Pura Sakenan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Okkisafire (bicara | kontrib)
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (2)
Baris 51:
'''Pura Sakenan''' adalah salah satu [[pura]] penting yang terletak di wilayah selatan [[Bali]], berada di atas pantai di [[barat laut]] [[Pulau Serangan]], yaitu sebuah pulau kecil yang berjarak sekitar 10 kilometer di selatan [[Denpasar]].<ref name=asiaweb>Bali Magazine. [http://www.bali-indonesia.com/denpasar/sakenan-temple.htm Sakenan Temple in Bali - Pura Sakenan, Denpasar Attractions]. {{en}}</ref> Pura ini masih memiliki hubungan dengan Buddha, yang melinggih [[Buddha Sakyamuni|Ida Bhatara Sakya Muni]].<ref name=balipos/> Sebagaimana dengan pura-pura lain, setiap pengunjung yang hendak masuk ke tempat suci Pura Sakenan wajib mengenakan [[sarung]] dan sabuk kain khas Bali serta bagi yang wanita tidak sedang dalam masa [[menstruasi]].<ref name=asiaweb/>
 
[[Pulau Serangan]] tempat Pura Sakenan berada hanya berukuran 2,9 kilometer dengan lebar 1 kilometer. Nama ''Serangan'' berasal dari kata ''sira'' dan ''angen'' atau "kangen/ sayang". Pura Sakenan dibangun dengan latar belakang wujud syukur orang yang merasa ''sira angen'' dengan keindahan alam pulau ini.
 
==Etimologi==
Baris 60:
 
Pada masa pemerintahan Sri Dalem Ktut Ngulasir dari kerajaan Gelgel, rakyat Serangan diperintahkan untuk membuat pemujaan Bhatara di tempat yang sebelumnya disucikan Empu Kuturan dan menamainya "Parahyangan Dalem Sakenan". Nama Sakenan berasal dari kata Sakyamuni, yaitu ajaran Buddha yang dianut oleh Empu Kuturan. Pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong (1411 saka atau 1489 masehi), ia bersama Dang Hyang Nirartha disebutkan membangun pelinggih Sekar Kancing Gelung di Pura Sakenan. Ketika [[Danghyang Nirartha]] mengadakan perjalanan keliling Bali untuk mengunjungi tempat-tempat suci, ia sampai di Pulau Serangan. Dalam ''Dwijendra Tattwa'' ditulis:
{{quote|"''... sesudah Danghyang Nirartha mensucikan diri di Bukit Payung, lalu beliaudia meneruskan perjalanan dengan menyusur pantai laut yang sangat indah dan mempesonakan menuju arah utara. Pantai yang dilalui cukup permai dengan pasirnya yang memutih memberikan keindahan alam yang mempesonakan, ditambah lagi dengan herembusnya angin dan lautan yang dapat menyegarkan jasmani beliaudia''."}}
Akhirnya, disana Danghyang Nirartha membangun pelinggih (bangunan suci) di Pura atau Kahyangan Sakenan.<ref name=babad/>
 
Menurut masyarakat setempat, Pura Sakenan awalnya hanya berbentuk sebuah batu bersinar yang ditemukan oleh [[Danghyang Astapaka]] ketika melakukan perjalanan ke Bali pada tahun 1530 M, akhirnya ia membuat pura. Selanjutnya [[Pedanda Sakti Wawu Rauh]] (Dang Hyang Nirartha) melihat pura itu dan ''menyempurnakannya'' dengan melakukan upacara. Pura tersebut kemudian dinamakan Pura Sakenan.<ref name=balipos/>
Baris 78:
Di dalam "utama mandala" terdapat sejumlah pelinggih seperti candi, bale tajuk, bale pesandekan, dan apit lawang. Pada halaman depan terdapat Candi Kurung (menghubungan "utama mandala" dengan "madya mandala") yang diapit oleh dua buah arca [[Ganesha]]. Di halaman ini juga terdapat pelinggih sebagai pemujaan '''Jro Dukuh Sakti'''; ''Meru Tumpang Tiga'' sebagai stana '''Batara Batur''', '''Intaran''', dan '''Ida Batara Muter'''; ''Gedong Jati'' sebagai stana '''Ida Ratu Ayu'''; serta ''Gedong (Tajuk)'' sebagai stana '''Batara Buitan''' dan '''Batara Muntur'''. Ada pula ''bale gede'' atau ''bale paruman'' yang berfungsi sebagai tempat pesamuan para pemangku, tempat penyucian pratima Ida Batara, serta tempat para sulinggih dan para raja pada saat ada upacara pujawali.<ref name=wisata/>
 
Madya mandala dikelilingi tembok penyengker lengkap dengan Candi Bentar di sebelah barat dan petetesan di utara serta timur. Nista mandala hanya berupa halaman kosong. Di halaman pura terdapat dua pohon besar yang diberi kain bercorak papan catur khas Bali yang dianggap sebagai ''rumah'' bagi para roh pelindung di halaman pura.<ref name=wisataasiaweb/><ref name=asiawebwisata/>
 
==Religi==
Baris 91:
''Pujawali'' (perayaan agung) dan piodalan (ulang tahun) Pura Sakenan jatuh setiap hari Sabtu Kliwon Kuningan menurut kalender [[wuku|Pawukon]] Bali yang panjangnya adalah 210 hari. Perayaan berlangsung selama tiga hari dengan puncaknya di hari Minggu. Perayaan ''piodalan'' bertepatan dengan perayaan [[Kuningan (hari raya)]], 10 hari setelah [[Galungan]]. Ratusan peziarah dari berbagai pura datang dengan berjalan kaki atau menggunakan perahu kayu menuju Pura Sakenan di [[Pulau Serangan]]. Biasanya perayaan tersebut juga diramaikan berbagai pentas seperti [[tari Barongan]] hingga [[tari Topeng]].<ref name=asiaweb/> Kuningan sendiri merupakan salah satu hari raya yang dikhususkan untuk memuja Dewa [[Wisnu]] yaitu dewa pembawa kesejahteraan di dunia. Bagi umat Hindu di Bali, Kuningan merupakan satu waktu dimana para leluhur kembali ke langit setelah beberapa saat berada di bumi.<ref name=wisata/>
 
Sebelum [[reklamasi daratan]] yang dilakukan pada tahun 1990an, para peziarah membawa benda pusaka kuno serta benda-benda suci lainnya dengan berjalan kaki melintasi [[hutan bakau]] menuju [[Pulau Serangan]]. Jika air laut sedang tinggi, mereka menggunakan perahu bercadik tradisional untuk melintas. Kini, daratan pulau mudah dicapai melalui jembatan sepanjang 110 meter.<ref name=asiaweb/>
 
Setelah tiba di [[Pulau Serangan]], para peziarah singgah di Pura Susunan Wadon, berlokasi sekitar setengah kilometer di sebelah timur Pura Sakenan. Selanjutnya ziarah berlanjut ke Pura Susunan Agung, barulah Pura Dalem Sakenan yang dekat dengan pantai paling barat dari Pulau Serangan.<ref name=asiaweb/> Dalam kajian sastranya, rangkaian ini bisa di telusuri dari kata Pura Susunan Wadon, Susunan Agung, dan Pura Dalem Sakenan. Terdapat suatu pengertian ''Purusa'', ''Pradhana'', dan ''Susunan Agung'' sebagai "Lingga", "Yoni", dan "tempat penyatuan antara Purusa dan Pradana" (penyatuan ''sang diri'' dengan ''maharoh'' sebagai asal mula setiap mahluk hidup). Pemahaman inilah yang ditemukan Mpu Kuturan sehingga melahirkan Pura Sununan Lanang dan Susunan Wadon. Juga terjadi hal yang sama pada saat kehadiran Dang Hyang Nirartha sehingga, sebagai penghormatan kepadanya, dibuatlah pelinggih Pura Dalem Sakenan yang merupakan penyatuan antara Siwa dan Budha.<ref name=babad/>
Baris 103:
==Lihat pula==
*[http://blog.kutaraya.com/asal-usul-pulau-serangan-dan-pura-sakenan/ Asal Usul Pulau Serangan dan Pura Sakenan]
 
 
{{Kuil Hindu di Indonesia}}