Khidr: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
k ←Suntingan 36.72.18.253 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh SkullSplitter
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (6)
Baris 1:
'''Al-Khiḍr''' ([[Bahasa Arab|Arab]]:<font size=4>الخضر</font>, '''Khaḍr, Khaḍer, Khaḍir''') adalah seorang [[nabi]] misterius yang dituturkan oleh [[Allah]] dalam [[Al-Qur'an]] dalam Surah [[Al-Kahfi]] ayat 65-82. Selain kisah tentang Nabi Khidir yang mengajarkan tentang ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi [[Musa]] asal usul dan kisah lainnya tentang Nabi Khidir tidak banyak disebutkan.
 
Dalam bukunya yang berjudul ''“Mystical Dimensions of Islam”'', oleh penulis [[Annemarie Schimmel]], Khidr dianggap sebagai salah satu nabi dari empat nabi dalam kisah Islam dikenal sebagai ‘Sosok yang tetap Hidup’ atau ‘Abadi’. Tiga lainnya adalah [[Idris]], [[Ilyas]], dan [[Isa]] .<ref>Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam, (Chapel Hill: University of North Carolina Press. 1975), 202.</ref> Khidr abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Khidr adalah masih sama dengan seseorang yang bernama '''[[Elia]]'''.<ref>“Muslim version of Elijah” George K. Anderson. The Legend of the Wandering Jew (Providence: Brown University Press. 1965), 409; Exhaustive material on Khidr’s resemblance with Elijah is presented in Friedlaenders “Khidr” in the Encyclopedia of Religion and Ethics (New York: Charles Scribner’s Sons, 1915), 693-95.</ref> Ia juga diidentifikasikan sebagai '''St. George'''.<ref>Peter L. Wilson, “The Green Man: The Trickster Figure in Sufism”, in Gnosis Magazine 1991, 23.</ref> Di antara pendapat awal para cendikiawan Barat, Rodwell menyatakan bahwa “Karakter Khidr dibentuk dari Yitro.”<ref>On Rodwell, see W.M. Thackston Jr.. The Tales of the Prophets of al-Kisai /(Boston: Twayne Publishers, 1978), xxiv.</ref>
Baris 9:
 
==Genealogi==
Menurut sebuah [[situs web]], Khidr adalah [[sepupu]] Raja [[Dzul Qarnain]] dari pihak ibu.<ref>http://www.alhassanain.com/english/articles/articles/history_library/various_articles/zulqarnain/001.html</ref> Menurut [[Ibnu Abbas]], Khidr adalah seorang anak cucu Nabi [[Adam]] yang taat beribadah kepada [[Allah]] dan ditangguhkan ajalnya.<ref>''Kitab Al Ifrad'' karya Daruquthani dan Ibnu Asakir riwayat Ibnu Abbas.</ref> Ibunya berasal dari [[Romawi]] sedangkan bapaknya keturunan bangsa [[Parsi India|Parsi]].<ref>''[[Fathul Bari]]'' juz v1, halaman 310, ''[[Al Bidayah Wan Nihayah]]'' juz 1 hal 326 ''Ruhul Ma'ani'' juz xv hal 319.</ref>
 
Kemudian [[Mahmud al-Alusi]] menambahkan bahwa ia tidak membenarkan semua pendapat mengenai riwayat asal usul Nabi Khidr, tetapi [[An-Nawawi]] mengatakan bahwa ia adalah seorang putra raja.<ref>Mahmud al-Alusi berkata "Aku tidak membenarkan semua sumber yang menyatakan tentang riwayat asal usul Khidir. Tetapi An Nawawi menyebutkan bahawa Khidr adalah putera [[raja]]". Fathul Bari juz v1 hal 390.</ref>
Baris 17:
 
=== Teguran Allah kepada Musa ===
Kisah [[Musa]] dan Khiḍr dituturkan oleh [[Al-Qur'an]] dalam [[Surah Al-Kahf]] ayat 65-82. Menurut [[Ibnu Abbas]], [[Ubay bin Ka'ab]] menceritakan bahawa beliaudia mendengar Nabi [[Muhammad]] bersabda:
“Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu [[Allah]] menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”
 
Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor [[ikan]] di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri [[Nabi Musa]] untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.
 
Musa kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, [[Yusha|Yusya bin Nun]].
 
Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah [[batu]] dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.
 
Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya' tertidur dan ketika terjaga, beliaudia lupa untuk menceritakannya kepada Musa Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya, {{cquote|''Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-Kahfi : 62)}}
 
Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa, {{cquote|''“Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam [[laut]] itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63)}}
 
Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba [[Allah]] yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan. {{cquote|''Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64)}}
Baris 35:
 
=== Persyaratan belajar ===
Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa pun mengucapkan salam kepadanya. Khidir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya kesejahteraan di [[bumi]] yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu” Jawab Musa, “Aku adalah Musa.” Khidir bertanya lagi, “Musa dari [[Bani Israel|Bani Isra’il]]?” Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada tuan.”
 
Khidir menegaskan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku.” (Surah Al-Kahfi : 67) “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebahagian daripada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.” {{cquote|''Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69)}}
Baris 42:
 
=== Perjalanan Khidr dan Musa ===
Demikianlah seterusnya Musa mengikuti Khidir dan terjadilah beberapa peristiwa yang menguji diri Musa yang telah berjanji bahawa baginda tidak akan bertanya sebab sesuatu tindakan diambil oleh Nabi Khidir. Setiap tindakan Nabi Khidir itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa terperanjat.
 
Kejadian yang pertama adalah saat Nabi Khidir menghancurkan [[perahu]] yang ditumpangi mereka bersama. Nabi Musa tidak kuasa untuk menahan hatinya untuk bertanya kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir memperingatkan janji Nabi Musa, dan akhirnya Nabi Musa meminta maaf karena kalancangannya mengingkari janjinya untuk tidak bertanya terhadap setiap tindakan Nabi Khidir.
 
Selanjutnya setelah mereka sampai di suatu daratan, Nabi Khidir membunuh seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khidir tersebut membuat Nabi Musa tak kuasa untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir kembali mengingatkan janji Nabi Musa, dan beliaudia diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Khidir, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidir.
 
Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu wilayah perumahan. Mereka kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada penduduk sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir malah menyuruh Nabi Musa untuk bersama-samanya memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa tidak kuasa kembali untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir ini yang membantu memperbaiki tembok rumah setelah penduduk menzalimi mereka. Akhirnya Nabi Khidir menegaskan pada Nabi Musa bahwa beliaudia tidak dapat menerima Nabi Musa untuk menjadi [[murid]]nya dan Nabi Musa tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan perjalannya bersama dengan Nabi Khidir.
 
Selanjutnya Nabi Khidir menjelaskan mengapa beliaudia melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa bertanya. Kejadian pertama adalah Nabi Khidir menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya.
 
Kejadian yang kedua, Nabi Khidir menjelaskan bahwa beliaudia membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang [[shalih]] dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya.
 
Kejadian yang ketiga (terakhir), Nabi Khidir menjelaskan bahwa rumah yang dinding diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik [[yatim]] yang tinggal di kota tersebut. Didalam rumah tersebut tersimpan harta benda yang ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu yang sebagian besar masih menyembah [[berhala]], sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Dipercaya tempat tersebut berada di negeri [[Antakya]], [[Turki]].