Wiweko Soepono: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 29:
Dalam perjalanannya sebagai direktur utama, Wiweko sering menerbangkan pesawat armadanya sendiri. Pengalamannya menerbangkan pesawat mesin ganda baling-baling Beechcraft Super H-18 Desember 1965 trans-Pasifik seorang diri dari pabrik [[Beechcraft]] di [[Wichita]] ([[Kansas]]) via [[Oakland]], [[Amerika Serikat]] (7 Desember) ke [[Jakarta]] sehingga Wiweko mengusulkan agar pesawat Super H-18 mempergunakan sistem intergrity untuk one pilot operation dan diterima oleh perusahaan Beechcraft.
 
Pengalaman inilah yang membuat dirinya bersama staf [[Airbus]] Industrie, eksekutif perusahaan [[Roger Beteille]], pilot uji [[Pierre Baud]], serta staf lainnya membuat konsep penerbangan dengan dua awak pesawat. Konsep ini dibuat setelah uji coba dengan pesawat Airbus [[A-300 B-4]] memperlihatkan peran [[flight engineer]] yang tidak terlalu banyak. Dengan mengeliminir ''flight engineer'' dan mengubah ''setting layout'' [[cockpit]] pesawat, maka diperoleh konsep [[FFCC]] (Forward Facing Crew Cockpit) yang memungkinkan pesawat kelas jumbo hanya diterbangkan oleh dua awak pesawat. Konsep FFCC angatsangat ditentang pada saat itu, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun kini konsep itu disempurnakan menjadi [[glass cockpit]] yang menjadi standar untuk pesawat sipil. [[Boeing]] yang semula menentang akhirnya menggunakan teknologi ini pada pesawat B-747 400 dan B-777. Nama glass cockpit juga dikenal sebagai ''Garuda cockpit'' yang sebelumnya dinamakan ''Wiweko cockpit''. Tercatat Garuda Indonesia mengoperasikan 9 pesawat jenis ini (A 300 B4 FFCC), salah satunya jatuh di [[Sibolangit]], [[Sumatra Utara]] pada tahun [[1997]]. Pada akhirnya untuk menyehatkan keuangan perusahaan, pesawat ini kemudian dijual untuk menyehatkan perusahaan meskipun menurut R.J. Salatun, setidaknya ada salah satu yang dijadikan museum.
 
== Wafatnya ==