik pandangnya adalah
kesadaran : atas ketidak sempurnanya diri manusia, yang selalu terlibat dalam
kesalahan serta bisa berdampak timbulnya bencana (salah kedaden).
 
Untuk
pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala biasanya diperlukan perlengkapan
sebagai berikut :
 
1.
Alat musik jawa ( Gamelan )
 
2.
Wayang kulit satu kotak ( komplit )
 
3.
Kelir atau layar kain
 
4.
Blencong atau lampu dari minyak
 
==Latar Belakang==