Hartojo Andangdaja: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andriana08 (bicara | kontrib)
artikel baru, rintisan
 
Andriana08 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 8:
Beberapa puisinya pun pernah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing dan terbit di [[Amerika Serikat]] dan [[Jepang]]. Satu-satunya buku kumpulan puisi tunggal yang dimilikinya adalah ''Buku Puisi'' (1973) yang memuat sebanyak 36 sajak dan diterbitkan oleh Dunia Pustaka Jaya atas prakarsa Ajip Rosidi.<ref>[http://www.worldcat.org/identities/lccn-n93904243/ World Cat: Hartojo Andangdaja], diakses 28 Februari 2015</ref>
Salah satu karya esainya bertajuk ''Pola-Pola Pantun Dalam Persajakan Modern'' (dimuat dalam majalah Sastra Nomor 6 Tahun II, 1962, hlm. 31–34), pernah memenangkan hadiah dari majalah Sastra asuhan [[H.B. Jassin]]. Esai kemudian dimuat pula dalam buku ''Sejumlah Majalah Sastra'' (1982) susunan Satyagraha Hoerip (Jakarta: Sinar Harapan), dan dimuat pula dalam buku ''Dari Sunyi ke Bunyi: Kumpulan Esai Tentang Puisi'' ([[1991]]) dengan pengantar [[Goenawan Mohamad]] (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti).
 
Selain sebagai penulis puisi dan esai, ia pernah menjadi redaktur beberapa majalah, antara lain, ''Merpati'' (Solo, 1948), ''Tjitra'' (Solo, 1952–1954[[1952]]–[[1954]]), Si ''Kuntjung'' (Jakarta, 1962–1964), ''Madyantara'' (Solo, [[1974]]), dan ''Relung Pustaka'' ([[Solo]], [[1970]]-an). Ketika masih berada di Solo, Hartojo bersama D.S. Moeljanto pernah pula memimpin ruang seni dan sastra ‘Simposium’Simposium dalam majalah ''Dwiwarna'' (1953–1954). Selain bergerak di bidang tulis-menulis, ia pun pernah mencoba bekerja di perusahaan swasta di Solo hingga tahun 1972. Karena perusahaan tempatnya bekerja itu macet, ia pun berhenti bekerja dan pindah bekerja di perusahaan batik, namun jenis pekerjaan ini pun tidak sesuai dengan cita-cita dan harapannya.<ref>[http://narasastra.wix.com/narasastra#!Dari-Ara-Tentang-1-Hartojo-Andangdjaja/colb/54c138620cf2ad5dc6c703e9 Narassastra: Dari ara tentang Hartojo Andangdadja], diakses 28 Februari 2015</ref>
Setelah mencoba menekuni pekerjaan lain di luar bidang tulis menulis, dan semuanya tidak ada yang cocok, sejak tahun 1976 ia memutuskan untuk kembali menekuni karirnya di bidang penulisan esai dan penerjemahan. Sebagai seorang partikeliran atau swasta, ia cukup tinggal di rumahnya, bahu-membahu dengan istrinya, sambil sesekali mengunjungi perpustakaan dan toko buku, ke kantor pos mengirimkan karya-karyanya ke berbagai majalah, surat kabar, dan penerbitan, serta mengambil wesel honororium tulisannya. Menjelang akhir hayatnya, ia sering sakit-sakitan, digerogoti asma-bronchitis. Dalam kondisi yang sakit-sakitan itu dia beruntung selalu ditemani oleh Istida, istrinya, dan kedua anaknya, Haris Wijayanto dan Fitri Wijayanti.