Filsafat Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 34:
‘Filsafat [[India]]’ juga masih sedikit yang mengkaji. Dari survei, hanya ada satu karya saja yang ditemukan dan mengkaji ‘Filsafat India Klasik’, itupun hanya sebatas ikhtisar sejarah, seperti karya Harun Hadiwidjono yang berjudul ''Sari Filsafat India''. Sedangkan yang mengkaji ‘Filsafat India Modern’ sudah cukup banyak, di antaranya ialah R. Wahana Wegig yang mengkaji Filsafat Etika dari Mahatma Gandhi dalam karyanya ''Dimensi Etis Ajaran Gandhi''.
 
Yang cukup menarik dipelajari ialah karya orisinal hasil dari pembauran antara Filsafat Etnik Indonesia dengan Filsafat India atau hasil dari paduan antara Buddhisme dan Hinduisme, yang dinamakan ‘Filsafat India-Indonesia’. Filsafat ini adalah hasil eksperimen filosofis dari beberapa filsuf kreatif dari Indonesia, yang menghasilkan corak filosofis yang menarik dan orisinil. Sambhara Suryawarana, seorang penulis kitab suci Buddhisme yang hidup di kerajaan Medang Hindu di sekitar tahun [[929]]-[[947]], memuji-muji raja Sindok yang Hindu di dalam kitab suci Buddha yang dikarangnya, ''[[Sang Hyang Kamahayanikan]]''. Mpu Prapañca ([[1335]]-[[1380]]) menulis buku ''[[Negarakertagama]]'' dan ''[[Kakawin Ramayana]]''. ''Kakawin Ramayana'' ialah terjemahan [[wiracarita|epik]] Hindu-India yang disesuaikan dengan alam pikiran Indonesia primitif, sementara ''Negarakertagama'' ialah karya puisi epik berbahasa Jawa Kuna yang menjelaskan filsafat yang dianut Kertanagara ([[1268]]-[[1292]]), seorang raja terbesar dari Dinasti Singhasari, yang memadukan filsafat Siwaisme-Hindu dengan [[Buddhisme]]. Sedangkan [[Mpu Tantular]], seorang pengarang yang hidup di masa pemerintahan Hayam Wuruk ([[1350]]-[[1389]]), menulis buku ''[[Kakawin Sutasoma]]'', yang memadukan filsafat Buddhisme dengan Siwaisme-Hindu.
 
Raja [[Dharmawangsa]] ([[991]]-[[1006]]) pernah memerintahkan penerjemahan ''[[Mahabharata]]'' ke bahasa Jawa Kuno—tindakan yang memungkinkan masuknya alam pikiran primitif Jawa ke dalam wiracarita Hinduisme-India itu. Juga raja Jayabaya ([[1130]]-[[1160]]), yang memerintahkan penyaduran ''[[Kakawin Bharatayudha]]'' versi India menjadi versi Jawa, untuk menggambarkan perang saudara antara Jayabaya (sebagai [[Pandawa]]) dengan sepupunya Jenggala (sebagai Kurawa). Bahkan, raja Indra ([[782]]-[[812]]) dari Sailendra membangun Candi [[Borobudur]] yang bertingkat 9, untuk memuja arwah 9 keluarga moyangnya dalam perjalanan mereka menuju [[Nirvana]].
 
Raja [[Dharmawangsa]] ([[991]]-[[1006]]) pernah memerintahkan penerjemahan ''[[Mahabharata]]'' ke bahasa Jawa Kuno—tindakan yang memungkinkan masuknya alam pikiran primitif Jawa ke dalam wiracarita Hinduisme-India itu. Juga raja Jayabaya ([[1130]]-[[1160]]), yang memerintahkan penyaduran ''[[Kakawin Bharatayudha]]'' versi India menjadi versi Jawa, untuk menggambarkan perang saudara antara Jayabaya (sebagai [[Pandawa]]) dengan sepupunya Jenggala (sebagai Kurawa). Bahkan, raja Indra (782-812) dari Sailendra membangun Candi [[Borobudur]] yang bertingkat 9, untuk memuja arwah 9 keluarga moyangnya dalam perjalanan mereka menuju Nirvana.
====Filsafat Jepang====
‘Filsafat Jepang’ masih jarang dikaji. Hanya dua karya ditemukan yang ditulis filsuf Indonesia mengenai cabang filsafat ini: pertama, karya Tun Sri Lanang yang berjudul ''Busido'', dan kedua, karya Irmansyah Effendi yang berjudul ''Rei Ki: Teknik Efektif untuk Membangkitkan Kemampuan Penyembuhan Luarbiasa Secara Seketika''.