Kesultanan Pelalawan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Farras (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (2)
Baris 46:
Pada Masa Pemerintahan Maharaja Lela II ([[1775]] M - [[1798]] M), banyak kemelut yang terjadi di [[Kesultanan Johor]], yaitu sisa-sisa pertikaian takhta antara [[Raja Kecil]] dan Bendahara Padang Saujana Abdul Jalil pada tahun 1722. Bendahara Padang Saujana dan anaknya Tengku Sulaiman (kemudian menjadi Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah Johor) berpakat dengan Bugis 5 bersaudara ([https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Daeng_Parani Daeng Parani], [https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Daeng_Marewah Daeng Merewah], [https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Daeng_Menambun Daeng Menambun], [https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Daeng_Kemasi Daeng Kemasi] dan [[Daeng Chelak]]) untuk mengusir Raja Kecil dari takhta Johor. [[Raja Kecil]] dikalahkan dan lari ke Siak menubuhkan [[Kesultanan Siak Sri Indrapura]] yang kekuasaannya mengambil tanah bekas jajahan Johor di pulau Sumatra. Karena tidak bersedia tunduk dan mengakui kekuasaan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah akan takhta Johor yang direbutnya, karena masalah itulah Maharaja Lela II memisahkan diri dari Kekuasaan Johor. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa penguasa [[Kesultanan Johor]] bukan lagi dari keturunan leluhurnya [https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Sultan_Alauddin_Riayat_Shah_II Sultan Alauddin Riayat Syah II] (Malaka) tapi dari wangsa Bendahara yang merampas takhta.
 
Sehubungan dengan hal itu, [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] Raja [[Siak Sri Indrapura]] (1784-1811) menuntut agar Kerajaan Pelalawan mengakui [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Kesultanan Siak]] sebagai Yang Dipertuannya, mengingat beliaudia adalah pewaris sah [[Abdul Jalil Syah dari Siak|Raja Kecil]], putra [[Sultan Mahmud Shah II]] (Sultan [[Kesultanan Johor|Johor]] terdahulu). Namun Maharaja Lela II menolaknya sehingga memicu pertikaian antara Siak Sri Indrapura dan Pelalawan.
 
=== Serangan Siak Sri Indrapura ke Pelalawan ===
Dalam catatan sejarah, terdapat dua kali serangan Pasukan Besar Siak Sri Indrapura ke Pelalawan melalui air dan darat. Peristiwa ini terjadi antara tahun [[1797]] - [[1810]] M. Pada perang inilah beberapa Tokoh terkenal muncul, seperti [[Said Osman Syahabuddin]], Datuk Maharaja Sinda, Panglima Kudin dan gurunya Panglima Katan, Panglima Hitam, Hulubalang Engkok, Cik Jeboh, Panglima Garang dan sebagainya.
 
Pada masa itu, Kerajaan Siak Sri Indrapura melalui penasehat istana mereka yang bernama Said Osman Syahabuddin (Ayah dari [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] penguasa Siak kala itu), berencana melakukan penyerangan ke Pelalawan melalui jalur air Sungai Kampar, hal itu dilakukan mengingat benteng pertahanan Pelalawan yang terletak di kuala Sungai Mempusun. Demi mempersiapkan penyerangannya, Said Osman Syahabuddin beserta pengikutnya menyiapkan sebuah kapal perang yang bernama "Kapal Baheram", kapal besar Siak dengan rancangan militer yang kokoh.
 
Diperkirakan pada awal tahun [[1797]] M, Said Osman Syahabuddin beserta pasukannya melancarkan serangan ke Pelalawan menggunakan Kapal Baheram. Setibanya mereka di kuala mempusun, terjadilah peperangan antara pasukan Said Osman Syahabuddin yang disambut oleh Pasukan Pelalawan dibawah pimpinan Hulubalang Engkok, perang sengitpun terjadi. Pada pekan pertama, Kapal Baheram Said Osman Syahabuddin terkena hantaman Meriam dari pasukan Hulubalang Engkok, Kapal Baheram mengalami kerusakan, dan memaksa Said Osman Syahabuddin memundurkan sementara pasukannya. Setelah berhasil mundur, Said Osman Syahabuddin beserta awak kapalnya mendiami suatu teluk, yang sekarang dinamakan "Teluk Mundur" di sebelah hilir Kuala Mempusun. Di Teluk Mundur ia kembali mengatur serangan, lalu dengan segera melakukan serangan ke duanya ke Benteng Mempusun. Setelah perang terjadi beberapa hari, Kapal Baheram mendapat kerusakan yang semakin parah, dan tidak dapat melanjutkan peperangan lagi. Lalu pada sorenya Said Osman Syahabuddin memutuskan mundur dan kembali ke Siak Sri Indrapura menggunakan Kapal Baheram yang dalam keadaan rusak parah. Sesampainya mereka di seberang kampung Ransang, Kapal Baherampun tenggelam. Dan sejak saat itu, wilayah tersebut dinamakan "Rasau Baheram", namun Said Osman Syahabuddin dan pasukannya berhasil kembali ke Siak Sri Indrapura dengan selamat melalui jalan darat.
 
Setelah Pasukan Said Osman Syahabuddin mundur, keluar satu pantun terkenal di masyarakat Pelalawan saat itu, yang berbunyi sebagai berikut :
Baris 61:
* ''Baheram Osman berlayar pulang.''
=== Perebutan Kekuasaan Pelalawan ===
Sekembalinya pasukan [[Sayyed Osman Syahabuddin]] ke Siak Sri Indrapura, kebencian Pelalawan semakin dalam meskipun tidak ada konflik langsung yang terjadi antara Siak Sri Indrapura dan Pelalawan dalam beberapa tahun. Pada masa itu, Datuk Maharaja Sinda dan Pembesar Kerajaan Pelalawan, mengambil sikap “menentang Siak”. Sikap penentangan ini dibuktikan dengan seluruh rumpun pisang yang berjantung ke arah Siak dipancung dan ayam yang berkokok  menghadap ke Siak dibunuh. Bukti penentangan terhadap Siakpun masih ada hingga saat ini, yaitu batu nisan Datuk Maharaja Sinda yang makamnya terletak di Desa Kuala Tolam, Kecamatan Pelalawan tetap condong ke Selatan, tidak ke Barat (ke arah Siak).
 
Sampai pada tahun [[1798]] M, Pasukan Siak Sri Indrapura yang dipimpin oleh Panglima Besar Syarif Abdurrahman (adik [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] Siak), kembali melakukan penyerangan terhadap Pelalawan. Serangan kedua tersebut dilakukan melalui dua arah, yaitu pasukan angkatan darat menyerang melalui hulu Sungai Rasau dan pasukan angkatan laut menyerang melalui muara Sungai Kampar. Pada pertempuran itu Panglima Besar Kerajaan Pelalawan satu persatu gugur, termasuk Panglima Kudin dan tunangannya Zubaidah yang gugur di benteng pertahanan Tanjung Pembunuhan. Kali ini Pelalawan takhluk dibawah tangan Syarif Abdurrahman. Lalu, Syarif Abdurrahman berdiri sebagai Raja Pelalawan yang diakui oleh Kakaknya [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] dari Kerajaan Siak Sri Indrapura dan Pemerintah Hindia Belanda dengan gelar ''Sultan Assyaidis Syarif Abdurrahman Fakhruddin''. Setelah Sultan Syarif Abdurrahman mangkat. Takhta Kerajaan Pelalawan diwariskan secara turun temurun kepada anak cucu dari Sultan Syarif Abdurrahman sendiri.
 
Pada beberapa sumber menyebutkan, sebab kekalahan Pelalawan ialah dikarenakan adanya mata-mata dari Siak Sri Indrapura yang bernama "Kasim", menyirami seluruh mesiu di Benteng Pertahanan Mempusun dengan air sehingga tidak dapat digunakan lagi.
=== Akhir Kekuasaan ===
Pada masa Pemerintahan Sultan Syarif Harun ([[1940]]-[[1946]]), adalah masa pemerintahan yang paling sulit di Kerajaan Pelalawan. pada masa itu [[Indonesia]] sengsara di bawah penjajahan [[Jepang]], rakyat menderita lahir batin. Penderitaan itu dirasakan pula oleh rakyat Pelalawan. Padi rakyat dicabut untuk kepentingan Jepang, orang-orang diburu untuk dijadikan [[romusha]], dimana-mana terjadi kesewenang-wenangan.
 
Demi menjaga kemakmuran rakyat Pelalawan, pada tahun 1946 Sultan Syarif Harun mendarma baktikan Pelalawan kepada Pemerintah [[Indonesia]] Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Sultan Syarif Harun bersama Orang-orang Besar bersepakat menyatakan diri dan seluruh Rakyat Pelalawan ikut ke dalam Pemerintahan Republik [[Indonesia]], dan siap sedia membantu perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Republik [[Indonesia]]. 
Baris 87:
=== Istana Sayap ===
 
Istana Sayap merupakan sebutan bagi Istana Kesultanan Pelalawan, Istana ini awalnya dibangun oleh Sultan ke-7 Pelalawan Baru yang bernama Tengkoe Besaar Sontol Said Ali (1886 – 1892 M). namun beliaudia wafat disaat bangunan Istana belum selesai. Selanjutnya pembangunan Istana ini diselesaikan oleh penerusnya Tengkoe Besaar Syarif Hasyim II (1892 – 1930 M).
 
Istana ini sebelumnya dinamakan “ISTANA UJUNG PANTAI”. Namun ketika Sultan Syarif Hasyim II melanjutkan pembangunan istana, ia membangun dua sayap disamping kanan dan kiri istana, yang dijadikan Balai. Maka istana inipun dinamakan “ISTANA SAYAP”. Bangunan di sebelah kanan istana (sebelah hulu) disebut “Balai Sayap Hulu” yang berfungsi menjadi kantor Sultan”, dan bangunan di sebelah kiri Istana (sebelah hilir) dinamanakan “Balai Hilir” yang berfungsi sebagai “Balai Penghadapan” bagi seluruh rakyat Pelalawan.
 
Banyak sekali filosofi yang terkandung pada bangunan Istana ini, namun sangat disayangkan bangunan Istana bersejarah ini sudah tidak dapat dilihat lagi, yang terisa saat ini hanyalah bangunan Istana Kanan atau Istana Sayap Kanan. karena dua bangunan yang merupakan Istana Tengah dan Istana Kiri sudah habis terbakar pada 19 Februari 2012.
 
=== Mesjid Hibbah ===
Baris 98:
Kata “ Hibbah “ untuk nama masjid tersebut diambil dari makna ‘pemberian (sumbangan). Karena Mesjid ini dibangun dari keikhlasan masyarakat pelalawan waktu itu yang bergotong royong tanpa terkecuali tua dan muda, laki-laki dan perempuan, dan pekerjaan tersebut dilaksanakan siang malam tanpa paksaan. Bahkan pada kegiatan tersebut Sultan dan para pembesar kerajaanpun ikut bekerja bersama rakyatnya.
 
Sebahagian besar bahan bangunannya terbuat dari  ‘teras laut’, kayu pilihan yang sengaja dipesan, sebagian lagi diramu oleh pemuda-pemuda di kawasan hutan. Sedangkan semen untuk tiang, kaca pintu, atap dan timah campuran bahan qubahnya merupakan sumbangan Sultan.
 
Masjid Hibbah bagaikan mahkota yang amat terpelihara, bahkan menurut penduduk setempat bangunan ini berharga melebihi bangunan Istana Sayap. Karena Mesjid tersebut merupakan wujud dari persaudaraan yang pernah mereka bangun dengan susah payah secara bersama-sama.
Baris 117:
 
* Tenas Effendi, H. jamaludin TA, ''Mitos Marhum Kampar dan cerita rakyat Pelalawan''.
* Tengkoe Nazir, <em>''Sari Sejarah Pelalawan</em>'', 1984
== Pranala luar ==
* (Indonesia) [http://m.melayuonline.com/ind/history/dig/356/kerajaan-pelalawan Kesultanan Pelalawan di situs Melayu Online]

[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Pelalawan]]
[[Kategori:Kerajaan di Riau|Pelalawan]]
[[Kategori:Kabupaten Pelalawan]]