Samaun Bakri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jayrangkoto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Jayrangkoto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 9:
| birth_place = {{negara|Belanda}} [[Kurai Taji, Nan Sabaris, Padang Pariaman|Kurai Taji]], [[Padang Pariaman]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{Death date and age|1948|10|1|1908|4|28}}
| death_place = {{negara|Indonesia}} Bukit Punggur, [[Lampung Tengah]]
| nationality = {{negara|Indonesia}} [[Indonesia]]
| other_names =
| alma_mater =
| occupation = [[JurnalisWartawan]], Wakil [[Residen]] [[Banten]]
| known_for = - Pejuang kemerdekaan Indonesia<br>- Kawan kepercayaan [[Soekarno]]
| religion = [[Islam]]
Baris 20:
| parents = Bagindo Abu Bakar<br>Siti Syarifah
}}
'''Samaun Bakri''' ({{lahirmati|[[Kurai Taji, Nan Sabaris, Padang Pariaman|Kurai Taji]], [[Padang Pariaman]], [[Sumatera Barat]]|28|4|1908|[[Lampung Tengah]]|1|10|1948}}) adalah seorang [[wartawan]] dan pejuang kemerdekaan [[Indonesia]].
 
Samaun merupakan teman akrab, kurir ataudan utusan kepercayaan presiden pertama Indonesia, [[Soekarno]]. Ia pernah bertugas sebagai Wakil [[Residen]] [[Banten]].<ref name="historia.co.id">[http://historia.co.id/artikel/persona/1480/Majalah-Historia/Samaun_Bakri,_Utusan_dan_Kepercayaan_Sukarno "Samaun Bakri, Utusan dan Kepercayaan Sukarno"] ''Majalah Historia'', 07-10-2014. Diakses 31-12-2014.</ref><ref name="korantransaksi.com">[http://korantransaksi.com/yahya-ganti-sh-sandang-datuk-tamin-alam-generasi-ke-14-bijo-raji-ulakan-tapakis/ "Yahya Ganti SH Sandang Datuk Tamin Alam, Generasi Ke-14, Bijo Raji Ulakan Tapakis"] ''Korantransaksi.com'', 17-11-2011. Diakses 31-12-2014.</ref>
 
== Riwayat perjuangan ==
Pada awal 1926, Samaun muda bekerja di kantor [[residen]] [[Kota Padang|Padang]], namun tidak lama kemudian ia keluar karena tidak suka dengan keangkuhan orang [[Belanda]]. Semangat anti-penjajahannya kemudian membuat ia menjadi aktifis[[aktivis]] di berbagai [[partai politik]] di Sumatera Barat, seperti [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI), [[Partai Syarikat Islam Indonesia]] (PSII), dan [[Persatuan Muslim Indonesia]] (Permi). Ia kemudian bergabung dengan [[ormas]] [[Muhammadiyah]] setelah partai-partai politik pergerakan dibubarkan pemerintah kolonial.<ref name="historia.co.id"/>
 
Perjuangan Samaun juga dilakukan melalui [[media massa]] dengan menjadi wartawan [[surat kabar]] ''Persamaan'' pada tahun 1929. Ia mengkritik kebijakan pemerintah kolonial sehingga membuat ''kontrolir'' [[Pariaman]], Spits, marah dan mengusir Samaun dari tanah kelahirannya melalui [[Wali Nagari]] Kurai Taji, Moehammad Noer Majolelo yang masih berkerabatber[[kerabat]] dengannya.<ref name="historia.co.id"/>
 
Samaun kemudian disarankan untuk meninggalkan kampung halaman, karena menurut pandangan Wali Nagari Kurai Taji itu Samaun akan menjadi orang besar kalau pergi meninggalkan kampung halaman. Moehammad Noer Majolelo kemudian memberikan bekal senilai tujuh [[ringgit]] sambil berkata: "Samaun, sebenarnya kau terlalu besar, sedang daerah ini terlalu kecil untuk perkembangan bakatmu. Lebih baik kau pergi ke kota besar. Ini uang sekadar biaya. Pergilah!. Saya aman dari semburan Spits dan kau bisa berkembang, mungkin nanti kau jadi orang besar".<ref name="historia.co.id"/>
Dengan membawa istrinya, Siti Maryam, dan anaknya, Abdul Muis, Samaun kemudian memulai [[Merantau|perantauannya]] menuju [[Kota Medan|Medan]], namun tak lama kemudian ia hijrah ke [[Kota Bengkulu|Bengkulu]]. Di kota ini Samaun aktif sebagai anggota Muhammadiyah dan sebagai wartawan pada surat kabar ''Sasaran''. Ia kemudian mendirikan surat kabar ''Penabur'' setelah media sebelumnya dibreideldi[[breidel]] oleh pemerintah kolonial Belanda. Samaun juga pernah menjadi wakil majelis pemuda Muhammadiyah daerah Bengkulu.<ref name="historia.co.id"/>
Semasa di Bengkulu inilah Samaun berperan sebagai pimpinan dalam penyambutan Soekarno ketika tempat pengasingannya dipindahkan ke Bengkulu dari [[Kota Ende|Ende]], [[Nusa Tenggara Timur|Nusa Tenggara]], pada [[14 Februari]] 1938. Selanjutnya, ia pun berteman akrab dan kemudian menjadi orang yang sangat dipercaya oleh Soekarno.<ref name="historia.co.id"/>
 
Ketika [[Jepang]] masuk dan menduduki wilayah [[Nusantara]], Samaun menjadi pembantu [[Mas Mansoer|KH Mas MansyurMansoer]], yang bersama Sukarno, [[Mohammad Hatta]], dan [[Ki Hajar Dewantara]] (Empat Serangkai) memimpin organisasi bentukan Jepang yang bernama [[Putera]] (Pusat Tenaga Rakyat). Ia juga sempat menjadi anggota [[Jawa Hokokai]], organisai bentukan Jepang lainnya.<ref name="historia.co.id"/> Samaun merupakan salah seorang saksi perumusan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia bersama beberapa pejuang muda lainnya, seperti [[Sayuti Melik]], BM[[B.M. Diah]], [[Adam Malik]], dan [[Sukarni]].<ref name="historia.co.id"/>
 
Setelah kemerdekaan, ia sempat menjadi pembantu [[Gubernur Jakarta|Walikota Jakarta]] Soewirjo[[Suwiryo]]. Ketika [[tentara Sekutu]] datang pasca kekalahan Jepang, Samaun dan keluarga hijrah ke [[Jawa Barat]]. Ia aktif sebagai anggota [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP) sebagai wakil dari Jawa Barat, juga sebagai anggota Badan Pekerja KNIP, dan sempat pula menjadi sekretaris penjabat [[Gubernur Jawa Barat]] [[Datuk Djamin|Mr Datuk Djamin|]] merangkap anggota Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) yang memutuskan pembumihangusan [[kota Bandung]] pada [[23 Maret]] 1946. Setahun kemudian Samaun menulis buku ''Setahoen Peristiwa Bandoeng'' untuk mengenang peristiwa yang dikenal sebagai ''[[Bandung Lautan Api]]'' itu. Pada tahun 1947, Samaun dipercaya menjabat sebagai Wakil Residen Banten, yang merupakan bagian dari Jawa Barat.<ref name="historia.co.id"/>
 
Pada tahun 1948, dari [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]] sebagai ibukota negara ketika itu, ia ditugaskan oleh Presiden Soekarno mengambil emas seberat 20 kg dari [[Cikotok, Cibeber, Lebak|Cikotok]], Banten, untuk membeli pesawat ke [[India]]. Ia kemudian berangkat dengan pesawat capung [[Dakota]] RI-002 milik Bobby Earl Freeberg dari lapangan udara Gorda, [[Kota Serang|Serang]], menuju [[Tanjung Karang]], [[Lampung]], namun pesawatnya kemudian rusak dan jatuh di tengah hutan di wilayah [[Lampung Tengah]] ketika dalam perjalanan dari Tanjung Karang menuju [[Kota Bukit Tinggi|Bukit Tinggi]] pada [[1 Oktober]] 1948.<ref name="historia.co.id"/><ref name="korantransaksi.com"/>
 
Seorang pencari rotan menemukan bangkai pesawat tersebut 30 tahun kemudian, tepatnya pada [[14 April]] 1978 di bukit Punggur, Lampung, lalu melaporkan penemuannya kepada Pemerintah Lampung Tengah. Kerangka Samaun bersama empat awak pesawat lainnya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tanjung Karang pada [[29 Juli]] 1978. Ia kemudian dianugerahi [[Bintang MahaputeraMahaputra Utama]] oleh [[pemerintah Indonesia]] pada tahun 2002.<ref name="historia.co.id"/><ref name="korantransaksi.com"/><ref name="matakepri.com">[http://www.matakepri.com/samaun-bakri-ditetapkan-wartawan-perintis-kemerdekaan-menyandang-gelar-bintang-mahaputra-utama/ "Samaun Bakri Ditetapkan Wartawan Perintis Kemerdekaan, Menyandang Gelar Bintang Mahaputra Utama"] ''Matakepri.com'', 31-08-2014. Diakses 31-12-2014.</ref>
 
== Kehidupan pribadi ==
Samaun Bakri lahir pada 28 April 1908 di Nagari Kurai Taji, Padang Pariaman, Sumatra Barat, putra dari pasangan Bagindo Abu Bakar dan Siti Syarifah. Ia menikah tiga kali. Dengan istri pertamanya ia dikaruniai anak yang bernama Abdul Muis. Sedangkan istri ketiganya bernama Siti Maryam. Selain Abdul Muis, Samaun juga punya anak lainnya, diantaranya Fuad S. Bakri.<ref name="historia.co.id"/>
 
Ia menempuh pendidikan menengah pertama di ''Vervolgschool'', lalu di [[Sumatera Thawalib]] [[Kota Padang Panjang|Padang Panjang]]. Selain itu, Samaun juga memperbanyak ilmunya dengan berbagai [[kursus]], sepert kursus ilmu politik, bahasa asing, dan lainnya.<ref name="historia.co.id"/>
 
Samaun juga berperan besar dalam hubungan awal antara Soekarno dengan [[Fatmawati]]. Ketika Soekarno berada di Jakarta setelah bebas dari pengasingan di Bengkulu, Samaun diutus Soekarno untuk membawa pesan dan bingkisan untuk Fatmawati di Bengkulu. Ia bersama [[Abdul Karim OeyOei Tjeng Hien|Abdul Karim Oei]] dan [[Mohammad Djamil|dr. Djamil]] kemudian juga berperan mengurus pernikahan Fatmawati dengan Soekarno pada [[1 Juni]] 1943, yang diwakilkan teman dekatnya, opseter (pengawas) Sarjono. Setelah pernikahan itu, Samaun kemudian membawa dan mengawal Fatmawati dan rombongannya yang terdiri dari orangtua, serta paman dari ibu Fatmawati, Moh. Kancil, yang juga penjahit pakaian Bung Karno saat di Bengkulu, ke Jakarta.<ref name="historia.co.id"/>
 
== Rujukan ==
Baris 54:
 
== Pautan luar ==
* [http://www.matakepri.com/samaun-bakri-ditetapkan-wartawan-perintis-kemerdekaan-menyandang-gelar-bintang-mahaputra-utama/ "Samaun Bakri Ditetapkan Wartawan Perintis Kemerdekaan, Menyandang Gelar Bintang Mahaputra Utama"]<small> ''Matakepri.com'', 31-08-2014. Diakses 31-12-2014.</small>
* [https://www.facebook.com/notes/dasman-djamaluddin/gedung-itu-seakan-akan-bergetar-dengan-pekik-merdeka/10150325438687547?comment_id=19191847&offset=0&total_comments=3 "Gedung Itu Seakan-akan Bergetar dengan Pekik "Merdeka""]<small> ''Facebook.com'', 15-10-2011. Diakses 31-12-2014.</small>
 
{{negara-bio-stub|Indonesia}}
 
[[Kategori:Wartawan Indonesia]]