Kerajaan Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sakra Dev (bicara | kontrib)
k Tidak sesuai dengan https://wiki-indonesia.club/wiki/Kerajaan_Sunda#cite_note-1 yang menyatakan bercorak Hindu Buddha
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia, Beliau → Dia
Baris 31:
{{Sejarah Indonesia}}
[[Berkas:Gunung-pulosari-1.jpg|thumb|300px|[[Gunung Pulosari]], tempat kramat kerajaan Sunda]]
'''Kerajaan Sunda''' adalah kerajaan yang pernah ada antara tahun 932 dan 1579 Masehi di bagian Barat [[pulau Jawa]] (Provinsi [[Banten]], [[Jakarta]], [[Jawa Barat]], dan sebagian [[Jawa Tengah]] sekarang). Kerjaan ini bahkan pernah menguasai wilayah bagian selatan [[Pulau Sumatera]]. Kerajaan ini bercorak [[Hindu]] dan [[Buddha]],<ref>Geoffrey C. Gunn, (2011), ''History Without Borders: The Making of an Asian World Region, 1000-1800'', Hong Kong University Press, ISBN 9888083341</ref> kemudian sekitar abad ke-14 diketahui kerajaan ini telah beribukota di [[Pakuan Pajajaran]] serta memiliki dua kawasan pelabuhan utama di [[Kalapa]] dan [[Banten]].<ref name="Claude Guillot"/>
 
Kerajaan Sunda runtuh setelah ibukota kerajaan ditaklukan oleh [[Maulana Yusuf]] pada tahun [[1579]]. Sementara sebelumnya kedua pelabuhan utama Kerajaan Sunda itu juga telah dikuasai oleh [[Kerajaan Demak]] pada tahun [[1527]], Kalapa ditaklukan oleh [[Fatahillah]] dan Banten ditaklukan oleh [[Maulana Hasanuddin]].
 
== Catatan sejarah ==
[[Berkas: Padrao sunda kelapa.jpg| thumb | kanan | 150px |Padrão Sunda Kalapa (1522), sebuah pilar batu untuk memperingati perjanjian Sunda-Portugis, Museum Nasional Indonesia, Jakarta.]]
Meskipun nama Sunda disebutkan dalam prasasti, naskah-naskah kuno, dan catatan sejarah dari luar negeri, Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto menyatakan bahwa belum begitu banyak prasasti yang ditemukan di Jawa Barat dan secara jelas menyebutkan nama kerajaannya, walau dalam berbagai sumber kesusastraan, secara tegas Sunda merujuk kepada nama kawasan.<ref name="Marwati">Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, (1993), ''Sejarah nasional Indonesia: Zaman kuno'', PT Balai Pustaka, ISBN 979407408X</ref> Diduga sebelum keruntuhannya tahun 1579, Kerajaan Sunda telah mengalami beberapa kali perpindahan pusat pemerintahannya, dimulai dari Galuh dan berakhir di Pakuan Pajajaran.
 
Baris 58:
Di [[Museum Nasional Indonesia]] di Jakarta terdapat sejumlah arca yang disebut "arca [[Caringin]]" karena pernah menjadi hiasan kebun asisten-[[residen]] Belanda di tempat tersebut. Arca tersebut dilaporkan ditemukan di Cipanas, dekat kawah [[Gunung Pulosari]], dan terdiri dari satu dasar patung dan 5 arca berupa [[Shiwa]] Mahadewa, [[Durga]], [[Batara Guru]], [[Ganesha]] dan [[Brahma]]. Coraknya mirip corak patung Jawa Tengah dari awal abad ke-10.
 
Di situs purbakala [[Banten Girang]], yang terletak kira-kira 10 &nbsp;km di sebelah selatan pelabuhan Banten sekarang, terdapat reruntuhan dari satu istana yang diperkirakan didirikan di abad ke-10. Banyak unsur yang ditemukan dalam reruntuhan ini yang menunjukkan pengaruh Jawa Tengah.
 
Situs-situs arkeologi lain yang berkaitan dengan keberadaan Kerajaan Sunda, masih dapat ditelusuri terutama pada kawasan muara [[Sungai Ciliwung]] termasuk situs Sangiang di daerah [[Pulo Gadung]]. Hal ini mengingat jalur [[sungai]] merupakan salah satu alat transportasi utama pada masa tersebut.<ref>Uka Tjandrasasmita, (2009), ''Arkeologi Islam Nusantara'', Kepustakaan Populer Gramedia, ISBN 979910212X</ref>
Baris 70:
Menurut [[naskah Wangsakerta]], naskah yang oleh sebagian orang diragukan keasliannya serta diragukan sebagai sumber sejarah karena sangat sistematis, menyebutkan Sunda merupakan kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan [[Tarumanagara]]. Kerajaan Sunda didirikan oleh [[Tarusbawa]] pada tahun 669 (591 Saka). Kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang sekarang menjadi Provinsi [[Banten]], [[Jakarta]], Provinsi [[Jawa Barat]], dan bagian barat Provinsi [[Jawa Tengah]].
 
Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya selama tiga tahun, [[666]]-[[669]] M), menikah dengan Déwi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliaudia memiliki dua anak, yang keduanya perempuan. Déwi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan [[Dapunta Hyang Sri Jayanasa]], yang selanjutnya mendirikan [[Kerajaan Sriwijaya]]. Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun ([[612]]-[[702]]) memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara, serta mendirikan [[Kerajaan Galuh]] yang mandiri. Tarusbawa juga menginginkan melanjutkan kerajaan Tarumanagara, dan selanjutnya memindahkan kekuasaannya ke Sunda, di hulu sungai [[Cipakancilan]] dimana di daerah tersebut sungai [[Ciliwung]] dan sungai [[Cisadane]] berdekatan dan berjajar, dekat [[Kota Bogor|Bogor]] saat ini. Sedangkan Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. BeliauDia dinobatkan sebagai raja Sunda pada hari [[Radite]] [[Pon]], 9 [[Suklapaksa]], bulan [[Yista]], tahun 519 Saka (kira-kira [[18 Mei]] [[669]] M). Sunda dan Galuh ini berbatasan, dengan batas kerajaanya yaitu [[sungai Citarum]] (Sunda di sebelah barat, Galuh di sebelah timur).
 
== Wilayah kekuasaan ==
Baris 102:
Dari Limburkancana, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan oleh putera sulungnya, Rakryan Sundasambawa (964-973). Karena tidak mempunyai putera dari Sundasambawa, kekuasaan tersebut jatuh ke adik iparnya, Rakryan Jayagiri (973-989). Rakryan Jayagiri mewariskan kekuasaannya ka puteranya, Rakryan Gendang (989-1012), dilanjutkan oleh cucunya, Prabhu Déwasanghyang (1012-1019). Dari Déwasanghyang, kekuasaan diwariskan kepada puteranya, lalu ke cucunya yang membuat [[prasasti Cibadak]], Sri Jayabhupati (1030-1042). Sri Jayabhupati adalah menantu dari [[Dharmawangsa Teguh]] dari Jawa Timur, mertua raja [[Airlangga]] (1019-1042).{{fact}}
 
Dari Sri Jayabhupati, kekuasaan diwariskan kepada putranya, Dharmaraja (1042-1064), lalu ke cucu menantunya, Prabhu Langlangbhumi ((1064-1154). Prabu Langlangbhumi dilanjutkan oleh putranya, Rakryan Jayagiri (1154-[[1156]]), lantas oleh cucunya, Prabhu Dharmakusuma (1156-[[1175]]). Dari Prabu Dharmakusuma, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan kepada putranya, Prabhu Guru Dharmasiksa, yang memerintah selama 122 tahun (1175-1297). Dharmasiksa memimpin Sunda-Galuh dari Saunggalah selama 12 tahun, tapi kemudian memindahkan pusat pemerintahan kepada [[Pakuan Pajajaran]], kembali lagi ke tempat awal moyangnya (Tarusbawa) memimpin kerajaan Sunda.{{fact}}
 
Sepeninggal Dharmasiksa, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya yang terbesar, Rakryan Saunggalah (Prabhu Ragasuci), yang berkuasa selama enam tahun (1297-1303). Prabhu Ragasuci kemudian diganti oleh putranya, Prabhu Citraganda, yang berkuasa selama delapan tahun (1303-1311), kemudian oleh keturunannya lagi, Prabu Linggadéwata (1311-1333). Karena hanya mempunyai anak perempuan, Linggadéwata menurunkan kekuasaannya ke menantunya, Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340), kemudian ke Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350). Dari Prabu Ragamulya, kekuasaan diwariskan ke putranya, Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (1350-1357), yang di ujung kekuasaannya gugur saat [[Tragedi Bubat|Perang Bubat]]. Karena saat kejadian di Bubat, putranya -- Niskalawastukancana -- masihputranya—Niskalawastukancana—masih kecil, kekuasaan Sunda sementara dipegang oleh Patih Mangkubumi Sang Prabu Bunisora (1357-1371).{{fact}}
 
[[Berkas:Pr AG.jpg|thumb|200px|[[Prasasti Kawali]] di Kabuyutan Astana Gedé, Kawali, [[Ciamis]].]]
Baris 178:
 
=== Majapahit ===
Menurut [[Kidung Sunda]], Majapahit berusaha untuk menaklukan Kerajaan Sunda dan beberapa kali melakukan penyerangan tapi berhasil digagalkan. Upaya terakhir Mejapahit untuk memperluas kekuasaannya adalah dengan upaya penyatuan melalui perkawinan antara raja [[Hayam Wuruk]] dari Majapahit dan putri [[Dyah Pitaloka Citraresmi]] dari Kerajaan Sunda tapi usaha ini pun gagal dan berkahir dengan [[Tragedi Bubat|tragedi Bubat]].
 
=== Eropa ===
Baris 193:
* '''[[Edi S. Ekajati]]'''. 2005. ''Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta''. Pustaka Jaya, Jakarta. ISBN 979-419-329-1
* '''Guillot, Claude, Lukman Nurhakim, Sonny Wibisono''', "La principauté de Banten Girang" ("Kerajaan Banten Girang"), ''[[Archipel]]'', Tahun 1995, Volume 50, No. 50, halaman 13-24
* '''[[Yoséph Iskandar]]'''. [[1997]]. ''Sejarah Jawa Barat: yuganing rajakawasa''. Geger Sunten, Bandung.
 
[[Kategori:Sejarah Banten]]