Maula Aidid: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- didalam + di dalam)
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (11), Beliau → Dia (8)
Baris 2:
'''Mukadimah'''
 
'''Maula [[Aidid]]''' adalah Julukan bagi salahsatu Ulama [[Ahlul Bait]] Keturunan Rasulullah yang bernama '''Al - Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah.''' Keturunan BeliauDia kemudian di juluki Aidid dan Bafaqih merupakan [[Marga Arab Hadramaut]]
 
Al - Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah adalah seorang yang terhormat dan mulia, pemegang dan penerus ilmu dari aslafuna sholeh, pemegang sunnah-sunnah Rasulullah S.A.W. mempunyai pandangan yang khashaf, berjalan pada jalan yang di ridhoi Allah, mempunyai jiwa dan hati yang suci dan bijaksana dalam hukum-hukum agama.
 
Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthoh seorang ulama besar dengan ilmu dan pengalamannya. Mempunyai ilmu para ulama yang arif atau orang-orang yang bijaksana. BeliauDia belajar atau menimba ilmu agama dari ulama yang arif atau orang-orang yang bijaksana. BeliauDia belajar atau menimba ilmu agama dari ulama-ulama besar dan arif Billah. BeliauDia menguasai bermacam-macam ilmu syariat dan ilmu thariqah, sehingga beliaudia mendapat keberkahan yang haq, dan oleh Allah diberikan suatu kelebihan kebaikan akhlak yang mulia, tekun dan istiqomah dalam ibadah. BeliauDia seorang yang mulia karena kedzhuhudannya serta sifatnya yang waro, yang selalu berhalwat ditempat-tempat mulia. Banyak dari ulama-ulama besar memuji, mengagumi dan memuliakannya karena akhlaknya dan keluasan ilmu-ilmu agama yang ada padanya. Dan banyak juga para ulama besar, Aulia dan para sholihin belajar menimba ilmu kepadanya.
 
'''Riwayat Hidup'''
Baris 30:
Al-Faqih Ahmad
 
Abdullah dan Abdurrahman mendapat gelar '''Bafaqih''' yang kemudian menjadi leluhur " Bafaqih ". Diberikan gelar Bafaqih karena beliaudia 'alim dalam ilmu fiqh sebagaimana ayahnya dikenal masyarakat sebagai ahli fiqh. Sedangkan Ali gelarnya tetap Aidid, yang kemudian menjadi leluhur " '''Aidid''' ".
 
'''Gelar Aidid'''
 
Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah orang yang pertama mendapat gelar Aidid. Gelar yang disandangnya karena beliaudia adalah orang yang pertama tinggal di lembah Aidid yang tidak berpenduduk disebut " '''Wadi Aidid''' ", yaitu lembah yang terletak di daerah pegunungan sebelah barat daya kota Tarim, [[Hadhramaut]], Yaman Selatan dan mendirikan sebuah rumah dan masjid untuk tempat beribadah dan dipakai untuk shalat jum'at serta beruzlah ( mengasingkan diri ) dari keramaian.
 
Asal mulanya lembah tersebut gelap gulita dan banyak keanehan-keanehan, tidak ada yang berani masuk maupun melintasi lembah tersebut, bahkan mengambil sesuatu di dalam lembah tersebut. Akhirnya lembah tersebut menjadi lembah yang sangat aman, makmur, semerbak dan terang benderang dengan sinar keberkahan dari Waliyullah Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah. Selanjutnya penduduk disekitar lembah tersebut mengangkat Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah sebagai penguasa lembah Aidid dengan gelar Muhammad Maula Aidid. Maula berarti Penguasa.
 
Waliyullah Al-Imam Muhammad Maula Aidid ditanya oleh beberapa orang penduduk : “ Wahai Imam mengapa engkau mendirikan sebuah Masjid yang juga dipakai untuk shalat Jum’at, sedangkan di lembah ini tak ada penghuninya ? “. Lalu beliaudia menjawab “ nanti akan datang suatu zaman dimana zaman tersebut banyak sekali Umat yang datang kelembah ini, datang dan bertabaruk ".
 
'''[[Habib Umar bin Hafidz]]''' pada kesempatan ziarah di Zanbal, menceritakan ucapan Al-Imam Muhammad Maula Aidid tersebut dihadapan murid-muridnya, kemudian ia berkata didepan maqam Al-Imam Muhammad Maula Aidid “ Wahai Imam kami, semua yang hadir dihadapanmu ini menjadi saksi akan ucapanmu ini “.
Baris 44:
'''Guru - guru Al - Imam Muhammad Maula Aidid'''
 
Waliyullah Al-Imam Muhammad Maula Aidid adalah seorang ulama besar pada zamannya yang sangat luas ilmunya, baik ilmu syariat ataupun ilmu thariqah dan yang mukasif. BeliauDia belajar atau menuntut ilmu agama dari berbagai-bagai guru di zamannya, diantaranya :
 
Syech Muhammad bin Hakam Baqusyair, di Qasam
Baris 60:
'''Murid - murid Al - Imam Muhammad Maula Aidid :'''
 
Banyak para ulama memuji, juga mengagumi dan memuliakan beliaudia karena akhlak juga keluasan ilmu-ilmu agama yang ada pada dirinya. Para ulama yang belajar menimba ilmu kepadanya, diantaranya sbb. :
 
Al-Imam Sayyid Abdullah Alaydrus bin Abubakar Assakran
Baris 82:
Al-Imam Muhammad Maula Aidid banyak membaca Al-Qur'an disetiap waktu terutama surat Al-Ikhlas.
 
BeliauDia adalah seorang yang dzuhud. BeliauDia memandang dunia hanya sebagai bayangan yang cepat berlalu. Banyak fakir miskin dan tamu yang datang kepadanya dengan berbagai keperluan, dan beliaudia selalu memenuhinya. Akhlaknya lebih lembut dari tiupan angin.
 
Tertulis dalam kitab Syarah Al-Ayniyyah, bahwa Al-Faqih Muhammad Maula Aidid mendawamkan bacaan surat Al-Ikhlas antara shalat maghrib dan isya sebanyak 3000 kali.
Baris 92:
Al-Faqih Muhammad Maula Aidid dikenal dengan shohibu Aidid. Al-Faqih Syekh Muhammad bin Hasan bin Umar Abi Jaras mengabarkan, ia dikabari oleh Syekh yang sholeh Muhammad bin Ahmad bin Abubakar bin Abu Harma, bahwasanya Syekh Ali bin Abdurrahman Al-Khotib berkata :
 
Saya bermaksud mendatangi kediaman Al-Faqih Muhammad bin Ali Shohib Aidid yang rumahnya terletak di lembah Wadi, tetapi saya tidak menemukan di rumahnya. Saya teman akrabnya, juga menghormati dan salah satu muhibin terhadapnya. Dikarenakan tidak adanya beliaudia di rumahnya, saya langsung ke lembah yang sering dijadikan tempat untuk beribadah kepada Allah S.W.T. Ketika di pertengahan jalan, saya mendengar bunyi aliran air dari bukit, padahal suana tidak ada mendung dan hujan. Dalam keadaan heran saya menelusuri suara aliran air tadi, maka aku berniat mendekat untuk menjawab rasa penasaranku terhadap bunyi aliran air tadi. Seketika aku melihat Al-Faqih Muhammad Maula Aidid sedang duduk dan aliran air tersebut seharusnya mengenai tubuhnya, tetapi tidak mengenai tubuhnya, padahal beliaudia duduk tepat pada aliran air tersebut. Dalam keadaan heran saya mendekati, kemudian Al-Faqih Muhammad Maula Aidid menyuruh saya duduk dan meminta untuk tidak menceritakan kepada siapapun kejadian yang dialaminya tadi. Saya mandi dan minum serta berwudhu pada air tersebut. Setelah itu saya turun dari lembah tersebut menuju kerumah yang berada di tengah-tengah kebun kurma. Setelah sampai dirumah , keluarga saya bertanya : “ Siapa yang menciprati Ja’faron ditubuhmu ? “. Saya katakan, saya tidak memakai dan memegang ja'faron sebelumnya atau melihatnya. " Ja'faron itu tercium dari badan dan bajumu " kata keluarga saya, saya menjawab, beberapa saat yang lalu saya mandi dan mencuci bajuku bersama Al-Faqih Muhammad Maula Aidid. Kemudian saya melihat dan memperhatikan apa-apa yang dikatakan oleh keluarga saya dan ternyata benar. Maka saya cuci pakaian saya dengan air berulang-ulang, akan tetapi tidak hilang bekas ja'faronnya. Kemudian saya cuci dengan air yang dicampur dengan tanah, juga saya merendam diri di kamar mandi untuk menghilangkan bekas wangi dari ja'faron yang ada pada tubuh dan pakaian saya, tidak hilang juga. Akhirnya saya berdiam di kebun kurma dan tidak keluar ketempat lain atau keluar kota selama tiga hari, saya berharap agar nanti berkurang wanginya pada tubuh dan baju ketika mandi dan mencucinya. Pada setiap shalat fardhu saya cuci, tapi tidak hilang. Beberapa hari kemudian dalam waktu yang panjang wangi ja'faron itu hilang. Itulah salah satu keramat Al-Faqih Muhammad Maula Aidid.
 
Diriwayatkan oleh Muhammad bin Abu Mukhtar, bahwa saya bersama rombongan atau kafilah keluar dari kota Syihr dan tiba pada malam hari serta menginap di suatu daerah pada waktu itu lagi musim dingin. Ketika itu akhir dari bulan musim dingin, orang-orang tidak mampu keluar berjalan-jalan atau mendatangi tempat tersebut dikarenakan sangat dingin. Saya tidak membawa bekal berupa selimut atau alat penghangat. Menjelang malam, saya tertidur, sebelum tidur mengucapkan nama Al-Faqih Muhammad Maula Aidid. Ketika dalam tidur saya bertemu dengan Al-Faqih Muhammad Maula Aidid. Saya berkata : " saya kedinginan " , kemudian diselimuti oleh Al-Faqih Muhammad Maula Aidid, selimut demi selimut. Berkata Al-Faqih Muhammad Maula Aidid : " Sudah hangatkah badanmu ? ", Saya menjawab: " belum ". Kemudian diselimuti lagi sampai merasakan tidak kedinginan lagi. Lalu saya berkata kepadanya : " sudah hangat wahai sayyid ".
Baris 98:
Diriwayatkan dari sebahagian orang kepada Al-Habib Muhammad bin Ali Al-Khirid ( Pengarang kitab Al-Ghuror). Ketika air yang mengalir sangat sedikit dari lembah atau bukit-bukit dan tidak mencukupi untuk menyiram kebunnya, berupa pohon kurma dan pohon sidir ditengah lembah, sehingga banyak tumbuh ilalang dari aliran air tersebut, seseorang memasuki daerah itu dan tertidur, dalam tidurnya didatangi oleh seseorang yang rupanya sangat putih dan wajah yang bercahaya dengan pakaian yang bagus, kemudian ia dipeluknya hingga susah bernapas. Ia bertanya, apa salah dan dosa saya, orang itu berkata : " Engkau meninggalkan hewan peliharaanmu di tempat saya ", maka ia berkata, karena saya terlalu letih, kemudian ia berteriak sampai keluarganya mendengar teriakannya, maka ia berkata, saya minta maaf dengan teriakan yang terdengar oleh keluarga saya. Dan ini terjadi setelah Al-Faqih Muhammad Maula Aidid meninggal dunia dan ia tidak mengenal rupa wajahnya, kemudian ia bertanya, siapa engkau ?, dijawab oleh orang itu : " Saya Muhammad bin Ali Shahib Aidid ".
 
Al-Faqih Muhammad Maula Aidid pernah dalam melaksanakan da'wahnya bertemu dengan seorang anak muda. Kemudian anak muda tersebut bertanya kepada Al-Faqih : " Siapa Engkau ". Karena tawadhunya, beliaudia menjawab : " Saya Abdullah ( Hamba Allah ) ". Setelah mendengar ucapan tersebut, anak muda itu dengan sombong dan kasarnya langsung meludah kewajahnya Al-Faqih. Walaupun diperlakukan demikian, beliaudia sabar dan tidak marah, malah beliaudia berkata kepada anak muda tersebut : " Sekalipun sikap kamu kasar dan tidak beradab, akan tetapi lisanmu pernah mengucapkan kalimat dzikir kepada Allah walaupun hanya sekali ". Dengan kesabarannya, ludah yang ada di wajahnya di usap dengan tangannya. Kemudian anak muda itu menangis dan meminta maaf kepada Al-Faqih, menyadari akan kehilafan, sikap dan sifatnya. Karena Al-Faqih mempunyai sifat dan akhlak yang penuh dengan kasih sayang, anak muda itu dimaafkan.
 
'''Penutup'''