Kerajaan Sriwijaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
KiagusAdrian (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
KiagusAdrian (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 24:
|image_map_caption = Jangkauan terluas Kemaharajaan Sriwijaya sekitar abad ke-8 Masehi.
|capital = Sriwijaya, Jawa, Kadaram, Dharmasraya
|common_languages = [[Melayu Kuna]], [[Bahasa Palembang Alus|Palembang Alus]] [[Sanskerta]]
|government_type = Monarki
|title_leader = Maharaja
Baris 95:
Berdasarkan berbagai sumber sejarah, sebuah masyarakat yang kompleks dan kosmopolitan yang sangat dipengaruhi alam pikiran Budha Wajrayana digambarkan bersemi di ibu kota Sriwijaya. Beberapa prasasti Siddhayatra abad ke-7 seperti [[Prasasti Talang Tuwo|Prasasti Talang Tuo]] menggambarkan ritual Budha untuk memberkati peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra, anugerah Maharaja Sriwijaya untuk rakyatnya. [[Prasasti Telaga Batu]] menggambarkan kerumitan dan tingkatan jabatan pejabat kerajaan, sementara [[Prasasti Kota Kapur]] menyebutkan keperkasaan balatentara Sriwijaya atas Jawa. Semua prasasti ini menggunakan [[bahasa Melayu Kuno]], leluhur bahasa Melayu dan [[bahasa Indonesia]] modern. Sejak abad ke-7, bahasa Melayu kuno telah digunakan di [[Nusantara]]. Ditandai dengan ditemukannya berbagai prasasti Sriwijaya dan beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno di tempat lain, seperti yang ditemukan di pulau Jawa. Hubungan dagang yang dilakukan berbagai suku bangsa Nusantara menjadi wahana penyebaran bahasa Melayu, karena bahasa ini menjadi alat komunikasi bagi kaum pedagang. Sejak saat itu, bahasa Melayu menjadi ''[[lingua franca]]'' dan digunakan secara meluas oleh banyak penutur di Kepulauan Nusantara.<ref>[http://melayuonline.com/eng/researcher/dig/16/bambang-budi-utomo Melayu Online: Bambang Budi Utomo]</ref>
 
Pada awal berdirinya Kerajaan Sriwijaya, dikenal dua bahasa yang dituturkan. Yaitu ''[[Bahasa Palembang Alus]]'' yang dituturkan didalam lingkungan kerajaan, dan ''[[Bahasa Melayu Kuno]]'' yang dituturkan oleh masyarakat biasa atau diluar lingkungan kerajaan. Pada bahasa Palembang Alus, bahasa ini merupakan bahasa asli setempat (Palembang) yang kosakatanya mempunyai kemiripan dengan bahasa jawa, namun tidak berakar dari bahasa Jawa. Pada masa keruntuhan kerajaan Sriwijaya, keturunan raja atau kerabat raja penutur bahasa palembang alus banyak yang pergi merantau ke Jawa dan mendirikan perkampungan-perkampungan atau kerajan baru. Sehingga bahasa ini menyebar ke Jawa dan berakulturasi dengan bahasa lokal setempat, akhirnya melahirkan bahasa baru yang disebut dengan Bahasa Jawa. Sedangkan bahasa Melayu Kuno adalah bahasa yang merupakan leluhur bahasa Melayu dan Indonesia. Bahasa ini diperkirakan berasal dari Sumatera kemudian menyebar ke seluruh nusantara melalui hubungan dagang. Bahasa ini menjadi alat komunikasi bagi kaum pedagang dan kemudian menjadi lingua franca masyarakat Sriwijaya kecuali di lingkungan kerajaan. Selain kedua bahasa tersebut, masih ada bahasa lainnya yang dituturkan seperti bahasa Sanskerta dan beberapa bahasa yang merupakan bahasa daerah (Suku) lokal di tempat tertentu.
 
Meskipun disebut memiliki kekuatan ekonomi dan keperkasaan militer, Sriwijaya hanya meninggalkan sedikit tinggalan purbakala di jantung negerinya di Sumatera. Sangat berbeda dengan episode Sriwijaya di Jawa Tengah saat kepemimpinan wangsa [[Syailendra]] yang banyak membangun monumen besar; seperti [[Candi Kalasan]], [[Candi Sewu]], dan [[Borobudur]]. Candi-candi Budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera antara lain [[Candi Muaro Jambi]], [[Candi Muara Takus]], dan [[Candi Bahal|Biaro Bahal]]. Akan tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu andesit, candi di Sumatera terbuat dari bata merah.