Suhardi Somomoeljono: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fasya Frinanda (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Fasya Frinanda (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 14:
| occupation = [[Pengacara]]
}}
Lahir di Trenggalek, 6 September 1959 sebagai anak keenam dari 10 bersaudara. Ia adalah keturunan para [[pejuang]] [[kemerdekaan]]. Kakeknya yang pernah menjadi [[Lurah]], ikut andil menentang penjajahan [[Belanda]] pada masa [[Budi Utomo]]. Darah pejuang itu lalu turun ke ayah Suhardi yang berprofesi sebagai [[tentara]]. Ia ikut berperang melawan [[penjajahan]] sejak jaman [[Jepang]]. Di samping itu, ajaran [[Islam]] tumbuh subur di keluarga ini sejak lama. Ayah Suhardi yang meski seorang [[tentara]], ternyata juga dikenal sebagai pribadi religius yang memiliki latar belakang lulusan pesantren di Trenggalek. Di tengah keluarga seperti inilah, Suhardi tumbuh. Maka wajar kalau jiwa nasionalis-religius sudah tertanam dalam diri Suhardi sejak kecil.<br />
 
Suhardi Somomoeljono menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SDN 1 Trenggalek. Selanjutnya ia diboyong ke Madiun, tempat ayahnya kemudian bertugas. Di daerah ini pula pendidikan tingkat menengah pertama dan menengah atas ia selesaikan, tepatnya di SMP ABRI Madiun dan SMAN 2 Madiun.
Pindah ke Madiun membawa perkenalan Suhardi dengan [[Universitas Islam Indonesia]] (“UII”). Saat itu, kampus bersejarah ini memang membuka cabang di Madiun untuk Fakultas Syari’ah dan Fakultas Tarbiyah. Paham mengenai latar belakang berdirinya UII, ayahnya pun banyak bercerita. Dari perihal tentang pendirian UII yang merupakan prakarsa anak bangsa sekaligus para pejuang kemerdekaan, tentang keinginan [[Bung Karno]] menjadikan UII sebagai universitas terbesar di [[Asia]] sampai perihal posisi UII yang merupakan cikal bakal beberapa kampus ternama di [[Yogyakarta]], semua diceritakan kepada Suhardi. Lantaran sering mendapat cerita, keinginan untuk menempuh kuliah di UII sudah mantap dalam dirinya jauh sebelum lulus SMA. Benar saja, setelah lulus, Suhardi sudah tidak lagi memikirkan kampus lain sebagai tempat melanjutkan studinya selain UII. Pilihan Fakultas Hukum sendiri merupakan saran dari orang tuanya. Meski di Madiun ada Fakultas Syari’ah dan Tarbiyah, Suhardi justru diminta untuk berangkat ke Yogyakarta, masuk FH UII.<br />
 
== Masa Kuliah ==
Baris 30:
== Kehidupan Organisasi ==
[[Berkas:JA dan Ketua HAPI.jpg|thumb|Ketua Umum HAPI Bertemu Dengan Jaksa Agung]]
Pemikiran Suhardi Somomoeljono mulai berkembang. Ia banyak belajar bagaimana mengelola satu lembaga dan sekaligus belajar menyelesaikan persoalan-persoalan. Saat menjadi Wakil Ketua Senat pada tahun 1981-1982, satu persoalan yang menyita perhatian civitas akademik adalah munculnya stigma bahwa UII adalah kampus ekstrimis. Suhardi dan kawan-kawan sampai menghadirkan sosok [[Soetomo]] ke UII untuk memberi ceramah demi meredam anggapan tersebut. Banyak yang tidak setuju dengan keputusan itu karena terkesan akan mengarah kepada kekuasaan. Namun, keputusan tetap diambil untuk tetap melaksanakan langkah itu. saat itu, mereka sudah sampai pada pemikiran bahwa alumni UII umumnya jadi pejabat dan kader bangsa sehingga justru tidak boleh mengambil jarak dengan kekuasaan.<br />
 
Kegandrungan berorganisasi terus juga berlanjut setelah ia tamat kuliah. Saat ini, Suhardi menjabat sebagai Ketua Umum [[Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI)]], Ketua atau Provisional Chairman Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) dan [[Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI)]] .<br />
 
== Profesi Advokat ==
[[Berkas:21763.jpg|thumb|Suhardi Somomoeljono Dengan Euricco Gueterres]]
Tersemai sejak kecil ingin menjadi [[advokat]], Suhardi Somomoeljono mulai menapaki karir itu setelah menyelesaikan kuliahnya di UII pada tahun 1985. Banyak hal yang menginspirasi Suhardi menetapkan memegang teguh cita-cita menjadi advokat. Saat masih kecil, tepatnya kelas 3 SD, ia sempat melihat bagaimana kakek dan ayahnya menyelesaikan satu kasus pencurian. Pencurian dengan obyek 2 buah ketela itu dilakukan oleh seseorang yang disebabkan karena istrinya yang hamil besar dan mau melahirkan. Si pencuri sendiri adalah masyarakat dengan kondisi sangat miskin. Kakek Suhardi yang seorang Lurah dan berlatarbelakang pendidikan Belanda cukup keras terhadap si pencuri. Sebaliknya, meski seorang militer sang ayah justru membela si pencuri dengan mengemukakan berbagai argumen. Suhardi kagum melihat tindakan sang ayah. Setelah melalui perdebatan, akhirnya si pencuri tidak jadi dihukum. Hanya dimarahi dan diminta mengembalikan satu buah ketela, sedangkan satu lainnya boleh dibawa pulang.<br />
 
Kebijaksanaan ini menginspirasi Suhardi kelak akan menjalani aktivitas sebagai pembela. Ia sangat senang melihat ada masyarakat yang dibela. Apalagi masa kecil suami Sri Sadiyani Utami ini diwarnai berbagai pemberontakan sehingga membela orang lain ia anggap sebagai sesuatu yang luar biasa. Suhardi bahkan memberanikan diri menolak permintaan orang tuanya untuk menjadi hakim beberapa saat setelah lulus kuliah.<br />
 
Berselang dua tahun sejak kelulusannya, 1987, ia membuka kantor hukum di Yogyakarta bernama Suhardi Somomoeljono & Assosiates. Kantor ini lalu pindah ke [[Jakarta]] pada tahun 1993.<br />
 
Rentang waktu lebih dari 25 tahun menjalankan profesi sebagai [[pengacara]], Suhardi telah menangani hampir semua bidang kasus, baik kecil maupun besar dan menyita perhatian publik. Dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, [[Munir]], ia mendampingi tersangka [[Pollycarpus Budihari Priyanto]] sampai bebas pada tahun 2007 silam. Itu setelah MA menyatakan mantan pilot [[Garuda Indonesia]] itu tidak terbukti melakukan pembunuhan.<br />
 
Tidak hanya dalam menangani kasus, sepakterjang Suhardi Somomoeljono sebagai advokat juga mendapat pengakuan dari teman sejawat. Dengan berbagai jabatan yang diemban di organisasi advokat, lulusan Magister Hukum [[Universitas Padjajaran]] ini sejatinya termasuk inisiator pembentukan UU Advokat. Dengan begitu, seluk beluk organisasi keadvokatan secara umum persis ia ketahui.
 
== Pranala luar ==