Carok: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Namun demikian +Namun) |
Wagino Bot (bicara | kontrib) k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia |
||
Baris 1:
{{untuk|makna lain|Carok (disambiguasi)}}
'''Carok''' merupakan tradisi bertarung yang disebabkan karena alasan tertentu yang berhubungan dengan [[harga diri]] kemudian diikuti antar kelompok atau antar klan <ref>http://www.surya.co.id/2009/06/23/carok-satu-lawan-dua.html Carok Satu Lawan Dua</ref> dengan menggunakan senjata (biasanya [[celurit]]). Tidak ada peraturan resmi dalam pertarungan ini karena carok merupakan tindakan yang dianggap negatif dan [[kriminal]] serta melanggar hukum. Ini merupakan cara [[suku Madura]] dalam mempertahankan harga diri dan "keluar" dari masalah yang pelik.
Biasanya, "carok" merupakan jalan terakhir yang di tempuh oleh masyarakat suku Madura dalam menyelesaikan suatu masalah. Carok biasanya terjadi jika menyangkut masalah-masalah yang menyangkut kehormatan/harga diri bagi orang Madura (sebagian besar karena masalah perselingkuhan dan harkat martabat/kehormatan keluarga)
Baris 13:
== Sejarah Carok ==
Pada zaman [[Cakraningrat]], [[Jokotole]] dan [[Panembahan Semolo]] di Madura, tidak mengenal budaya tersebut. Budaya yang ada waktu itu adalah membunuh orang secara kesatria dengan menggunakan [[pedang]] atau [[keris]]. Senjata celurit mulai muncul pada zaman legenda [[Pak Sakera]], seorang mandor [[tebu]] dari [[Pasuruan]] yang hampir tak pernah meninggalkan celurit setiap pergi ke kebun untuk mengawasi para pekerja. Celurit bagi Sakera merupakan simbol perlawanan rakyat jelata.
Carok dalam bahasa [[Kawi]] Kuno artinya perkelahian. Pertengkaran tersebut biasanya melibatkan dua orang atau dua keluarga besar, bahkan sering terjadi antar penduduk desa di [[Kabupaten Bangkalan|Bangkalan]], [[Kabupaten Sampang|Sampang]], dan [[Kabupaten Pamekasan|Pamekasan]]. Pemicu dari carok ini berupa perebutan kedudukan di keraton, perselingkuhan, rebutan tanah, bisa juga dendam turun-temurun selama bertahun-tahun.Pada abad ke-12 M, zaman kerajaan Madura saat dipimpin Prabu Cakraningrat dan abad 14 di bawah pemerintahan Jokotole, istilah carok belum dikenal. Bahkan pada masa pemerintahan Penembahan Semolo, putra dari Bindara Saud putra [[Sunan Kudus]] di abad ke-17 M tidak ada istilah carok.
Munculnya budaya carok di pulau Madura bermula pada zaman penjajahan Belanda, yaitu pada abad ke-18 M. Setelah Pak Sakera tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur, orang-orang bawah mulai berani melakukan perlawanan pada penindas. Senjatanya adalah celurit. Saat itulah timbul keberanian melakukan perlawanan.Namun, pada masa itu mereka tidak menyadari, kalau dihasut oleh Belanda. Mereka diadu dengan golongan keluarga Blater (jagoan) yang menjadi kaki tangan penjajah Belanda, yang juga sesama bangsa. Karena provokasi Belanda itulah, golongan blater yang seringkali melakukan carok pada masa itu.
Pada saat carok mereka tidak menggunakan senjata pedang atau keris sebagaimana yang dilakukan masyarakat Madura zaman dahulu, akan tetapi menggunakan celurit sebagai senjata andalannya.Senjata celurit ini sengaja diberikan Belanda kepada kaum Blater dengan tujuan merusak citra Pak Sakera sebagai pemilik sah senjata tersebut. Karena
Istilahnya, daripada putih mata lebih baik putih tulang. Artinya, lebih baik mati berkalang tanah daripada menanggung malu.Tidak heran jika terjadi persoalan perselingkuhan dan perebutan tanah di Madura maupun pada keturunan orang Madura di Jawa dan Kalimantan selalu diselesaikan dengan jalan carok perorangan maupun secara massal. Senjata yang digunakan selalu celurit. Begitu pula saat melakukan aksi kejahatan, juga menggunakan celurit.Kondisi semacam itu akhirnya, masyarakat Jawa, Kalimantan, Sumatra, Irian Jaya, Sulawesi mengecap orang Madura suka carok, kasar, sok jagoan, bersuara keras, suka cerai, tidak tahu sopan santun, dan kalau membunuh orang menggunakan celurit.
Padahal sebenarnya tidak semua masyarakat Madura demikian. Masyarakat Madura yang memiliki sikap halus, tahu sopan santun, berkata lembut, tidak suka bercerai, tidak suka bertengkar, tanpa menggunakan senjata celurit, dan sebagainya adalah dari kalangan masyarakat santri. Mereka ini keturunan orang-orang yang zaman dahulu bertujuan melawan penjajah Belanda.Setelah sekian tahun penjajah Belanda meninggalkan pulau Madura, budaya carok dan menggunakan celurit untuk menghabisi lawannya masih tetap ada, baik itu di Bangkalan, Sampang, maupun Pamekasan. Mereka mengira budaya tersebut hasil ciptaan leluhurnya, tidak menyadari bila hasil rekayasa penjajah Belanda.
Baris 69:
== Pranala luar ==
* A. Latief Wiyata, [http://books.google.co.id/books?id=lucgNEkfuHUC&dq=carok&printsec=frontcover&source=bl&ots=CMfCsXdfYA&sig=E5r0BVgIUnKBEPs78tPKXyTPo7c&hl=id&ei=dbJKSuiWBNK7lAeO0MTGDA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=13 Carok: konflik kekerasan dan harga diri orang Madura
* Bangkalan Memory, [http://www.bangkalan-memory.net/content/view/114/147/ Menelusuri Sejarah Carok Dan Celurit ]
Baris 75:
* Lontar Madura, [http://www.lontarmadura.com/2011/06/26/carok-hak-harga-diri-dan-wanita-2/Carok: Hak, Harga Diri dan Wanita ]
* Lontar Madura, [http://www.lontarmadura.com/2011/05/11/wanita-dimata-orang-madura-2/ Carok, Wanita: Harga Diri ]
{{budaya-stub}}▼
[[Kategori:Budaya Indonesia]]
▲{{budaya-stub}}
|