Kabupaten Sumedang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Raden kanan (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Raden kanan (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 101:
Kemudian ia bergelar Prabu Pagulingan. Sementara kepemimpinan Prabu Gajah Agung kemudian digantikan oleh putranya, Wirajaya, yang lebih dikenal Sunan Pagulingan. Dalam Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, Sunan Pagulingan berkedudukan di Cipameungpeuk.
 
Namun ada pula yang mengisahkan, kedudukan Kerajaan Sumedang Larang pada saat itu berada di Ciguling, Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Sumedang Selatan. Yang jelas, ketiga raja Sumedang Larang yang pertama ini masing-masing berkedudukan di tempat yang berbeda-beda. Ini merupakan suatu gejala, bahwa kerajaan tersebut belum permanen yang dapat ditinggali turun temurun oleh para penerus pemegang kekuasaannya. Keadaan tersebut berlangsung sampai beberapa generasi berikutnya.
Ini merupakan suatu gejala, bahwa kerajaan tersebut belum permanen yang dapat ditinggali turun temurun oleh para penerus pemegang kekuasaannya. Keadaan tersebut berlangsung sampai beberapa generasi berikutnya.
 
Putri Sulung Pagulingan bernama Ratu Ratnasih alias Nyi Mas Rajamantri diperistri [[Sri Baduga Maharaja]]. Karena itu, adiknya bernama Martalaya menggantikan kedudukan ayahnya menjadi penguasa Sumedang yang keempat dengan gelar Sunan Guling.
Baris 132 ⟶ 131:
Daerah kekuasaan Geusan Ulun dapat disimak dari isi surat Rangga Gempol III yang dikirimkan kepada Gubernur Jenderal Willem Van Outhoorn. Surat ini dibuat hari Senin, 2 Rabi'ul Awal tahun Je atau 4 Desember 1690, yang dimuat dalam buku harian VOC di Batavia tanggal 31 Januari 1691.
 
Dalam surat tadi, Rangga Gempol III (Pangeran Panembahan Kusumahdinata VI) menuntut agar kekuasannya dipulihkan kembali seperti kekuasaan buyutnya, yaitu Geusan Ulun. Rangga Gempol III mengungkapkan bahwa kekuasaan Geusan Ulun meliputi 44 penguasa daerah [[Parahyangan|''Parahyangan'']] yang terdiri dari 26 kandaga lanteLante dan 18 umbul.
 
Ke-44 daerah di bawah kekuasaan Geusan Ulun meliputi:
Baris 189 ⟶ 188:
Keempat orang bersaudara, senapati dan pembesar Pajajaran yang diutus ke Sumedang tersebut, yaitu Jaya Perkosa (Sanghyang Hawu); Wiradijaya (Nangganan); Kondang Hapa; dan Pancar Buana (Embah Terong Peot).
 
Dalam Pustaka'' Kertabhumi I/2 ''menceritakan keempat bersaudara itu: ''"Sira paniwi dening Prabu Ghesan Ulun, Rikung sira rumaksa wadyabala, sinangguhan niti kaprabhun mwang salwirnya"'' (Mereka mengabdi kepada [[Prabu Geusan Ulun]]. Di sana mereka membina bala tentara, ditugasi mengatur pemerintahan dan lain-lain), sehingga penobatan Prabu Geusan Ulun sebagai Nalendra penerus Kerajaan Sunda Pajajaran dan Raja Sumedang Larang ke-9 mendapat restu dari 44 penguasa daerah Parahyangan yang terdiri dari 26 Kandaga Lante,'' Kandaga Lante'' adalah semacam Kepala yang satu tingkat lebih tinggi dari pada ''Cutak'' (Camat) dan 18 Umbul dengan cacah sebanyak ± 9000 umpi, untuk menjadi Nalendra baru pengganti penguasa Pajajaran yang telah sirna. ''Pemberian pusaka Pajajaran pada tanggal 22 April 1578 akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Sumedang.''
 
Jaya Perkosa adalah bekas senapati Pajajaran, sedangkan Batara Wiradijaya sesuai julukannya bekas Nangganan. Menurut Kropak 630, jabatan ''Nangganan'' lebih tinggi setingkat dari ''menteri,'' namun setingkat lebih rendah dari ''Mangkubumi.''