Taqiyyuddin an-Nabhani: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Aldnonymous (bicara | kontrib)
k ←Suntingan 36.81.50.216 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Ibensis
Baris 1:
{{noref}}
'''Syekh Muhammad Taqiyyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin [[Yusuf An Nabhani]]''' dilahirkan pada [[1909]] di daerah [[Ijzim]]. Namanya dinisbatkan kepada kabilah Bani Nabhan, yang termasuk orang [[Bangsa Arab|Arab]] penghuni padang sahara di [[Palestina]]. Mereka bermukim di daerah Ijzim yang termasuk wilayah [[Haifa]] di Palestina Utara.
Beliau adalah Abu Ibrahim Taqiyuddin Muhammad bin Ibrahim bin Mushthafa bin Ismail bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad bin Nashiruddin an-Nabhaniy.<!-- Mafhum al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikri al-Islami al-Mu’ashirah, hlm. 140; selebaran dengan judul I’lan li Jami’i asy-Syabab, Hizbut Tahrir, 11 Shafar 1423 H./13 April 2003 M -->
<references group="Lihat. Mafhum al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikri al-Islami al-Mu’ashirah, hlm. 140; selebaran dengan judul I’lan li Jami’i asy-Syabab, Hizbut Tahrir, 11 Shafar 1423 H./13 April 2003 M" />Keluarga an-Nabhaniy termasuk di antara keluarga dari kalangan terhormat (mulia), yang hidup di daerah Ijzim, selatan kota Haifa. Keluarga beliau adalah keluarga yang mulia, yang memiliki kedudukan tinggi dalam hal ilmu pengetahuan dan agama. Nasab keluarga beliau kembali pada keluarga besar atau Bani Nabhan dari Kabilah al-Hanajirah di Bi’r as-Sab’a. Bani (keturunan) Nabhan merupakan orang kepercayaan Bani Samak dari keturunan Lakhm yang tersebar di wilayah-wilayah Palestina. Sedang Lakhm adalah Malik bin ‘Adiy. Mereka memiliki bangsa dan suku yang banyak. Pada akhir abad ke-2 Masehi sekelompok dari Bani Lakhm tiba di Palestina bagian selatan. Bani Lakhm memiliki kebanggaan-kebanggaan yang teragung, dan di antaranya yang terkenal adalah Tamin ad-Dariy ash-Shahabiy.<!-- Hizb at-Tahrir al-Islami, hlm. 35, mengutip dari kitab al-Qabail al-Arabiyah wa Salailiha fi Biladina Filisthin, karya Mushthafa Murad ad-Dibagh, hlm. 134,135, 149 -->
<references group="Hizb at-Tahrir al-Islami, hlm. 35, mengutip dari kitab al-Qabail al-Arabiyah wa Salailiha fi Biladina Filisthin, karya Mushthafa Murad ad-Dibagh, hlm. 134,135, 149" />
 
== Masa kecil ==
== Kelahiran dan Pertumbuhan Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy ==
Ia mendapat didikan ilmu dan [[agama]] di rumah dari [[ayah]]nya sendiri, seorang [[syekh]] yang faqih fid din. Ayahnya seorang pengajar [[ilmu syari'ah|ilmu-ilmu syari'ah]] di Kementerian Pendidikan Palestina. Ibunya juga menguasai beberapa cabang ilmu syari'ah, yang diperolehnya dari ayahnya, Syekh Yusuf bin Ismail bin Yusuf An Nabhani. Ia adalah seorang [[qadi]] ([[hakim]]), [[penyair]], [[sastrawan]], dan salah seorang [[ulama]] terkemuka di daerah [[Turki Utsmani]]. Pertumbuhan Syekh Taqiyyuddin dalam suasana keagamaan yang kental seperti itu mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian dan pandangan hidupnya. Ia telah hafal [[Al Qur'an]] seluruhnya dalam usia yang amat muda, yaitu di bawah usia 13 [[tahun]].
Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dilahirkan di desa Ijzim pada tahun 1909 M. atau 1910 M.. Beliau tumbuh dan besar di rumah yang sangat memperhatikan ilmu dan agama. Ayah beliau Asy-Syaikh Ibrahim an-Nabhaniy adalah seorang syaikh yang ''mutafaqqih fid din'', dan sebagai pengajar ilmu-ilmu syariah di Kementerian Pendidikan Palestina. Sementara ibu beliau juga menguasai beberapa cabang ilmu syariah, yang diperolehnya dari ayahnya, Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy<!-- Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy (1265 H. – 1350 H./1849 M. – 1932 M.). Beliau adalah Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Ismail bin Hasan bin Muhammad an-Nabhaniy asy-Syafi’i. Julukannya Abu al-Mahasin. Beliau seorang penyair, sastrawan, sufi dan salah seorang qadhi yang terkemuka. Nasabnya dinisbatkan pada kabilah Bani Nabhan, satu kabilah Arab di Palestina. Mereka bermukim di daerah Ijzim, wilayah Haifa, Palestina Selatan. Di sinilah beliau dilahirkan dan dibesarkan. Beliau belajar di Al-Azhar, Mesir (1283 – 1289 H.). Beliau memimpin peradilan (qadha’) di Qushbah, Jenin, wilayah Nablus. Kemudian beliau berpindah ke Konstantinopel. Beliau bekerja sebagai redaktur dan editor surat kabar al-Jawanib. Beliau diangkat sebagai qadhi di Kawa Sinjiq, wilayah Moshul. Beliau kebali ke negeri Syam (1269 H.). Beliau berpindah-pindah bekerja di peradilan hingga beliau menjabat sebagai Ketua Mahkamah al-Huquq di Beirut (1305 H.). Di Beirut ini beliau tinggal lebih dari sepuluh tahun. Kemudian beliau pergi ke kota-kota tetangga, ketika itu Perang Dunia I sedang berkecamuk. Lalu beliau kembali ke tempat kelahirannya, Ijzim. Di Ijzim ini beliau wafat, 29 Ramadhan 1350 H. Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy banyak meninggalkan kekayaan intelektual. Beliau menulis di bidang tasawuf, sastra, hadits, sejarah dan tafsir. Di Dar al-Kutub al-Mishriyah ditemukan sekitar 67 kitab karya beliau. Dan sebagian besar kitabnya ditulis ketika beliau tinggal di Beirut, 48 di antaranya telah dicetak, yang sebagian besar dicetak di Beirut dan Kairo. (Lihat. Al-A’lam, Khairuddin Zarkali, Dar al-Ilmi li al-Malayin, Beirut, cet. XV, 2002, juz VIII, hlm. 218; dan Mu’jam al-Muallafin, Umar Ridha Kahalah, Dar Ihya’ at-Turats al-Arabi dan Maktabah al-Mutsna, Beirut, tanpa tahun, juz XXXI, hlm. 275.). -->
<references group="Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy (1265 H. – 1350 H./1849 M. – 1932 M.). Beliau adalah Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Ismail bin Hasan bin Muhammad an-Nabhaniy asy-Syafi’i. Julukannya Abu al-Mahasin. Beliau seorang penyair, sastrawan, sufi dan salah seorang qadhi yang terkemuka. Nasabnya dinisbatkan pada kabilah Bani Nabhan, satu kabilah Arab di Palestina. Mereka bermukim di daerah Ijzim, wilayah Haifa, Palestina Selatan. Di sinilah beliau dilahirkan dan dibesarkan. Beliau belajar di Al-Azhar, Mesir (1283 – 1289 H.). Beliau memimpin peradilan (qadha’) di Qushbah, Jenin, wilayah Nablus. Kemudian beliau berpindah ke Konstantinopel. Beliau bekerja sebagai redaktur dan editor surat kabar al-Jawanib. Beliau diangkat sebagai qadhi di Kawa Sinjiq, wilayah Moshul. Beliau kebali ke negeri Syam (1269 H.). Beliau berpindah-pindah bekerja di peradilan hingga beliau menjabat sebagai Ketua Mahkamah al-Huquq di Beirut (1305 H.). Di Beirut ini beliau tinggal lebih dari sepuluh tahun. Kemudian beliau pergi ke kota-kota tetangga, ketika itu Perang Dunia I sedang berkecamuk. Lalu beliau kembali ke tempat kelahirannya, Ijzim. Di Ijzim ini beliau wafat, 29 Ramadhan 1350 H. Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy banyak meninggalkan kekayaan intelektual. Beliau menulis di bidang tasawuf, sastra, hadits, sejarah dan tafsir. Di Dar al-Kutub al-Mishriyah ditemukan sekitar 67 kitab karya beliau. Dan sebagian besar kitabnya ditulis ketika beliau tinggal di Beirut, 48 di antaranya telah dicetak, yang sebagian besar dicetak di Beirut dan Kairo. (Lihat. Al-A’lam, Khairuddin Zarkali, Dar al-Ilmi li al-Malayin, Beirut, cet. XV, 2002, juz VIII, hlm. 218; dan Mu’jam al-Muallafin, Umar Ridha Kahalah, Dar Ihya’ at-Turats al-Arabi dan Maktabah al-Mutsna, Beirut, tanpa tahun, juz XXXI, hlm. 275.). Ketika saya (Muhammad Muhsin Radhi) mengkompromikan nasab Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dengan nasab kakeknya dari jalur ibu, maka kami perhatikan kedua orang tua Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy ternyata masih sepupu." />Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy adalah salah seorang di antara para ulama yang menonjol di Daulah Utsmaniyah. Asy-Syaikh Taqiyuddin mendapat perhatian dan pengawasan langsung kakeknya dari jalur ibunya, Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhaniy.
 
Syeikh Yusuf an-Nabhani adalah termasuk tokoh sejarah masa akhir [[Khilafah]] [[Utsmaniyah]]. Ia berpendapat bahwa Khalifah Utsmaniyah merupakan penjaga agama dan [[akidah]], simbol kesatuan kaum [[Muslimin]], dan mempertahankan institusi umat. Syeikh Yusuf bertentangan dengan [[Muhammad Abduh]] dalam metode tafsir. Muhammad Abduh menyerukan perlunya penakwilan nas agar tafsir merujuk pada tuntutan situasi dan waktu. Ia juga bertentangan dengan [[Jamaluddin al-Afghani]], Muhammad Abduh dan murid-muridnya yang sering menyerukan reformasi agama. Menurut dia, tuntutan reformasi itu meniru [[Protestan]]. Dalam Islam tidak ada reformasi agama (seperti dalam pemahaman Protestan). Ia juga menentang gerakan [[misionaris]] dan sekolah-sekolah misionaris yang mulai tersebar pada saat itu.
Sungguh, pertumbuhan keagamaan yang dialami Asy-Syaikh Taqiyuddin berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadiannya, orientasi dan pandangan keagamaannya. Beliau telah hafal al-Qur’an di luar kepala sebelum beliau berumur 13 tahun. Beliau sangat terpengaruh dengan kesadaran kakeknya, Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy. Beliau banyak belajar ilmu dari kakeknya yang mulia. Dan dari kakeknya pula, beliau banyak mengerti persoalan-persoalan politik yang penting, dimana kekeknya memiliki keahlian dalam hal ini. Beliau juga banyak belajar dari forum-forum dan diskusi-diskusi fiqih yang diadakan kakeknya, Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy, khususnya diskusi tentang orang-orang yang telah mengidolakan peradaban Barat. Kakeknya telah melihat tanda-tanda kecerdasan dan kejeniusannya, yaitu ketika Asy-Syaikh Taqiyuddin ikut dalam forum-forum ilmu tersebut. Sehingga perhatian sang kakek kepadanya sangat besar sekali.<!-- Mafhum al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikri al-Islami al-Mu’ashirah, hlm. 140, 141, 144; Hizb at-Tahrir al-Islami, hlm. 46; dan asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy Fikran wa Kifahan, ceramah disampaikan oleh al-Ustadz Bakar Salim al-Khawalidah, ketua Lajnah Tsaqafiyah Hizbut Tahrir di Majma’ al-Nuqabat al-Mihniyah, di Amman, 5 Agustus 1992 M., hlm. 8. -->
 
Oleh karena itu, di samping seorang ulama yang faqih, Syeikh Yusuf an-Nabhani juga terkenal sebagai seorang politikus yang selalu memperhatikan dan mengurus urusan umat. Berkenaan Syeikh Yusuf An-Nabhani, beberapa penulis biografi menyebutkan,
<references group="Mafhum al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikri al-Islami al-Mu’ashirah, hlm. 140, 141, 144; Hizb at-Tahrir al-Islami, hlm. 46; dan asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy Fikran wa Kifahan, ceramah disampaikan oleh al-Ustadz Bakar Salim al-Khawalidah, ketua Lajnah Tsaqafiyah Hizbut Tahrir di Majma’ al-Nuqabat al-Mihniyah, di Amman, 5 Agustus 1992 M., hlm. 8." />
 
"(Dia adalah) Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad an-Nabhani asy Syafi'i. Julukan baginya adalah Abu al-Mahasin. Dia adalah seorang penyair, [[sufi]], dan termasuk salah seorang qadhi yang terkemuka. Dia menangani peradilan (qadha') di Qushbah Janin, yang termasuk wilayah [[Nablus]]. Kemudian ia berpindah ke [[Konstantinopel]] (Istanbul) dan diangkat sebagai qadhi untuk menangani peradilan di [[Sinjiq]] yang termasuk wilayah [[Moshul]]. Dia kemudian menjabat sebagai ketua Mahkamah jaza' di al-Ladziqiyah, sebelum pindah ke al-Quds. Selanjutnya ia menjabat sebagai ketua Mahkamah Huquq di [[Beirut]]. Dia menulis banyak kitab yang jumlahnya mencapai hingga 80 buah."
== Pendidikan ==
Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy memperoleh banyak Ijazah, yaitu: Ijazah dengan predikat sangat memuaskan dari sekolah tingkat menengah (''ast-tsanawiyah'') Al-Azhar, Diploma jurusan bahasa Arab dan sastranya dari Fakultas Darul Ulum Kairo, dan Diploma dari al-Ma’had al-Ali li al-Qadha’ asy-Syar’iy cabang Al-Azhar jurusan peradilan. Tahun 1932 beliau lulus dari Al-Azhar dengan memperoleh ''asy-Syahadah al ‘Alamiyah'' (Ijazah setingkat Doktor) pada jurusan syariah.<!-- Mafhum al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikri al-Islami al-Mu’ashirah, hlm. 141, 142; dan Hizb at-Tahrir al-Islami, hlm. 48, 126, 127 -->
<references group="Mafhum al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikri al-Islami al-Mu’ashirah, hlm. 141, 142; dan Hizb at-Tahrir al-Islami, hlm. 48, 126, 127" />Asy-Syaikh Taqiyuddin belajar dasar-dasar ilmu syariah dari ayah dan kakeknya. Beliau telah hafal al-Qur’an seluruhnya sebelum baligh. Di samping itu, beliau juga belajar di sekolah negeri an-Nizhamiyah di daerah Ijzim untuk sekolah tingkat dasar. Kemudian, beliau melanjutkan studinya ke sekolah tingkat menengah di Akka. Belum selesai studinya pada tingkat menegahnya di Akka, beliau pergi ke Kairo untuk meneruskan studinya di Al-Azhar, guna merealisasikan keinginan kakeknya, Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy, yang telah menyakinkan ayahnya tentang pentingnya mengirim Asy-Syaikh Taqiyuddin ke Al-Azhar untuk melanjutkan pendidikan agamanya. Kemudian, Asy-Syaikh Taqiyuddin meneruskan pendidikan tingkat menengahnya di Al-Azhar pada tahun 1928, dan pada tahun yang sama beliau lulus dan memperoleh ijazah dengan predikat sangat memuaskan.
 
Pembesaran Syeikh Taqiyuddin dalam suasana keagamaan seperti itu, ternyata memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian dan pandangan hidupnya. Syeikh Taqiyuddin telah menghafal [[Al-Quran]] dalam usia yang sangat muda, yaitu sebelum ia mencapai umur 13 tahun. Dia banyak mendapat pengaruh dari kakeknya, Syeikh Yusuf an-Nabhani dalam banyak hal. Syeikh Taqiyuddin juga sudah mulai mengerti masalah-masalah politik yang penting, di mana kakeknya menempuh atau pun mengalami kejadian tersebut secara langsung karena hubungannya yang erat dengan para Khalifah Daulah Utsmaniyah saat itu. Ia banyak menimba ilmu melalui dewan dan diskusi-diskusi fiqih yang diselenggarakan oleh kakeknya.
Setelah lulus dari sekolah tingkat menengah, lalu Asy-Syaikh Taqiyuddin melanjutkan studinya di Fakultas Darul Ulum, yang saat itu masih merupakan cabang Al-Azhar. Di samping itu, beliau juga aktif menghadiri kelompok-kelompok kajian (''halaqah-halaqah'') ilmiyah di Al-Azhar, yang diadakan oleh para syaikh, seperti yang telah disarankan oleh kakeknya, di antaranya, kelompok kajian yang diadakan Asy-Syaikh Muhammad al-Hudhair Husain. Hal itu dimungkinkan karena sistem pengajaran yang lama di Al-Azhar masih membolehkannya. Di mana para mahasiswa dapat memilih beberapa syaikh Al-Azhar dan menghadiri halaqah-halaqah mereka mengenai bahasa dan ilmu-ilmu syariah, di antaranya fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir, tauhid (ilmu kalam), dan yang sejenisnya.
 
Kecerdasan dan kecerdikan Syeikh Taqiyuddin yang menonjol tatkala mengikuti majelis-majelis ilmu tersebut telah menarik perhatian kakeknya. Oleh sebab itu, kakeknya begitu memerhatikan Syeikh Taqiyuddin dan berusaha meyakinkan ayahnya -Syeikh Ibrahim bin Musthafa-tentang perlunya mengirim Syeikh Taqiyuddin ke [[al-Azhar]] untuk melanjutkan pendidikan nya dalam ilmu [[syariah]].
Asy-Syaikh Taqiyuddin selesai kuliahnya di Fakultas Darul Ulum tahun 1932 M.. Pada tahun yang sama, beliau juga selesai kuliahnya di Al-Azhar sesuai dengan sistem yang lama. Meskipun, Asy-Syaikh Taqiyuddin menghimpun sistem Al-Azhar yang lama dengan Darul Ulum, namun beliau tetap menampakkan keunggulan dan keistimewaannya dalam hal kesungguhan dan ketekunannya dalam belajar.
 
== Pendidikan ==
Asy-Syaikh Taqiyuddin sangat menarik perhatian kawan-kawannya dan para dosennya karena kecermatannya dalam berpikir dan kuatnya pendapat, serta kuatnya hujjah yang dilontarkan dalam perdebatan-perdebatan, dan diskusi-diskusi pemikiran, baik yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga ilmu yang ada saat itu di Kairo maupun di negeri-negeri Islam lainnya. Asy-Syaikh Taqiyuddin juga dikenal keistimewaannya, karena beliau sangatlah bersungguh-sungguh, tekun, dan bersemangat dalam memanfaatkan waktunya untuk menimba ilmu dan belajar.<!-- Mafhum al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikri al-Islami al-Mu’ashirah, hlm. 141, 142; asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy Fikran wa Kifahan, hlm. 19; dan Hizb at-Tahrir al-Islami, hlm. 48. -->
Syekh Taqiyyuddin menerima pendidikan dasar-dasar ilmu syari'ah dari ayah dan kakeknya, yang telah mengajarkan hafalan Al Qur'an sehingga ia hafal Al Qur'an seluruhnya sebelum baligh. Di samping itu, ia juga mendapatkan pendidikannya di [[sekolah]]-sekolah negeri ketika ia bersekolah di [[sekolah dasar]] di daerah Ijzim.
<references group="Mafhum al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikri al-Islami al-Mu’ashirah, hlm. 141, 142; asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy Fikran wa Kifahan, hlm. 19; dan Hizb at-Tahrir al-Islami, hlm. 48." />
 
Kemudian ia berpindah ke sebuah sekolah di [[Akko]] untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah. Sebelum ia menamatkan sekolahnya di Akko, ia telah bertolak ke [[Kairo]] untuk meneruskan pendidikannya di Al Azhar, hasil dorongan kakeknya, Syekh Yusuf An Nabhani.
== Sumbangan kepada Islam ==
Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy meninggalkan banyak buku-buku penting, yang dianggap sebagai peninggalan intelektual yang luar biasa dan tak ternilai harganya. Karya-karya beliau ini menunjukkan bahwa beliau merupakan sosok pribadi yang pikiran dan sensitivitasnya di atas rata-rata dan tiada duanya. Beliaulah yang menulis setiap pemikiran dan konsep Hizbut Tahrir, baik yang terkait hukum-hukum syara’ maupun yang terkait masalah-masalah pemikiran, politik, ekonomi dan sosial. Dan inilah yang mendorong sebagian peneliti untuk mengatakan bahwa Hizbut Tahrir itu tidak lain adalah asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy.
 
Syekh Taqiyyuddin kemudian meneruskan pendidikannya di Tsanawiyah Al Azhar pada tahun [[1928]] dan pada tahun yang sama ia meraih ijazah dengan predikat sangat cemerlang. Lalu ia melanjutkan studinya di Kulliyah Darul Ulum yang saat itu merupakan cabang Al Azhar. Di samping itu ia banyak menghadiri halaqah-halaqah ilmiah di Al Azhar yang diikuti oleh syekh-syekh Al Azhar, semisal Syekh Muhammad Al Hidlir Husain --rahimahullah-- seperti yang pernah disarankan oleh kakeknya. Hal itu dimungkinkan karena sistem pengajaran lama Al Azhar memungkinkannya.
Karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy kebanyakan berupa buku-buku yang sifatnya pembentukan teori (''tanzhiriyah) ''dan pembuatan rencana (''tanzhimiyah''), atau buku-buku yang isinya dimaksudkan sebagai seruan untuk melanjutkan kembali kehidupan yang islami (sesuai syariat Islam), dengan terlebih dahulu menegakkan Daulah Islamiyah (Negara Islam).<!-- Mafhum al-Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikr al-Islamiy al-Mu’ashir, hlm. 149. -->
<references group="Mafhum al-Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikr al-Islamiy al-Mu’ashir, hlm. 149." />Al-Ustadz Dawud Hamdan menggambarkan karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dengan gambaran yang mendalam dan tepat. Beliau berkata: “''Sungguh karya-karya beliau ini merupakan buku-buku dakwah (seruan) yang dimaksudkan untuk membangkitkan kaum muslimin dengan melanjutkan kembali kehidupan yang islami, dan mengemban dakwah Islam''”.<!-- Ad-Daulah al-Islamiyah, Taqiyuddin an-Nabhaniy, dikeluarkan Hizbut Tahrir, edisi bahasa Arab, cet. III, tanpa tahun, hlm. 6. -->
<references group="Ad-Daulah al-Islamiyah, Taqiyuddin an-Nabhaniy, dikeluarkan Hizbut Tahrir, edisi bahasa Arab, cet. III, tanpa tahun, hlm. 6." />Oleh karena itu, buku-buku karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy menjadi istimewa dan unik, disebabkan isinya yang komprehensif mencakup semua aspek kehidupan dan problematika manusia, baik aspek kehidupan individu khususnya, maupun aspek politik, perundang-undangan, sosial dan ekonomi pada umumnya. Selanjutnya karya-karya beliau ini dijadikan landasan pemikiran dan politis bagi Hizbut Tahrir, di mana asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy sebagai motornya.
 
Meskipun Syekh Taqiyyuddin menghimpun sistem Al Azhar lama dengan Darul Ulum, akan tetapi ia tetap menampakkan keunggulan dan keistimewaan dalam kesungguhan dan ketekunan belajar.
Karena banyaknya bidang-bidang kajian dalam buku-buku yang ditulis oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, maka hasil pemikirannya yang berupa buku jumlahnya lebih dari 30 buah buku. Ini tidak termasuk nota-nota politik yang berisi pemecahan terhadap problem-problem yang sifatnya politik, serta penyusunan rencana yang urgen. Dan banyak lagi selebaran-selebaran dan penjelasan-penjelasan yang sifatnya pemikiran dan politik yang penting. Karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy menjadi istimewa karena ditulis dengan penuh kesadaran, kecermatan, dan kejelasan, di samping metodologinya yang khas yang menonjolkan Islam sebagai sebuah teori ideologis yang komprehensif, yang digali dari dalil-dalil syar’i yang terkandung dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy yang sifatnya pemikiran, dianggap sebagai sebuah usaha keras pertama, yang dipersembahkan oleh seorang pemikir muslim dengan metodenya yang khas pada era modern ini.<!-- Mafhum al-Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikr al-Islamiy al-Mu’ashir, hlm. 150. -->
 
Syekh Taqiyyuddin telah menarik perhatian kawan-kawan dan pensyarah-pensyarahnya karena kecermatannya dalam berpikir dan kuatnya pendapat serta [[hujjah]] yang dilontarkan dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi fikriyah, yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga ilmu yang ada saat itu di Kairo dan di negeri-negeri [[Islam]] lainnya.
<references group="Mafhum al-Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikr al-Islamiy al-Mu’ashir, hlm. 150." />
 
Syekh Taqiyyuddin An Nabhani menamatkan kuliahnya di Darul Ulum pada tahun [[1932]]. Pada tahun yang sama beliau menamatkan pula kuliahnya di Al Azhar Asy Syarif menurut sistem lama, di mana para mahasiswanya dapat memilih beberapa syekh Al Azhar dan menghadiri halaqah-halaqah mereka mengenai [[bahasa Arab]], dan ilmu-ilmu syari'ah seperti [[fiqih]], [[ushul fiqih]], [[hadits]], [[tafsir]], [[tauhid]] ([[ilmu kalam]]), dan yang sejenisnya.
== Karya-karya Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy yang Paling Terkenal ==
Karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy yang
paling terkenal yang berisi ijtihad-ijtihad beliau, yaitu: (1) ''Nizham al-Islam'', (2) ''at-Takattul al-Hizbiy'', (3) ''Mafahim Hizb at-Tahrir'', (4) ''an-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam'', (5) ''an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam'', (6) ''Nizham al-Hukm fi al-Islam'', (7) ''ad-Dustuur'', (8) ''Muqaddimah ad-Dustuur'', (9) ''ad-Daulah ''al-Islamiyah'', (10) ''asy-Syakhshiyah
al-Islamiyah'' tiga jilid, (11) ''Mafahim
Siyasah li al-Hizb at-Tahrir'', (12) ''Nazharat as-Siyasiyah li Hizb at-Tahrir'', (13) ''Nida’ Haar'', (14) ''al-Khilafah'', (15) ''at-Tafkiir'', (16) ''al-Kurrashah'', (17) ''Sur’ah al-Badiihah'', (18) ''Nuqthah al-Intilaq'', ''(19) ''Dukhul al-Mujtama’'', (20) ''Inqadz al-Filisthin'', (21) ''Risalah al-Arab'', (22) ''Tasalluh Mishr'', (23) ''al-Ittifaqiyat ats-Tsuna’iyah al-Mishriyah ''as-Suriyah wa al-Yamaniyah'', (24) ''Halla Qadhiyah Filisthin ala ath-Thariqah al-Amirikiyah wa al-Injiliziyah'', (25) ''Nazhariyah al-Faragh as-Siyasiy haula Izinhawir'', ''(26) ''as-Siyasah al-Iqtishadi al-Mutsla'', (27) ''Naqdhu al-Isytirakiyah al-Markisiyah'', (28) ''Kaifa Hudimat al-Khilafah'', (29) ''Nizham al-Uqubat'', (30) ''Ahkam ash-Shalah'', (31) ''Ahkam al-Bayyinat'', (32) ''al-Fikr al-Islami'', (33) ''Naqdh al-Qanun al-Madaniy''.<!-- Buku Naqdh al-Qanun al-Madaniy (bantahan terhadap undang-undang sipil) merupakan pidato yang disampaikan oleh asy-Syaikh Ahmad ad-Da’ur, ketika beliau menjadi wakil rakyat di Parlemen Yordania. Pidato beliau berisikan tentang bantahan beliau terhadap undang-undang sipil tahun 1374 H./1955 M.. Sebenarnya, asy-Syaikh Ahmad ad-Da’ur menunggu dokumen bantahan atas UUD dari asy-Syaikh Taqiyuddin, namun karena suatu hal, yakni sikap pemerintah yang represif, serta adanya pengawasan super ketat terhadap rumah beliau oleh para intelijen Yordania, maka asy-Syaikh Taqiyuddin tidak dapat mengirimkan dokumen kepada beliau. Kemudian, karena kecerdasan asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, beliau mengirim dokumen melalui pegawai parlemen. Sehingga, pada saat parlemen duduk untuk menyampaikan pidato tanggapan, maka dari atas kursinya, asy-Syaikh Ahmad ad-Da’ur menyerang UUD, di samping menyerangnya, beliau juga menjelaskan hukum Allah terkait hal itu. Lihat. Silsilah Afkar Yajibu an Tushahhiha (3), al-Intikhabat baina al-Islam wa ad-Dimuqrathiyah, dikeluarkan oleh Lajnah Tsaqafiyah Hizbut Tahrir, wilayah Irak, 1426 H./2005 M., hlm. 24. --> Di samping itu, masih ada ribuan selebaran yang
sifatnya pemikiran, politik dan ekonomi.<!-- Mafhum al-Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikr al-Islamiy al-Mu’ashir, hlm. 150-151; Atsar al-Jama’at al-Islamiyah al-Maidaniy khilala al-Qarni al-Isyrin, hlm. 233; Hizb at-Tahrir al-Islamiy, hlm. 99-101; Hizb at-Tahrir, dikeluarkan Hizbut Tahrir, 1305 H./1985 M., hlm. 17-18; dan al-Millaf al-Idariy, hlm. 82 dan seterusnya -->
 
Dalam forum-forum halaqah ilmiyah tersebut, An Nabhani dikenal oleh kawan-kawan dan sahabat-sahabat terdekatnya dari kalangan Al Azhar, sebagai seseorang dengan pemikiran yang genius, pendapat yang kukuh, pemahaman dan pemikiran yang mendalam, serta berkemampuan tinggi untuk meyakinkan orang dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi fikriyah. Demikian juga ia sangat bersungguh-sungguh, tekun, dan bersemangat dalam memanfaatkan waktu guna menimba ilmu dan belajar.
Dengan melihat karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy ''rahimahullah'' yang spektakuler ini, maka kedudukan apa yang pantas bagi beliau! Banyak di antara buku-buku beliau yang dikeluarkan atas nama anggota Hizbut Tahrir, dengan tujuan agar buku-buku itu mudah disebarluaskan, setelah adanya undang-undang yang melarang buku-buku beliau dan peredarannya. Di antara buku-buku itu adalah: ''Naqdh al-Qanun al-Madani'', ''Ahkam ash-Shalah'', ''al-Fikr al-Islami'', ''as-Siyasah ''al-Iqtishadiyah al-Mutsla'', ''Naqdhu al-Isytirakiyah al-Markisiyah'', ''Kaifa Hudimat al-Khilafah'', ''Ahkam al-Bayyinat'', dan ''Nizham al-Uqubat''.''<!-- Mafhum al-Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Fikr al-Islamiy al-Mu’ashir, hlm. 150-151; dan Hizb at-Tahrir al-Islamiy, hlm. 99. Kitab Ahkam ash-Shalah dikeluarkan atas nama al-Ustadz Ali ar-Raghib, seorang profesor di Al-Azhar; kitab al-Fikr al-Islami dikeluarkan atas nama Muhammad Muhammad Ismail Abduh, seorang profesor di Universitas Al-Mishriyah; kitab as-Siyasah al-Iqtishadi al-Mutsla dan Nizham al-Uqubat dikeluarkan atas nama seorang pengacara, Abdurrahman al-Maliki; kitab Naqdhu al-Isytirakiyah al-Markisiyah dikeluarkan atas nama Ghanim Ismail Abduh, kitab Kaifa Hudimat al-Khilafah dikeluarkan atas nama Asy-Syaikh Abdul Qadim Yusuf Zallum; adapun kitab Naqdh al-Qanun al-Madaniy dan Ahkam al-Bayyinat dikeluarkan atas nama Asy-Syaikh Ahmad ad-Daur. -->
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Syekh Taqiyyuddin An Nabhani kembali ke Palestina untuk kemudian bekerja di Kementerian Pendidikan Palestina sebagai seorang guru di sebuah [[sekolah menengah atas]] negeri di Haifa. Di samping itu ia juga mengajar di sebuah Madrasah Islamiyah di Haifa.
 
Pada tahun [[1940]], ia diangkat sebagai Musyawir (Pembantu Qadi) dan ia terus memegang jabatan ini hingga tahun [[1945]], yakni saat ia dipindah ke [[Ramallah]] untuk menjadi qadi di Mahkamah Ramallah hingga tahun [[1948]]. Setelah itu, ia keluar dari Ramallah menuju [[Syam]] sebagai akibat jatuhnya Palestina ke tangan [[Yahudi]].
Mengingat kebanyakan buku-buku asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy adalah buku-buku Hizbut Tahrir, maka harus tahu hubungan anggota-anggota Hizbut Tahrir yang lain dengan warisan ''tsaqafah'' ini. Artinya, apakah buku-buku itu ditulis sendirian oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, atau beliau dibantu oleh sebagian anggota Hizbut-Tahrir yang lain?
 
Pada tahun 1948 itu pula, sahabatnya Al Ustadz Anwar Al Khatib mengirim surat kepadanya, yang isinya meminta agar ia kembali ke Palestina untuk diangkat sebagai qadi di Mahkamah Syar'iyah Al Quds. Syekh Taqiyyuddin mengabulkan permintaan itu dan kemudian beliau diangkat sebagai qadi di Mahkamah Syar'iyah Al Quds pada tahun 1948.
Al-Ustadz Auni Judu’ dalam bukunya ''Hizb at-Tahrir
al-Islamiy'' menuturkan bahwa asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy adalah yang menulis semua pemikiran dan konsep Hizbut Tahrir, baik yang terkait dengan
hukum syara’ maupun yang terkait dengan persoalan pemikiran, politik, ekonomi dan sosial. Kemudian ia menambahkan bahwa asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dalam menulis buku-bukunya dibantu oleh anggota Hizbut Tahrir. Di mana asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy yang menulis konsep (''draf'') dan yang membuat garis-garis besarnya, lalu diserahkan kepada para pemikir Hizbut Tahrir yang senior. Merekalah selanjutnya yang memberikan catatan-catatan dan komentar hingga menjadi jelas dengan gambaran final, seperti yang diterbitkannya. Namun, pernyataan ini menjadi tidak jelas, bahkan kontradiksi jika dikonfrontir dengan pendapatnya juga di tempat lain dari bukunya (''Hizb at-Tahrir al-Islamiy''), di mana ia menyatakan bahwa ada
banyak orang yang turut andil dalam penyusunan konsep-konsep (''draf'') untuk buku-buku asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy.
 
Pada tahun [[1951]], Syekh An Nabhani menziarahi kota [[Amman]] untuk menyampaikan ceramah-ceramahnya kepada para pelajar [[Madrasah Tsanawiyah]] di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah. Hal ini terus berlangsung sehingga awal tahun [[1953]], ketika ia mulai sibuk dalam [[Hizbut Tahrir]], yang telah dirintis antara tahun [[1949]] hingga 1953.
Keraguan ini terjadi pada al-Ustadz Auni Judu’ karena pernyataan asy-Syaikh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath<!-- Dr. Abdul Aziz al-Khayyath adalah mantan anggota Jamaah al-Ikhwan al-Muslimun. -->. Sebab ketika berbicara tentang karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, ia berkata: “Sesungguhnya kitab ''asy-Syakhshiyah al-Islamiyah'' sebagian besar adalah nota-nota yang ditulis oleh Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, dan beberapa koreksinya. Begitu juga ada beberapa pemikiran yang saya kritisi dan saya koreksi. Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy mendiktekan dan menjelaskan nota-nota itu kepada para mahasiswanya di Fakultas al-Ilmiyah al-Islamiyah. Draf-draf untuk nota-nota ini dan beberapa koreksinya yang ditulis tangan oleh asy-Syaikh ''rahimahullah ''hingga saat ini masih saya simpan”.
 
Sejak remaja Syekh An Nabhani sudah memulai aktivitas politiknya karena pengaruh kakeknya, Syekh Yusuf An Nabhani. Pengalaman itulah yang mengantarkannya mendirikan [[partai politik]] berasas Islam, Hizbut Tahrir di [[Al Quds]] ([[Yerusalem]]) pada tahun 1953.
Begitu juga, ketika asy-Syaikh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath berbicara tentang karya-karya Hizbut Tahrir, ia berkata: “Sehubungan dengan karya-karya Hizbut Tahrir yang menggunakan nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, saya nyatakan ada dua kebenaran yang harus dijelaskan:
Syekh Taqiyyuddin An Nabhani meninggal dunia pada tahun 1398 [[Kalender Hijriyah|H]]/ [[1977]] [[Masehi|M]] dan dikuburkan di Pekuburan Al Auza'i di [[Beirut]].
 
== Sumbangan kepada Islam ==
'''Pertama''', Hizbut Tahrir terpaksa mengeluarkan buku-bukunya atas nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, sebab aktivitas Hizbut Tahrir masih sifatnya rahasia, dan khawatir seandainya karya-karya itu dikeluarkan atas nama Hizbut Tahrir, niscaya akan segera disita. Namun, buku-buku itu dikeluarkan dengan nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy untuk menghindari adanya penyiataan.
Ia telah meninggalkan kitab-kitab penting yang dapat dianggap sebagai kekayaan pemikiran yang tak ternilai harganya. Karya-karya ini menunjukkan bahwa Syekh Taqiyyuddin An Nabhani merupakan seorang yang mempunyai pemikiran brilian dan analisis yang cermat. Karya-karya Syekh Taqiyyuddin An Nabhani yang paling terkenal, yang memuat pemikiran dan [[ijtihad]]nya antara lain :
 
# ''Nizhamul Islam''.
'''Kedua''', sesungguhnya buku-buku itu ditulis oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dan anggota Hizbut Tahrir yang tergolong ulama. Kemudian dikaji dan dipelajari oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dan sekelompok ulama hingga menjadi jelas dan terang dengan bentuknya yang final, yang disepakati oleh semuanya. Setelah itu dikeluarkan atas nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, atau dengan nama lain, dan tidak jarang menggunakan nama samaran. Apa yang disebutkan oleh Dr. Himam Said bahwa karya-karya itu ditulis sendirian oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy adalah tidak benar. Seperti yang saya katakan di awal bahwa saya masih menyimpan draf-draf (konsep) sebagian kitab yang ditulis untuk Hizbut Tahrir, seperti kitab ''asy-Syakhshiyah al-Islamiyah'', ketika asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy mengajar di Fakultas al-Ilmiyah al-Islamiyah di Amman.”
# ''At Takattul Al Hizbi''.
 
# ''Mahafim Hizbut Tahrir''
Bagi saya (Muhammad Muhsin Radhi), perkataan asy-Syaikh
# ''An Nizhamul Iqthishadi fil Islam''.
al-Khayyath ini memiliki beberapa catatan:
# ''An Nizhamul Ijtima'i fil Islam''.
 
# ''Nizhamul Hukm fil Islam''.
1.       Pernyataannya: “Hizbut Tahrir terpaksa mengeluarkan buku-bukunya atas nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, disebabkan aktivitas Hizbut Tahrir yang sifatnya masih
# ''Ad Dustur''.
rahasia dan khawatir. Seandainya karya-karya itu dikeluarkan atas nama Hizbut Tahrir, niscaya akan segera disita…” Ia menggambarkan bahwa aktivitas Hizbut Tahrir sifatnya masih rahasia. Ini berbeda dengan apa yang ia katakan sendiri: “Sedang faktanya bahwa aktivitasnya —yakni Hizbut Tahrir— adalah terang-terangan tidak sembunyi-sembunyi dalam berdakwah, halaqah-halaqah, dan diskusi-diskusi, meski tidak ada legalitas bagi Hizbut Tahrir untuk melakukan aktivitas kepartaian”.
# ''Muqaddimah Dustur''.
 
# ''Ad Daulatul Islamiyah''.
2.       Asy-Syaikh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath beralasan bahwa dikeluarkannya buku-buku Hizbut Tahrir
# ''Asy Syakhshiyah Al Islamiyah'' (3 jilid).
atas nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy karena khawatir disita. Sedang faktanya bahwa Hizbut Tahrir menjaga produk-produk yang dikeluarkannya, yang tergolong ''mutabannat'', seperti buku-buku dan selebaran-selebaran dengan identitas Hizbut Tahrir untuk membedakannya, dan agar diketahui bahwa buku-buku ini dan isinya merupakan pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir. Kalau kita kembalikan masalahnya pada buku-buku yang dikeluarkan tidak dengan nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, niscaya kita dapati bahwa buku-buku itu semuanya bukan buku-buku ''mutabannat'' bagi Hizbut Tahrir.
# ''Mafahim Siyasiyah li Hizbit Tahrir''.
 
# ''Nazharat Siyasiyah li Hizbit Tahrir''.
3.       Tidak diragukan lagi bahwa setelah buku-buku Hizbut Tahrir dilarang, maka keberadaannya menjadi terancam. Namun seperti yang dikemukakan oleh al-Ustadz Ihsan Samarah sebelumnya bahwa terkait dengan karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dikeluarkan undang-undang yang melarang peredaran dan penyebaran buku-buku beliau. Sehingga buku-buku beliau dikeluarkan dengan nama orang lain. Ia menyebutkan di antara buku-buku itu ialah ''al-Fikr al-Islami'' dan ''Ahkam ash-Shalah''. Ketika saya lihat kembali kedua  naskah buku ini, saya dapati keduanya diterbitkan pada tahun 1377 H./1958 M., sehingga pelarangan masih menyertainya karena pelarangan terhadap Hizbut Tahrir, apalagi asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy ketika itu merupakan pemimpin Hizbut Tahrir.
# ''Nida' Haar''.
 
# ''Al [[Khilafah]]''.
4.       Di sini ada perkara penting yang tidak diperhatikannya. Asy-Syaikh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath menyebutkan bahwa ia masih menyimpan draf-draf (konsep) yang ditulisnya untuk Hizbut Tahrir. Adanya pembuatan draf-draf (konsep) ini tidak berarti penting bahwa Hizbut Tahrir tergantung kepadanya. Tambahan lagi, ia tidak menyebutkan kecuali satu buku saja di antara sekian banyak buku-buku Hizbut Tahrir yang ia susun drafnya, yaitu hanya buku ''asy-Syakhshiyah''. Terkait dengan buku ini, ia telah menggambarkan sendiri dengan perkataannya: “Sesungguhnya kitab ''asy-Syakhshiyah ''sebagian besar adalah nota-nota yang ditulis oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, dan beberapa koreksinya. Begitu juga ada beberapa pemikiran yang saya kritisi dan saya koreksi. Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy mendiktekan dan menjelaskan nota-nota itu kepada para mahasiswanya di Fakultas al-Ilmiyah al-Islamiyah. Draf-draf (konsep) untuk nota-nota ini dan beberapa koreksinya yang ditulis tangan oleh Asy-Syaikh ''rahimahullah'' hingga saat ini masih saya simpan”. Dengan begitu, Asy-Syaikh al-Khayyath tidak membuat draf-draf buku ini, akan tetapi ia membuat draf untuk nota-nota ini, yakni sesungguhnya asy-Syaikh al-Khayyath adalah yang menulis dan membukukan gagasan yang dikemukakan oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy.
# ''At Tafkir''.
 
# ''Ad Dusiyah''.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan al-Ustadz Ziyad Salamah ketika ia berkata: “Pada tahun 1952 M. asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy mengeluarkan buku ''asy-Syakhshiyah al-Islamiyah''. Tahun berikutnya dikeluarkan juga buku asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dengan judul yang sama, namun isinya secara umum berbeda dengan buku sebelumnya. Mungkin, buku yang dikeluarkan pertama tahun 1952 M. adalah buku seperti yang dinyatakan oleh syaikh kita yang mulia —yakni asy-Syaikh Abdul Aziz al-Khayyath— bahwa asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy mengajarkan pada para mahasiswanya di Fakultas al-Ilmiyah al-Islamiyah, di mana asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy bekerja di Fakultas tersebut sebagai tenaga pengajar materi ''tsaqafah'' Islamiyah pada Tahun Pelajaran 1951-1952 M..”[6]
# ''Sur'atul Badihah''.
 
# ''Nuqthatul Inthilaq''.
Abdullah Muhammad Mahmud berkata: “Yang benar —seharusnya— perkataan: pada sebagian draf-draf (konsep) buku-buku beliau, atau salah satu draf-draf (konsep) buku-buku beliau, sebab sang Doktor —yakni Abdul Aziz al-Khayyath— tidak menyebutkan kecuali kitab ''asy-Syakhshiyah al-Islamiyah''. Ia pun berkata ‘sebagian besar’ bukan ‘semuanya’. Kalau pun hal ini terjadi, bukanlah suatu aib (keburukan), melainkan kebaikan di antara kebaikan-kebaikan asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy ''rahimahullah''. Di mana beliau dikenal biasa menyodorkan apa yang sedang ditulisnya kepada para anggota Hizbut Tahrir dan para ulamanya, sebelum ditetapkan dengan bentuknya yang final. Dengan demikian, ide-idenya dikeluarkan dengan jelas dan benar tanpa ada kesamaran meski satu huruf sekalipun, yang pada akhirnya memberikan kepuasan yang sempurna. Bahkan, beliau juga dikenal, sebagaimana yang dinyatakan dengan jelas oleh asy-Syaikh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath, bahwa beliau senantiasa berdiskusi, membahas, dan meneliti lebih dari sepuluh tahun, sebelum beliau memutuskan untuk mendirikan Hizbut Tahrir. Dengan begitu, asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy banyak melakukan diskusi, termasuk di antaranya dengan Dr. Abdul Aziz al-Khayyath dan yang lainnya, sejak tahun 1946. Maka, demi kepercayaan dan kebenaran sejarah, saya berharap kepada Dr. Abdul Aziz al-Khayyath untuk menjelaskan apakah sebagian besar yang ia
# ''Dukhulul Mujtama'''.
susun adalah draf-draf (konsep) kitab ''asy-Syakhshiyah
# ''Inqadzu Filisthin''.
al-Islamiyah'' yang tiga jilid itu, atau ia adalah sebuah buku yang namanya ''asy-Syakhshiyah'', sementara isinya
# ''Risalatul Arab''.
berbeda dengan kitab ''asy-Syakhshiyah
# ''Tasalluh Mishr''.
al-Islamiyah'' yang terdiri dari tiga jilid. Sebab semua tahu bahwa kitab ''asy-Syakhshiyah al-Islamiyah'' terdiri
# ''Al Ittifaqiyyah Ats Tsana'iyyah Al Mishriyyah As Suriyyah wal Yamaniyyah''
dari tiga jilid: jilid pertama membahas tentang akidah dan pemikiran Islam;
# ''Hallu Qadliyah Filisthin ala Ath Thariqah Al Amrikiyyah wal Inkiliziyyah''.
jilid kedua membahas tentang hukum-hukum syara’ dengan beragam persoalan, mulai
# ''Nazhariyatul Firagh As Siyasi Haula Masyru' Aizanhawar''.
dari problem-problem pemerintahan hingga ''muamalat'' (hukum syara’ yang
Semua ini belum termasuk ribuan risalah (nasyrah) mengenai pemikiran, [[politik]], dan [[ekonomi]], serta beberapa kitab yang dikeluarkan atas nama anggota Hizbut Tahrir.
mengatur kepentingan individu dengan yang lainnya); dan jilid ketiga membahas
tentang ushul fiqih. Sedang, dua jilid yang terakhir, yakni jilid kedua dan
ketiga baru dikeluarkan pada dekade 1960-an, di mana asy-Syaikh Dr. Abdul Aziz
al-Khayyath sudah tidak lagi bergabung dengan Hizbut Tahrir”.[7]
 
Dari apa yang dijelaskan di atas, saya berpendapat
bahwa asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy-lah yang menyusun kitab-kitab Hizbut
Tahrir. Adapun partisipasi para anggota Hizbut Tahrir yang lain, maka hal itu
tidak jauh dari apa yang disebutkan oleh al-Ustadz Ghanim Ismail Abduh, bahwa asy-Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhaniy dalam menulis buku-bukunya dibantu oleh anggota Hizbut
Tahrir. Di mana asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy yang menulis konsep (draf)
dan yang membuat garis-garis besarnya, lalu diserahkan kepada para pemikir
Hizbut Tahrir yang senior, merekalah selanjutnya yang memberikan catatan-catatan
dan komentar hingga menjadi jelas dengan gambaran final, seperti yang
diterbitkannya. Apa yang disebutkan oleh al-Ustadz Ghanim Ismail Abduh ini
lebih sesuai daripada yang dikatakan oleh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath. Sebab, al-Ustadz
Ghanim Ismail Abduh lebih lama bersentuhan dengan Hizbut Tahrir. Bahkan, ia
tetap bersama Hizbut Tahrir hingga tahun 1965 M., di mana ia tidak lagi bersama
Hizbut Tahrir karena ada perbedaan pendapat dengan Hizbut Tahrir seputar
beberapa persoalan.[8]
 
Jadi,
partisipasi anggota Hizbut Tahrir dalam penulisan kitab-kitab ini tidak lebih
dari bentuk peninjauan ulang dan perbaikan (revisi) sebelum diterbitkan. Dan
dalam hal ini tidaklah aneh, sebab orang yang membaca kitab-kitab Hizbut Tahrir
akan menemukan kesesuaian yang jelas di antara kitab-kitab ini, dalam
memaparkan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum, apapun persoalannya. Bagi saya,
sama saja, apakah kita katakan bahwa kitab-kitab ini disusun oleh asy-Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhaniy, oleh anggota Hizbut Tahrir, atau disusun oleh asy-Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhaniy dengan dibantu para anggota Hizbut Tahrir, semuanya
adalah kitab-kitab Hizbut Tahrir.
 
 
 
[1]      Lihat. ''Hizb
at-Tahrir al-Islamiy'', hlm. 98, 99, 139.
 
[2]      Lihat. ''Idem'',
hlm. 12.
 
[3]      Lihat. ''Hizb
at-Tahrir al-Islamiy'', hlm. 28.
 
[4]      Lihat. ''Idem'',
hlm. 21.
 
[5]      Lihat. ''Al-Millaf
al-Idariy'', hlm. 65, 77, 82 dan seterusnya.
 
[6]      Lihat ''Hizb
at-Tahrir al-Islamiy'', hlm. 124
 
[7]      Lihat. ''Hizb
at-Tahrir al-Islamiy'', hlm. 147-148. Di antara yang menunjukan atas hal ini
juga, bahwa asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy menyusun kitab ''Nizham
al-Iqtishadi fi al-Islam'', namun dengan bentuk ringkasan, tidak memiliki
banyak rincian. Pada tahun 1955 M. beliau diminta oleh anggota Hizbut Tahrir
untuk mengkaji ulang dan memperluas isinya, agar berbeda dengan apa yang beliau
tulis pada masa itu. Kemudian beliau menulis kembali kitab (''Nizham
al-Iqtishadi fi al-Islam''). Sebagian anggota Hizbut Tahrir menyebarkan ''draf-draf'' (konsep) kitab tersebut kepada
sekumpulan ulama dan para spesialis untuk memberikan catatan-catatan mereka
atas kitab itu. Di antara mereka adalah salah seorang ulama Irak yang sedang
menjabat sebagai pimpinan para syaikh di an-Nashiriyah. Dan di antara mereka
juga adalah Dr. Ibrahim Uwais, Ketua Jurusan Ekonomi di Universitas al-Azhar
ketika itu. Dr. Ibrahim Uwais ini adalah orang yang sangat terpengaruh dengan
pemikiran Barat. Sementara yang memberikan draf-draf (konsep) kitab itu
kepadanya adalah Muhammad Ubaid al-Bayati ketika Dr. Ibrahim Uwais sedang
berada di Libanon. Setelah Hizbut Tahrir mengkaji dan meneliti catatan-catatan
yang berhasil dikumpulkannya, baru Hizbut Tahrir mencetak (menerbitkan) kitab
tersebut. (Wawancara dengan Pengacara Muhammad Ubaid al-Bayati).
 
[8]      Lihat. ''Hizb
at-Tahrir al-Islamiy'', hlm. 71.
 
{{Authority control|VIAF=58057231}}