Purwodadi, Barat, Magetan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up, replaced: Beliau → Ia (3), beliau → ia (25) using AWB |
sejarah desa Purwodadi |
||
Baris 1:
Pada zaman dahulu desa Purwodadi sebenarnya adalah sebuah hutan , dan didirikanlah sebuah pemukiman penduduk hingga berdiri sebuah Kadipaten yang megah pada saat itu,
bangunan Kadipaten yang dengan luas kurang lebih sekitar 4 hektar. Berdirinya
Kadipaten ini menunjukan bahwa Purwodadi pada waktu itu memiliki peran penting
terhadap Kabupaten Magetan pada masa Perang Diponegoro berlangsung. Sebuah desa
yang terletak di perbatasan Kecamatan Barat dan Kecamatan Karangrejo, dan
memiliki letak lapangan yang sangat strategis yang dahulunya ini adalah sebuah
alun-alun kota pada saat Kadipaten Purwodadi masih aktif.
Semenjak
kedatangan para priyayi dari Puro Mangkunegaran yang bernama ''Raden Ahmad'', daerah hutan tersebut
dirubahnya menjadi sebuah pemukiman penduduk. Beliau adalah seorang bangsawan
dari Praja Mangkunegaran yang kalah perang dengan kompeni Belanda, karena pada
saat itu daerah Jawa Tengah telah menjadi daerah yang rawan serangan kompeni
Belanda. Raden Ahmad mendapat saran dari Adipati Semarang untuk pergi ke daerah
Gunung Lawu, akhirnya beliau dan para pengikutnya menerima masukan tersebut dan
pergi ke arah Gunung Lawu ditemani dengan ''Raden
Damar'' putra dari Adipati Semarang, setelah sampai disekitaran Gunung Lawu,
Raden Damar memberi saran kepada Raden Ahmad untuk berhenti dan mendirikan sebuah
pemukiman di daerah tersebut. Seiring berjalannya waktu pemukiman semakin hari
semakin ramai dan kedatangan rombongan bangsawan dari Yogyakarta dan meminta
izin untuk menidirikan sebuah Kadipaten di daerah ini karena telah dibaginya
sistem pemerintahan di Magetan menjadi 7 daerah kekuasaan oleh Belanda.
Bangsawan tersebut bernama ''Pangeran
Dipokusumo/R.M Dipokusumo/R.M Dipoatmodjo'', beliau datang bersama dengan
para pengikutnya dan menjadi Adipati sebelum diangkatnya ''R. Ng Mangunnegoro'' sebagai Adipati di Kadipaten Purwodadi setelah
“Perjanjian Sepreh”, karena R.M Dipokusumo yang harus mengikuti perang di
berbagai daerah bersama dengan ayahnya Pangeran Diponegoro melawan kompeni
Belanda. Pangeran Dipokusumo adalah anak kedua dari ''B.P.H Diponegoro/Pangeran Diponegoro/R.M Ontowirjo/Sultan Erujtokro Sayidin''
''Panatagama ''dari isteri pertamanya ''R. Ay Retno Madubrongto''. Kadipaten
tersebut diberi nama Kadipaten Purwodadi, nama Purwodadi berasal dari kata ''“Purwo”'' yang berarti ''“wiwitan”'' dan ''“dadi”'' yang berarti ''“dumadi”'',
dengan maksut awal berdirinya sebuah Kadipaten.
Politik
devide et impera Hindia Belanda, menghasilkan sebuah Perjanjian “Perjanjian
Sepreh” pada tanggal 3-4 Juli 1830 atau tanggal 12-13 bulan suro 1758 tahun Je.
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang dipimpin oleh Raad Van Indie Mr.Pieter
Markus, Ridder Van de Orde Van de Nederlandsche leeuw, Commisaris ter Regelling
de Vorstenlanden dalam rangka mengatur daerah-daerah Mancanegara Timur
Kasunanan Surakarta atau Kasultanan Yogyakarta.
Pertemuan itu diikuti oleh semua bupati se-wilayah Mancanegara Wetan, pertemuan
dilaksanakan di Desa Sepreh, Kabupaten Ngawi. Pada Pertemuan itu Hindia Belanda
mengharuskan semua bupati Mancanegara Wetan untuk menolak kekuasaan Sultan Yogyakarta dan Susuhunan Surakarta dan harus
tunduk kepada pemerintah Belanda di Batavia.
Dan
akhirnya, pertemuan tersebut menghasilkan sebuah “Perjanjian Sepreh Tahun
1830” yang ditandatangani dengan teraan-teraan cap dan bermaterai oleh 23
Bupati dari residensi kediri dan residensi Madiun, dengan disaksikan oleh Raad
Van Indie, Komisaris yang mengurus daerah-daerah keraton serta tuan-tuan Van
Lawick Van Pabst dan J.B. de Solis, residen Rembang. Berdasarkan persetujuan
tersebut mulai saat itu Nederlandsch Gouverment melaksanakan pengawasan
tertinggi dan menguasai daerah-daerah mancanegara.
''Sejak tahun
1830 Kabupaten Magetan menjadi daerah jajahan Belanda. Pada masa itu yang
menjabat Bupati Magetan adalah R.T. Sasrawinata (wafat tahun 1837). Kabupaten
Magetan dipecah menjadi 7 daerah Kabupaten , yaitu :''
''1.
Bupati R.T. Sasrawinata'' ''2.
Bupati R.T. Purwawinata'' ''3.
Bupati R.T. Sastradipura'' ''4.
Genengan) dengan Bupati R.T. Sasraprawiro yang berasal dari Madura.'' ''5.
dengan Bupati R.T. Sastradirya'' ''6.
ditinggalkan oleh Bupati wedana R. Ronggo Prawiradirja), Bupatinya R.T. Yudaprawiro.'' ''7.
Kabupaten Purwodadi, Bupatinya R.
Ngabehi Mangunprawiro (sejak tahun 1825 disebut R. Ngabehi Mangunnagara).''
Pada
tanggal 31 Agustus 1830, atau hampir dua bulan setelah Perjanjian Sepreh,
pemerintahan Hindia Belanda mulai mengadakan penataan-penataan /
pengaturan-pengaturan atas kabupaten-kabupaten
yang telah berada dibawah pengwaasan dan kekuasaanya. Tentang penataan ini
dapat dilihat dalam surat pemerintahan Hindia Belanda Y1.La.A.No.1, Semarang,
31 Agustus 1830, yang berisikan tentang hasil konperensi dari Gubernur Jendral
dengan komisaris-komisaris yang mengurus / mengatur daerah-daerah keraton.
''Dari hasil konferensi tersebut, kemudian keluar satu
keputusan tentang rencana dari Pemerintah Hindia Belanda, yang antara lain
menerangkan bahwa:''
''Pertama : Menentukan bahwa daerah mancanegara
bagian timur akan terdiri dari dua residensi, yaitu Residensi Kediri dan Residensi
Madiun''
''Kedua
<nowiki>:</nowiki> Bahwa Residensi Madiun akan terdiri dari kabupaten-kabupaten: Magetan,
Poerwodadie, Toenggoel, Magetan, Gorang-gareng, Djogorogo, Tjaruban dan
kabupaten Kecil di wilayah sekitar Madiun lainnya. baik batas dari
kabupaten-kabupaten maupun distrik juga akan diatur kemudian.''
''Ketiga :
Bahwa Residensi Kediri akan terdiri dari kabupaten-kabupaten :Kedirie,
Kertosono, Ngandjoek, Berbek, Ngrowo dan Kalangbret. Dan selanjutnya dari
Distrik-dastrik Blitar, Trenggalek, Kampak dan yang lebih ke Timur sampai dengan
batas-batas dari Malang: baik batas dari Kabupaten-kabupaten maupun
Distrik-distrik juga akan diatur kemudian.''
Pada tahun 1870 kabupaten Purwodadi
dihapuskan. ''Berturut-turut yang menjabat
Bupati di Purwodadi setelah ”Perjanjian Sepreh” adalah :''
·
''R. Ng. Mangunprawiro alias R. Ng.
Mangunnagara''
·
''R. T. Ranadirja''
·
''R. T.
Sumodilaga''
·
''R. T.
Surakusumo''
·
''R. M. T.
Sasranegara (1856-1870)''
Pada waktu permulaan perang Diponegoro di daerah Madiun, para Bupati
di wilayah Madiun yang memimpin perang sebagai Panglima daerah adalah sebagai
berikut :
''- Raden Mas Tumenggung
Prawirodirjo ( saudara sepupu Pangeran Diponegoro )''
''- Raden Mas Tumenggung
Prawirosentiko, Bupati kepala II di Tunggul/ Wonokerto''
''- Raden Mas Tumenggung
Surodirjo, Bupati Keniten''
''- Raden Mas Tumenggung
Yudoprawiro, Bupati Maospati''
''- Raden Mas Tumenggung
Yudokusumo, Bupati Muneng''
''- Raden Mas Tumenggung
Surodiwiryo, Bupati Bagi''
''- Raden Ngabehi
Mangunprawiro, Bupati Purwodadi''
'' ''
Pemimpin peperangan
yang berasal dari Madiun ada dua orang yaitu : ''Mas Kartodirjo dan Raden Ngabehi
Mangunprawiro'', putra ''Raden Tumenggung
Mangunnegoro'' yang telah gugur dalam medan perang, selaku panglima perang
Pangeran Diponegoro. Awal perang terjadi di Kota Ngawi, Kawuh, Gerih dan Kudur
Bubuk semuanya di perbatasan Kabupaten Madiun.
Kemudian, setelah Kadipaten Purwodadi dihapuskan,
Purwodadi menjadi daerah kademangan yang dipimpin oleh seorang ''“Demang”'' yang bernama ''R. Madijosentono''. Oleh demang R.
Madijosentono, Purwodadi dibaginya menjadi 2
desa yang bernama :
1. Temulus, yang dipimpin oleh ''Sastro Gatok''
2. Purwodadi, yang dipimpin oleh ''Marto Ikromo''
Setelah beberapa bulan menjabat kedua kepala desa
tersebut meninggal dunia dan digantikan oleh ''Riwuk'' untuk desa Purwodadi dan ''Martowidjojo
''untuk desa Temulus. Tidak lama kemudian Riwuk mengundurkan diri dan
digantikan oleh ''R.M Kromoredjo ( Mbah
Gong )'' yang ditunjuk langsung oleh ''R.M.A
Kertohadinegoro ( Gusti Ridder )'' seorang bupati Magetan, sedangkan kepala
desa Temulus meninggal dunia dan digantikan oleh ''Pontjoredjo.'' R.M Kromoredjo adalah cucu dari ''R.M Dipokusumo'' dari puteranya yang bernama ''R.M Dipokromo''. Beliau menjabat sebagai lurah desa Purwodadi dari
tahun 1902 sampai 1920. Pada masa kepemimpinannya datanglah seorang bangsawan
dari Yogyakarta yang bernama ''R.M Papak (
Gusti Papak )'' yang ingin mendiami bangunan bekas Kadipaten Purwodadi.
Beliau merupakan cucu dari Nyi Ageng Serang dan sama-sama sentono dalem ''Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
''yang membantu dalam proses perang Diponegoro. Namun niat tersebut
digagalkan oleh R.M Kromoredjo/Mbah Gong, kemudian bangunan pendopo ageng
beserta bangunan-bangunan lainya didalam tembok Kadipaten Purwodadi dibongkar
dan dibawa Belanda untuk menambahi sebuah bangunan di kantor Residensi Madiun. Tidak
hanya itu, pada zaman penjajahan Jepang, Jepang
memiliki akal tidak baik dan ingin memanfaatkan batu bata bekas kadipaten ini
untuk dibuat bangunan Bandara di Surabaya. Karena waktu itu yang memegang alih
bekas Kadipaten ini adalah R.M Kromoredjo/Mbah Gong, Jepang pun meminta ijin
kepada Mbah Gong. Dengan rasa berat hati, beliau memberi ijin penjajah Jepang
untuk membawa batu bata pagar dari bekas kadipaten ini karena Jepang memintanya
dengan paksaan. Namun setelah dibawa oleh penjajah Jepang, dalam perjalanannya
menurut cerita dari para pegawai Jepang ada beberapa hal keanehan yang terjadi.
Sesampainya batu bata di Surabaya, banyak dari pekerja dan penjajah Jepang yang
meninggal misterius. Mereka banyak yang meninggal dengan keadaan perut buncit
dan akhirnya meledak. Banyak dari mereka yang bermimpi aneh yang menyuruh untuk
mengembalikan batu bata ini ke asalnya. Dalam mimpi mereka konon kalau batu
bata ini tidak dikembalikan ke asalnya di desa Purwodadi, maka tempat yang
dibangun dengan menggunakan batu bata ini akan menjadi tempat yang angker dan
memakan banyak korban sampai meninggal dunia. Setelah berakhirnya
jabatan Mbah Gong sebagai kepala desa Purwodadi, keluarlah sebuah peraturan
yang menerangkan bahwa kedua desa tersebut digabungkan menjadi satu dan
dipimpin oleh lurah yang bernama ''Toredjo''.
Pada tahun 1953 lurah Toredjo menngundurkan diri karena sudah berusia lanjut
dan digantikan oleh ''R. Losodihardjo''.
Tahun 1968 lurah desa Purwodadi meninggal
dan diadakan pemilihan kepala desa, kemudian dimenangkan oleh ''R. Karmo''. Beliau menjabat sebagai kepala
desa sampai tahun 1990, dan diadakanlah pemilihan kepala desa yang dimenangkan
oleh ''R. Latianto''. Setelah 8 tahun
menjabat, diadakanlah pemilihan kepala desa pada tahun 1998 dan dimenangkan
oleh ''R. Didik Diarto'', beliau menjabat
kepala desa selama dua periode sampai tahun 2013. Pada tanggal 20 Oktober 2013
diadakan pemilihan kepala desa dan dimenangkan oleh ''R. Ngt Suci Minarni'' yang merupakan kepala desa perempuan pertama di desa Purwodadi.
|