Wironegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bona Kartono (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (5), Beliau → Dia
Baris 15:
}}
 
'''Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro''' ({{lahirmati|[[Surabaya]], [[Jawa Timur]], [[Indonesia]]|28|4|1972}}) adalah suami dari Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun, putri pertama [[Sri Sultan Hamengku Buwono X]] dengan [[Gusti Kanjeng Ratu Hemas]] dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
 
==Masa Kecil dan Pendidikan==
[[Pangeran Wironegoro]] dibesarkan di Surabaya dan Jakarta hingga menginjak bangku sekolah menengah atas di [[SMA 23 Jakarta]] dan [[SMA PSKD I Jakarta]]. BeliauDia kemudian melanjutkan sekolahnya ke Program DIII di [[Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung]] atau yg biasa disebut NHI. Setelah lulus, Wironegoro melanjutkan kuliahnya ke International Hotel Management Institute di [[Luzern]], [[Swiss]]. Selanjutnya beliaudia melanjutkan ke programme S-2 untuk Tourism Management di University of Surrey di [[Inggris]]. Setelah menikah, Wironegoro masih melanjutkan studi di sela-sela kesibukkannya dan meraih gelar Doktor dari [[Universitas Gadjah Mada]].
 
==Pernikahan==
[[Pangeran Wironegoro]] menikah dengan [[Ratu Pembayun]] pada tanggal 28 Mei 2002. Berhubung calon istri beliaudia adalah putri tertua dari Sultan [[Hamengkubuwono X]], pernikahan tersebut mendapat banyak perhatian dari publik.
 
Sebelum menikah, sesuai dengan adat keraton, calon pengantin pria mendapat yang pada waktu itu bernama [[Nieko Messa Yudha]], dianugrahi gelar [[Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro]]
karena calon istrinya telah pula menerima gelar dan nama baru dari sebelumnya Gusti Raden Ajeng Nurmalitasari menjadi [[Gusti Kanjeng Ratu Pembayun]]. Pemberian gelar ini dilangsungkan melalui upacara wisuda yang digelar di keraton Yogyakarta.
 
Rentetan acara pernikahan diawali dengan prosesi "Nyantri" <ref>http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2002/5/28/n2.htm</ref> dimana calon pengantin pria mulai masuk ke Keraton pada tanggal 27 Mei 2002.
 
Sesuai dengan adat yang berlaku di Keraton, Sri Sultan Sendiri yang menikahkan puterinya dengan [[KPH Wironegoro]]. Prosesi "panggih" pernikahan dihadiri oleh pejabat tinggi negara, termasuk Presiden [[Megawati Soekarnoputri]] serta Duta-duta besar perwakilan negara-negara sahabat. <ref>http://www.tempo.co/read/news/2002/05/28/05811565/Presiden-dan-Pejabat-Tinggi-Negara-Hadiri-Pernikahan-Puteri-Sultan-HB-X</ref>. Karena istrinya adalah seorang Putri Raja, maka Wironegoro harus menjalani prosesi "pondongan" dimana beliaudia dibantu salah seorang paman dari mempelai wanita [[GBPH Yudhaningrat]] memondong (mengangkat) istrinya sebagai simbol "meninggikan" posisi seorang istri. Beberapa berita melaporkan bhw prosesi panggih ini diliputi oleh suasana "magis" berkaitan dengan angin kencang yang bertiup di dalam tembok keraton serta petir yang menggelegar di siang hari bolong.<ref name="pda-id.org">http://www.pda-id.org/library/index.php?menu=library&act=detail&gmd=Artikel&Dkm_ID=20020120</ref>
 
Usai panggih, kedua mempelai kemudian dikenalkan kepada masyarakat melalui prosesi "kirab". Sebagai putri pertama, [[Ratu Pembayun]] harus dikirab keliling benteng Keraton, menggunakan kereta pusaka Kanjeng Kyai Jongwiyat, sesuai dengan adat istiadat yang berlaku. Prosesi Kirab yang sudah tidak pernah dilaksanakan lagi sejak zaman pemerintahan Sultan [[Hamengkubuwono VIII]] ini dihadiri oleh ratusan ribu warga yogyakarta. <ref>http://news.liputan6.com/read/34992/kirab-pengantin-keraton-yogyakarta-disambut-meriah</ref> Pernikahan agung Keraton Yogyakarta ini mengikuti tradisi yang dipertahankan sejak ratusan tahun dan diteruskan hingga adik-adik dari [[Ratu Pembayun]] yaitu [[Ratu Maduretno]], [[Ratu Hayu]] dan [[Ratu Bendoro]].
 
Pernikahan Pangeran Wironegoro dengan [[Ratu Pembayun]] dikaruniai dua orang anak: 1) Raden Ajeng Artie Ayya Fatimasari Wironegoro dan 2)
Raden Mas Drasthya Wironegoro. Putri pertamanya "Artie" sudah cukup dewasa untuk menjalani upacara adat "tetesan" pada tanggal 22 Desember 2013. Upacara ini menandai bahwa seorang anak perempuan sudah menginjak dewasa. <ref>http://www.harianjogja.com/baca/2013/12/22/tetesan-putri-pembayun-jaga-kesehatan-sekaligus-lestarikan-budaya-476538</ref>
 
==Pekerjaan==
{{Templat: Keluarga Kerajaan Yogyakarta}}
Wironegoro mengawali bisnisnya sebagai pengusaha distributor minyak pelumas di Jakarta. <ref>http://www. name="pda-id.org"/library/index.php?menu=library&act=detail&gmd=Artikel&Dkm_ID=20020120</ref> Setelah menikah, Wironegoro mengikuti istrinya [[Ratu Pembayun]] tinggal di Yogyakarta di mana beliaudia aktif di beberapa kegiatan.
 
Selaku Pangeran Keraton Yogyakarta yang menjadi pusat kebudayaan, Wironegoro sangat aktif di bidang seni dan Budaya. Sejak tahun 2003, beliaudia menjabat sebagai ketua Yayasan Yogyakarta Seni Nusantara yang kemudian memprakarsai berdirinya [[Jogja National Museum]] (JNM)<ref>http://www.suaramerdeka.com/harian/0611/21/ked04.htm</ref>. Jogja National Museum adalah museum seni kontemporer pertama di Indonesia yang bergerak dalam bidang pelestarian dan pengembangan seni budaya. <ref>http://www.jogjatrip.com/en/facility/detail/180/jogja-national-museum</ref>
 
==Peranan di Keraton==
Baris 47:
{{Reflist}}
 
[[Kategori:Kasultanan Yogyakarta]]
{{lifetime|1972}}
 
[[Kategori:Kasultanan Yogyakarta]]