Perang Kurukshetra: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Irfanarmio (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler
JThorneBOT (bicara | kontrib)
clean up
Baris 17:
|casualties2= Hampir semua prajurit. {{br}}Hanya 3 kesatria yang bertahan hidup: [[Aswatama]], [[Krepa]], dan [[Kertawarma]]
}}
'''Perang di Kurukshetra''' {{Sanskerta|कुरुक्षेत्रयुद्ध|Kurukṣētrayud'dha}}, yang merupakan bagian penting dari [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]'', dilatarbelakangi perebutan kekuasaan antara lima putra [[Pandu]] ([[Pandawa]]) dengan seratus putra [[Dretarastra]] ([[Korawa]]). Dataran [[Kurukshetra]] yang menjadi lokasi pertempuran ini masih bisa dikunjungi dan disaksikan sampai sekarang. [[Kurukshetra]] terletak di negara bagian [[Haryana]], [[India]].
 
Pertempuran tersebut tidak diketahui dengan pasti kapan terjadinya, sehingga kadang-kadang disebut terjadi pada "Era Mitologi". Beberapa peninggalan puing-puing di [[Kurukshetra]] (seperti misalnya benteng) diduga sebagai bukti arkeologinya.<!-- ENGLISH WIKIPEDIA --> Menurut kitab ''[[Bhagawadgita]]'', perang di Kurukshetra terjadi 3000 tahun sebelum tahun Masehi (5000 tahun yang lalu) dan hal tersebut menjadi referensi yang terkenal.<ref name="Bhagawad Gita">Kitab ''[[Bhagawadgita]]'' menurut aslinya oleh Om Visnupada A.C.B. Swami Prabhupada.</ref>
 
Meskipun pertempuran tersebut merupakan pertikaian antar dua keluarga dalam satu [[dinasti]], namun juga melibatkan berbagai kerajaan di daratan [[India]] [[kerajaan pada zaman India kuno|pada masa lampau]]. Pertempuran tersebut terjadi selama 18 hari, dan jutaan tentara dari kedua belah pihak gugur. Perang tersebut mengakibatkan banyaknya wanita yang menjadi janda dan banyak anak-anak yang menjadi anak yatim. Perang ini juga mengakibatkan krisis di daratan India dan merupakan gerbang menuju zaman [[Kaliyuga]], zaman kehancuran menurut kepercayaan [[Hindu]].<!-- ENGLISH WIKIPEDIA -->
Baris 32:
Perang di Kurukshetra merupakan klimaks dari ''[[Mahābhārata]]'', sebuah [[wiracarita]] tentang pertikaian [[Dinasti Kuru]] sebagai titik sentralnya. Perebutan kekuasaan yang merupakan penyebab perang ini, terjadi karena para putra [[Dretarastra]] tidak mau menyerahkan tahta [[kerajaan Kuru]] kepada saudara mereka yang lebih tua, yaitu [[Yudistira]], salah satu lima putra [[Pandu]] alias [[Pandawa]]. Nama [[Kurukshetra]] yang menjadi lokasi pertempuran ini bermakna "daratan Kuru", yang juga disebut ''Dharmakshetra'' atau "daratan keadilan". Lokasi ini dipilih sebagai ajang pertempuran karena merupakan tanah yang dianggap suci oleh umat [[Hindu]]. Dosa-dosa apa pun yang dilakukan di sana pasti dapat terampuni berkat kesucian daerah ini.<ref>[http://www.haryana-online.com/Districts/kurukshetra.htm Kurukshetra is described as DHARAMKSHETRA i.e. 'Region of righteousness'.]</ref>
 
Dalam kitab ''[[Mahabharata]]'' disebutkan bahwa pangeran [[Dretarastra]] yang buta sejak lahir terpaksa menyerahkan takhta [[kerajaan Kuru]] dengan pusat pemerintahan di [[Hastinapura]] kepada adiknya, [[Pandu]], meskipun dia merupakan putra sulung. Pandu berputra lima orang, yang dikenal dengan sebutan [[Pandawa]], dengan Yudistira sebagai putra sulung. Setelah Pandu wafat, Dretarastra menggantikan posisinya sebagai kepala pemerintahan sementara sampai kelak putra sulung Pandu dewasa.<ref name="Bhagawad Gita"/> Kelima putra Pandu ([[Pandawa]]) dan seratus putra Dretarastra ([[Korawa]]) tinggal bersama di istana [[Hastinapura]] dan dididik oleh guru yang sama, bernama [[Drona]] dan [[Krepa]]. Disamping itu, mereka dibimbing oleh seorang bijak bernama [[Bisma]], kakek mereka. Oleh guru dan kakeknya, Yudistira dianggap pantas meneruskan takhta Kerajaan Kuru, sebab ia berkepribadian baik. Disamping itu, Yudistira merupakan pangeran yang tertua di antara saudara-saudaranya.
 
Para Korawa, khususnya [[Duryodana]], berambisi menguasai takhta [[Dinasti Kuru]]. Namun ambisi tersebut terhalangi sebab Yudistira dipandang lebih layak menjadi Raja Kuru daripada Duryodana. Untuk mewujudkan ambisinya, Duryodana berusaha menyingkirkan Yudistira dan para Pandawa dengan berbagai upaya, termasuk melakukan usaha pembunuhan. Namun kelima putra Pandu tersebut selalu selamat dari kematian, berkat perlindungan dari pamannya dan sepupu mereka, yaitu [[Widura]] dan [[Kresna]].<ref name="Bhagawad Gita"/>.
 
[[Berkas:Jyotisar Banyan.gif|right|240px|thumb|Sebuah pohon beringin yang dikeramatkan di [[Kurukshetra]], yang dianggap sebagai saksi bisu saat Sri [[Kresna]] menurunkan sloka-sloka suci dalam kitab ''[[Bhagawadgita]]'', sesaat sebelum perang berlangsung.]]
Setelah gagal dalam usaha pembunuhan, kemudian [[Korawa]] memutuskan untuk menipu para Pandawa dengan cara mengajak mereka bermain dadu, dengan syarat yang kalah harus meninggalkan istana selama tiga belas tahun. Permainan dadu yang sudah disetel dengan licik mengakibatkan Pandawa kalah, sehingga mereka harus meninggalkan kerajaan selama tiga belas tahun dan terpaksa mengasingkan diri ke hutan. Sebelum Pandawa dibuang, Dretarastra berjanji akan menyerahkan takhta kerajaan Kuru kepada Yudistira sebab ia merupakan putra mahkota Dinasti Kuru yang sulung.
 
Setelah masa pengasingan selama tiga belas tahun berakhir, sesuai dengan perjanjian yang sah, [[Pandawa]] berhak meminta kembali kerajaannya. Namun [[Duryodana]] menolak mentah-mentah untuk menyerahkan kembali kerajaannya. Meskipun mendapatkan tanggapan seperti itu, Yudistira dan adik-adiknya masih mampu bersabar. Sebagai seorang pangeran, [[Pandawa]] merasa wajib dan berhak turut serta dalam administrasi pemerintahan, maka mereka meminta lima buah desa saja. Tetapi Duryodana sombong dan berkata bahwa ia tidak bersedia memberikan tanah kepada para Pandawa, bahkan yang seluas ujung jarum pun. Jawaban itu membuat para Pandawa tidak bisa bersabar lagi dan perang tak bisa dihindari. Di pihak lain, Duryodana pun sudah mengharapkan peperangan.<ref name="Bhagawad Gita"/>
Baris 43:
== Misi damai Sri Kresna ==
 
Sebelum keputusan untuk berperang diumumkan, para [[Pandawa]] berusaha mencari sekutu dengan mengirimkan surat permohonan kepada para raja di [[Bharatawarsha|daratan India Kuno]] agar mau mengirimkan pasukannya untuk membantu para Pandawa jika perang tidak batal dilakukan. Begitu juga yang dilakukan oleh para [[Korawa]], mencari sekutu. Hal itu membuat para raja di daratan India Kuno terbagi menjadi dua pihak, pihak Pandawa dan pihak Korawa.
 
Sementara itu, [[Kresna]] mencoba untuk melakukan perundingan damai. Kresna pergi ke [[Hastinapura]] untuk mengusulkan perdamaian antara pihak Pandawa dan Korawa. Namun [[Duryodana]] menolak usul Kresna dan merasa dilecehkan, maka ia menyuruh para prajuritnya untuk menangkap Kresna sebelum meninggalkan istana. Tetapi Kresna bukanlah manusia biasa. Ia mengeluarkan sinar menyilaukan yang membutakan mata para prajurit Duryodana yang hendak menangkapnya. Pada saat itu pula ia menunjukkan bentuk rohaninya yang hanya disaksikan oleh tiga orang berhati suci: [[Bisma]], [[Drona]], dan [[Widura]].
 
Setelah Kresna meninggalkan istana [[Hastinapura]], ia pergi ke Uplaplawya untuk memberitahu para Pandawa bahwa perang tak akan bisa dicegah lagi. Ia meminta agar para Pandawa menyiapkan tentara dan memberitahu para sekutu bahwa perang besar akan terjadi.
Baris 55:
Duryodana jenius di bidang politik, maka ia memilih tentara Kresna. Sedangkan para [[Pandawa]] yang diwakili Arjuna, bersemangat untuk meminta tenaga Sri Kresna sebagai seorang penasihat dan memintanya agar bertempur tanpa senjata di medan laga. Sri Kresna bersedia mengabulkan permohonan tersebut, dan kedua belah pihak merasa puas.
 
Pandawa telah mendapatkan tenaga Kresna, sementara Korawa telah mendapatkan tentara Kresna. Persiapan perang dimatangkan. Sekutu kedua belah pihak yang terdiri dari para Raja dan ksatria gagah perkasa dengan diringi pasukan yang jumlahnya sangat besar berdatangan dari berbagai penjuru India dan berkumpul di markasnya masing-masing. Pandawa memiliki tujuh divisi sementara Korawa memiliki sebelas divisi. Beberapa [[kerajaan pada zaman India kuno]] seperti [[Kerajaan Dwaraka]], [[Kerajaan Kasi]], [[Kerajaan Kekeya]], [[Kerajaan Magadha|Magada]], [[Kerajaan Matsya|Matsya]], [[Kerajaan Chedi|Chedi]], [[Kerajaan Pandya|Pandya]] dan wangsa [[Yadu]] dari [[Mandura]] bersekutu dengan para Pandawa; sementara sekutu para Korawa terdiri dari Raja [[Kerajaan Pragjyotisha|Pragjyotisha]], Raja [[Kerajaan Angga|Angga]], Raja [[Kerajaan Kekeya|Kekaya]], Raja [[Kerajaan Sindhu|Sindhu]], [[kerajaan Kosala]], [[Kerajaan Awanti]], [[Kerajaan Madra]], [[Kerajaan Gandhara]], [[Kerajaan Bahlika]], [[Kerajaan Kamboja|Kamboja]], dan masih banyak lagi.
 
=== Pihak Pandawa ===
Baris 73:
=== Divisi pasukan dan persenjataan ===
 
Setiap pihak memiliki jumlah pasukan yang besar. Pasukan tersebut dibagi ke dalam [[aksohini]] (divisi). Setiap aksohini berjumlah 218.700 prajurit yang terdiri dari:
 
* 21.870 pasukan berkereta kuda
Baris 133:
 
[[Berkas:GitaUpadeshTirumala.jpg|left|240px|thumb|Patung Kresna yang sedang memberikan wejangan kepada Arjuna menjelang pertempuran. Patung tersebut terdapat di [[Tirumala]], [[India]].]]
Ketika terompet sudah ditiup dan kedua pasukan sudah berhadap-hadapan, bersiap-siap untuk bertempur, [[Arjuna]] menyuruh [[Kresna]], guru spiritual sekaligus kusir keretanya, agar mengemudikan keretanya menuju ke tengah medan pertempuran supaya ia bisa melihat, siapa yang siap bertempur dan siapa yang harus ia hadapi. Tiba-tiba Arjuna dilanda perasaan takut akan kemusnahan wangsa [[Bharata (raja)|Bharata]], keturunan [[Kuru (raja)|Kuru]], nenek moyangnya. Arjuna juga dilanda kebimbangan akan melanjutkan pertarungan atau tidak. Ia melihat kakek tercintanya, bersama-sama dengan gurunya, paman, saudara sepupu, ipar, mertua, dan teman bermain semasa kecil, semuanya kini berada di [[Kurukshetra]], harus bertarung dengannya dan saling bunuh. Arjuna merasa lemah dan tidak tega untuk melakukannya.
 
Dilanda oleh pergolakan batin, antara mana yang merupakan ajaran agama, mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna bertanya kepada [[Kresna]] yang mengetahui dengan baik segala ajaran agama. Kresna, yang memilih menjadi kusir kereta Arjuna, menjelaskan dengan panjang lebar ajaran-ajaran ketuhanan dan kewajiban seorang kesatria, agar dapat membedakan antara yang baik dengan yang salah. Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi sebuah kitab [[filsafat]] yang sangat terkenal yang bernama ''[[Bhagawadgita]]''. Dalam ''Bhagawadgita'', Kresna menyuruh Arjuna untuk tidak ragu dalam melakukan kewajibannya sebagai seorang ksatria yang berada di jalur yang benar. Ia juga mengingatkan bahwa kewajiban Arjuna adalah membunuh siapa saja yang ingin mengalahkan kebajikan dengan kejahatan. Kemudian Sri Kresna menunjukkan bentuk semestanya kepada Arjuna, agar Arjuna tahu siapa ia sesungguhnya sehingga segala keraguan dalam hatinya sirna. Dalam wujud semesta tersebut, ia meyakinkan Arjuna bahwa sebagian besar para ksatria perkasa dikedua belah pihak telah dihancurkan, dan yang bertahan hidup hanya beberapa orang saja, maka tanpa ragu Arjuna harus mau bertempur.
Baris 142:
=== Hari pertama ===
 
Setelah isyarat penyerangan diumumkan, kedua belah pihak maju dengan senjata lengkap. Divisi pasukan Korawa dan divisi pasukan Pandawa saling bantai. [[Bisma]] maju menyerang tentara Pandawa dan membinasakan apapun yang menghalangi jalannya. [[Abimanyu]] putra [[Arjuna]] melihat hal tersebut dan menyuruh para pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri mencoba menyerang Bisma dan para pengawalnya, namun usaha para kesatria Pandawa tidak berhasil. Mereka menerima kekalahan.
 
Putra Raja [[Wirata]] – [[Utara (Mahabharata)|Utara]] – maju menghadapi [[Salya]] Raja [[kerajaan Madra|Madra]]. Utara yang menaiki gajah perang, mencoba melumpuhkan [[kereta perang]] Salya. Setelah keretanya lumpuh, Salya meluncurkan senjata lembingnya ke arah Utara. Senjata tersebut menembus [[baju zirah]] Utara. Kemudian, Salya menyerang gajah tunggangan Utara dengan panah-panahnya. Utara dan gajahnya pun gugur seketika. Setelah Utara gugur, [[Sweta (Mahabharata)|Sweta]] mengamuk. Dengan nafsu membunuh, ia mengejar Salya. Para kesatria Korawa yang menyadari hal itu segera melindungi Salya, namun tidak ada yang mampu mengatasi kemarahan Sweta. Akhirnya Bisma turun tangan. Dengan senjata khusus, ia memanah Sweta sehingga kesatria tersebut gugur seketika.
 
Ketidakmampuan Pandawa melawan Bisma, serta kematian Utara dan Sweta di hari pertama, membuat [[Yudistira]] menjadi pesimis. Namun Sri [[Kresna]] berkata bahwa kemenangan sesungguhnya akan berada di pihak Pandawa.
Baris 155:
[[Berkas:Mahabharata2.jpg|right|thumb|275px|Kesabaran [[Kresna]] habis sehingga ia ingin membunuh [[Bisma]] dengan tangannya sendiri, namun dicegah oleh [[Arjuna]].]]
 
Pada hari ketiga, [[Bisma]] memberi instruksi agar pasukan Korawa membentuk formasi burung elang dengan dirinya sendiri sebagai panglima berada di garis depan sementara tentara [[Duryodana]] melindungi barisan belakang. Bisma ingin agar tidak terjadi kegagalan lagi. Sementara itu para Pandawa mengantisipasinya dengan membentuk formasi bulan sabit dengan [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] dan [[Arjuna]] sebagai pemimpin sayap kanan dan kiri. Pasukan Korawa menitikberatkan penyerangannya kepada Arjuna. Kemudian kereta Arjuna diserbu oleh berbagai panah dan tombak. Dengan kemahirannya yang hebat, Arjuna membentengi keretanya dengan arus panah yang tak terhitung jumlahnya.
 
[[Abimanyu]] dan [[Satyaki]] menggabungkan kekuatan untuk menghancurkan tentara [[Kerajaan Gandhara|Gandara]] milik [[Sangkuni]]. Bima dan putranya, [[Gatotkaca]], menyerang Duryodana yang berada di barisan belakang. Panah Bima melesat menuju Duryodana yang menukik di atas keretanya. Kusir keretanya segera membawanya menjauhi pertempuran. Tentara Duryodana melihat pemimpinnya menjauhi pertarungan. Bisma melihat hal tersebut lalu menyuruh agar pasukan bersiap siaga dan membentuk kembali formasi, kemudian Duryodana datang kembali dan memimpin tentaranya. Duryodana marah kepada Bisma karena masih segan untuk menyerang para Pandawa. Bisma kemudian sadar dan mengubah perasaannnya kepada para Pandawa.
 
[[Arjuna]] dan [[Kresna]] mencoba menyerang Bisma. Arjuna dan Bisma sekali lagi terlibat dalam pertarungan yang bengis, meskipun Arjuna masih merasa tega dan segan untuk melawan kakeknya. [[Kresna]] menjadi sangat marah dengan keadaan itu dan berkata, "Aku sudah tak bisa bersabar lagi, Aku akan membunuh Bisma dengan tanganku sendiri," lalu ia mengambil sejata [[cakram|cakranya]] dan berlari ke arah Bisma. Arjuna berlari mengejarnya dan mencegah Kresna untuk melakukannya. Kemudian mereka berdua melanjutkan pertarungan dan membinasakan banyak pasukan [[Korawa]].
Baris 173:
=== Hari keenam ===
 
[[Yudistira]] menyuruh [[Drestadyumna]] agar membentuk formasi Makara, dengan [[Drupada]] dan [[Arjuna]] sebagai pemimpin garis depan. Untuk menandingi kekuatan Yudistira, [[Bisma]] menginstruksikan agar pasukan Korawa membentuk formasi burung bangau, dengan [[Balhika]] dan angkatan perangnya sebagai pemimpin garis depan.
 
[[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] bertarung melawan [[Drona]] dengan sengit. Bima memanah kusir kereta Drona sehingga tewas seketika. Drona mengambil alih kedudukan kusirnya, lalu menghancurkan sebagian besar pasukan Pandawa. Serangan Drona dihadapi oleh [[Drestadyumna]]. Sementara itu, Bima melancarkan serangan ke garis pertahanan yang terdiri dari putra-putra [[Dretarastra]], yaitu: [[Dursasana]], Durwisaha, Dursaha, Durmada, Jaya, Jayasena, Wikarna, Citrasena, Sudarsana, Carucitra, Duskarna, Karna (Karna adik Duryodana, bukan [[Karna]] sahabat Duryodana). Mereka semua mengepung Bima dari segala penjuru. Bima meloncat turun dari keretanya sambil membawa [[gada]]. Di tengah pasukan musuh, Bima mengamuk sehingga pasukan Korawa kacau-balau. Melihat Bima dalam bahaya, Drestadyumna segera meninggalkan Drona dengan maksud membantu Bima. Dengan bantuan Drestadyumna, Bima menghancurkan pasukan Korawa dengan lebih mudah.
 
Setelah menyaksikan Bima dalam bahaya, Yudistira mengirim [[Abimanyu]] untuk membantu pamannya tersebut. Abimanyu melawan para putra Dretarastra, sementara [[Duryodana]] dihadapi oleh lima putra [[Dropadi]], yaitu [[Pancawala|Pratiwindya]], [[Pancawala|Sutasoma]], [[Pancawala|Srutakarma]], [[Pancawala|Satanika]], dan [[Pancawala|Srutakirti]]. Menjelang sore hari, Bisma masih mengamuk menghancurkan pasukan Pandawa. Akhirnya, matahari terbenam dan seluruh pasukan ditarik mundur pada malam hari itu.
Baris 181:
=== Hari ketujuh ===
 
Pada hari ketujuh, pasukan Korawa di bawah instruksi [[Bisma]] membentuk formasi Mandala. Untuk mengantisipasinya, [[Yudistira]] menginstruksikan agar pasukan Pandawa membentuk formasi Bajra. [[Arjuna]] berhasil merusak formasi Mandala, sehingga Bisma maju untuk menghadapinya. Sementara itu, Drona bertarung menghadapi [[Wirata]] Raja [[kerajaan Matsya|Matsya]]. Dengan serangan panahnya, Drona membuat kereta perang Wirata lumpuh. Kemudian Wirata meloncat dari keretanya untuk berpindah ke kereta Sangka, putranya. Meskipun Wirata dan Sangka sudah menggabungkan kekuatan, namun Drona masih tak terkalahkan. Sebaliknya, Drona berhasil menembakkan empat batang panah penembus [[baju zirah]] ke arah Sangka. Panah tersebut bersarang di dada Sangka, kemudian merenggut nyawanya.
 
Sementara itu, [[Satyaki]] bertarung menghadapi raksasa Alambusa, sedangkan [[Drestadyumna]] menghadapi [[Duryodana]]. Satyaki berhasil mengalahkan raksasa Alambusa, sementara Drestadyumna berhasil melukai tubuh Duryodana dengan tujuh anak panah. Kemudian panah-panah menembus tubuh kuda dan kusir kereta Duryodana sehingga kendaraan tersebut lumpuh. Duryodana meloncat dari keretanya lalu diselamatkan oleh pamannya, [[Sangkuni]] dari [[kerajaan Gandhara|Gandhara]]. Di tempat lain, [[Srikandi]] maju menghadapi Bisma. Bisma tidak menghiraukan Srikandi karena kesatria tersebut bersifat kewanitaan, sehingga ia lebih memilih menghancurkan pasukan Srinjaya, sekutu Pandawa.
Baris 189:
=== Hari kedelapan ===
 
Pada hari kedelapan, [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] membunuh delapan putera [[Dretarastra]], yaitu: Sunaba, Adityaketu, Wahwasin, Kundadara, Mahodara, [[Aparajita]], Panditaka dan Wisalaksa. Sunaba, Adityaketu, [[Aparajita]] dan Wisalaksa gugur dengan kepala terpenggal, sedangkan yang lainnya gugur karena senjata panah yang diluncurkan Bima. Setelah menyaksikan kematian mereka, Duryodana memerintahkan para saudaranya yang masih hidup untuk membunuh Bima. Namun tak satu pun putra [[Dretarastra]] yang berani maju menghadapi Bima setelah mereka menyaksikan kematian delapan saudaranya.
 
Sementara itu, [[Sangkuni]] putra Subala, dengan didampingi oleh putra Hredika dari kerajaan Satwata, menyerbu pasukan Pandawa. Pasukan penyerbu tersebut merupakan kavaleri gabungan dari berbagai [[kerajaan pada zaman India kuno|kerajaan di India]], seperti [[kerajaan Kamboja|Kamboja]], [[kerajaan Sindhu|Sindhu]], Mahi, Aratta, dll. Untuk menandinginya, [[Irawan]] putra Arjuna maju ke medan laga sambil membawa [[kavaleri|pasukan berkuda]] dalam jumlah besar. Dengan pedang dan panah, Irawan berhasil membunuh para saudara Sangkuni, kecuali Wresaba.
 
Setelah pasukan putra Subala kacau balau, [[Duryodana]] mengirim raksasa [[Alambusa]] untuk membunuh Irawan. Kemudian, terjadilah pertempuran sengit antara Irawan melawan Alambusa. Keduanya sama-sama menggunakan kekuatan sihir, sama-sama sakti dan saling menghancurkan. Saat Irawan memunculkan seekor naga raksasa, Alambusa menanggapinya dengan menjelma menjadi seekor burung [[garuda]] raksasa. Burung siluman tersebut berhasil membunuh naga siluman yang dipanggil Irawan. Hal itu membuat Irawan terpaku menyaksikan kekalahannya. Pada saat itu juga, Alambusa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memenggal leher Irawan.
Baris 197:
=== Hari kesembilan ===
 
Pada hari kesembilan, [[Abimanyu]] putra [[Arjuna]] menghancurkan laskar Korawa sambil mengamuk. Para kesatria terkemuka di pihak Korawa tidak mampu menghadapinya, karena seolah-olah Abimanyu merupakan Arjuna yang kedua. Melihat prajuritnya tercerai-berai, [[Duryodana]] memutuskan untuk mengirim raksasa [[Alambusa]], putra Resyasringga. Raksasa tersebut menuruti perintah Duryodana. Ribuan prajurit Pandawa mati di tangannya, sehingga lima putra [[Dropadi]] bertindak. Mereka mencoba menahan serangan raksasa tersebut, namun tidak berhasil. Sebaliknya, justru nyawa mereka yang terancam. Setelah melihat para saudara tirinya sedang terancam, Abimanyu segera datang membantu mereka sekaligus menghadapi raksasa Alambusa. Tak lama kemudian, terjadilah pertempuran sengit antara Abimanyu melawan raksasa Alambusa. Dengan kemahirannya menggunakan senjata panah, Abimanyu berhasil mengalahkan Alambusa sehingga raksasa tersebut turun dari keretanya sambil melarikan diri karena kesakitan.
 
Setelah Alambusa mengalami kekalahan, [[Bisma]] segera menghadapi Abimanyu. Dengan dikawal oleh para kesatria tangguh dari pihak Korawa, Bisma maju menerjang Abimanyu. Pada saat itu juga, Arjuna datang membantu Abimanyu. Kemudian [[Krepa]] menyerang Arjuna sehingga terjadilah pertarungan sengit di antara mereka. melihat keadaan tersebut, [[Satyaki]] datang membantu Arjuna. [[Aswatama]] putra [[Drona]], datang membantu Krepa dengan meluncurkan panah-panahnya. Namun ternyata Satyaki mampu bertahan, bahkan membalas serangan Aswatama secara bertubi-tubi. Setelah Aswatama lelah menghadapinya, Drona muncul untuk membantu putranya tersebut. Sedangkan dari pihak Pandawa, Arjuna maju membantu Satyaki. Tak lama kemudian, terjadilah pertempuran sengit antara Arjuna melawan Drona. Meskipun demikian, baik Arjuna maupun Drona mampu bertahan hidup sebab mereka sama-sama sakti.
Baris 204:
 
=== Hari kesepuluh ===
[[Berkas:The_Death_of_BhismaThe Death of Bhisma.jpg|right|275px|thumb|Lukisan Bisma yang tidur di ranjang panah menjelang kematiannya. Sebuah koleksi dari [[Smithsonian Institution|Institusi Smithsonian]].]]
[[Berkas:Razmnama_BhishmaRazmnama Bhishma.jpg|right|240px|thumb|Lukisan Bisma saat sekarat, sedang berbaring dengan tubuh ditancapi ratusan panah. Lukisan diambil dari kitab ''Razmnama'', atau ''Mahabharata'' versi [[Persia]].]]
 
Pada hari kesepuluh, [[Pandawa]] yang merasa tidak mungkin untuk mengalahkan [[Bisma]] menyusun suatu strategi. Mereka berencana untuk menempatkan [[Srikandi]] di depan kereta [[Arjuna]], sementara Arjuna sendiri akan menyerang [[Bisma]] dari belakang Srikandi. Srikandi dipilih sebagai tameng Arjuna sebab ia merupakan seorang wanita yang berganti kelamin menjadi pria, dan hal itu membuat Bisma enggan menyerang Srikandi. Disamping itu, Srikandi merupakan [[reinkarnasi]] [[Amba]], wanita yang mati karena perasaannya disakiti oleh Bisma, dan bersumpah akan terlahir kembali sebagai pembunuh Bisma yang menjadi penyebab atas penderitaannya.
 
Srikandi menyerang Bisma, namun Bisma tidak menghiraukan serangannya. Sebaliknya, ia malah tertawa, sebab ia tahu bahwa kehadiran Srikandi merupakan pertanda buruk yang mampu mengantarnya menuju takdir kekalahan. Bisma juga tahu bahwa ia ditakdirkan gugur karena Srikandi, maka dari itu ia merasa sia-sia untuk melawan takdirnya. Bisma yang tidak tega untuk menyerang Srikandi, tidak bisa menyerang Arjuna karena tubuh Srikandi menghalanginya. Hal itu dimanfaatkan Arjuna untuk mehujani Bisma dengan ribuan panah yang mampu menembus [[baju zirah]]nya. Ratusan panah yang ditembakkan Arjuna menembus tubuh Bisma dan menancap di dagingnya.
 
Bisma terjatuh dari keretanya, namun badannya tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh panah-panah yang menancap di tubuhnya. Setelah Bisma jatuh, pasukan [[Pandawa]] dan [[Korawa]] menghentikan pertarungannya sejenak lalu mengelilingi Bisma. Bisma menyuruh Arjuna untuk meletakkan tiga anak panah di bawah kepalanya sebagai bantal. Kemudian, Bisma meminta dibawakan air. Tanpa ragu, Arjuna menembakkan panahnya ke tanah, lalu menyemburlah air dari tanah ke mulut Bisma. Meskipun tubuhnya ditancapi ratusan panah, Bisma masih mampu bertahan hidup sebab ia diberi anugrah untuk bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Dalam keadaan seperti itu, ia memberi wejangan kepada para cucunya yang melakukan peperangan. Meskipun sudah tak berdaya, Bisma mampu hidup selama beberapa hari sambil menyaksikan kehancuran pasukan Korawa.
Baris 224:
[[Berkas:Halebid2.JPG|left|240px|thumb|Ukiran di Kuil Hoysaleswara ([[Halebid]], [[India]]), yang menggambarkan [[Abimanyu]] saat terkurung dalam formasi Cakrabyuha.]]
 
Duryodana memanggil [[Bhagadatta]], Raja [[Kerajaan Pragjyotisha|Pragjyotisha]] (di zaman sekarang disebut [[Assam]], sebuah wilayah di [[India]]). Bhagadatta merupakan putera dari [[Narakasura]], raja yang dibunuh oleh [[Kresna]] beberapa tahun sebelumnya. Bhagadatta memiliki ribuan gajah yang berukuran sangat besar sebagai kekuatan pasukannya, dan ia dianggap sebagai kesatria terkuat di antara seluruh kesatria penunggang [[gajah]] pada zamannya. Bhagadatta menyerang Arjuna dengan mengendarai gajah raksasanya yang bernama Supratika. Pertempuran antara Arjuna melawan Bhagadatta terjadi dengan sangat sengit.
 
Saat Arjuna sibuk dalam pertarungan yang sengit, di tempat lain, empat [[Pandawa]] sulit mematahkan formasi [[Cakrabyuha]] yang disusun [[Drona]]. [[Yudistira]] melihat hal tersebut dan menyuruh [[Abimanyu]], putera Arjuna, untuk merusak formasi Cakrabyuha, sebab Yudistira tahu bahwa hanya Arjuna dan Abimanyu yang bisa mematahkan formasi tersebut. Saat Abimanyu memasuki formasi tersebut, empat Pandawa melindunginya di belakang. Namun, keempat Pandawa dihadang [[Jayadrata]] sehingga Abimanyu memasuki formasuki Cakrabyuha tanpa perlindungan. Akhirnya, Abimanyu dikepung oleh para kesatria Korawa, lalu terbunuh oleh serangan serentak.
 
Menjelang akhir hari kedua belas, setelah melalui pertarungan yang sengit, akhirnya Bhagadatta dan Susarma gugur di tangan Arjuna. Sementara itu, Abimanyu gugur karena terjebak dalam formasi [[Cakrabyuha]]. Setelah mengetahui kematian putranya, Arjuna marah pada Jayadrata yang menghalangi usaha para Pandawa untuk melindungi Abimanyu. Ia bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari keempat belas. Ia juga bersumpah bahwa jika ia tidak berhasil melakukannya sampai matahari terbenam, ia akan membakar dirinya sendiri.
Baris 238:
=== Hari kelima belas ===
[[Berkas:Arjuna and His Charioteer Krishna Confront Karna.jpg|left|thumb|300px|Sebuah lukisan dari [[Himachal Pradesh]], [[India]]. Di sini digambarkan Arjuna dan pasukannya (kiri) menghadapi Karna dan pasukannya (kanan).]]
Setelah Raja [[Drupada]] dan Raja [[Wirata]] dibunuh oleh [[Drona]], [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] dan [[Drestadyumna]] bertarung dengannya di hari kelima belas. Karena Drona amat kuat dan memiliki brahamastra (senjata ilahi) yang tak terkalahkan, Kresna memberi isyarat pada Yudistira bahwa Drona akan menyerah apabila [[Aswatama]] – putranya – gugur dalam perang tersebut. Kemudian Bima membunuh seekor gajah bernama Aswatama, dan berteriak dengan keras bahwa Aswatama gugur.
 
Drona mendekati [[Yudistira]] untuk mencari kepastian tentang kematian putranya. Yudistira berkata ''"Ashwathama Hatha Kunjara"'', namun dua kata terakhir ''"Hatha Kunjara"'' yang menerangkan bahwa seekor gajah telah mati, tidak terdengar karena kegaduhan bunyi genderang dan terompet atas perintah Kresna (versi yang berbeda menyebutkan bahwa Yudistira melafalkan kata-kata terakhir tersebut dengan sangat pelan sehingga Drona tidak mendengar kata "gajah"). Sebelum peristiwa tersebut, kereta perang Yudistira, yang disebut ''Dharmaraja'' (Raja Kebenaran), melayang beberapa inci dari tanah. Setelah peristiwa tersebut, keretanya menyentuh tanah. Setelah menduga bahwa putranya telah tiada, Drona merasa berdukacita, dan menjatuhkan senjatanya. Kemudian ia dibunuh oleh [[Drestadyumna]] untuk membalaskan dendam ayahnya sekaligus melaksanakan sumpahnya.
 
Setelah perang di hari itu berakhir, [[Kunti]] (ibu para [[Pandawa]]) secara rahasia pergi menemui [[Karna]], putra yang dibuangnya, dan memintanya untuk mengampuni nyawa para Pandawa, karena mereka adalah adiknya. Karna berjanji pada Kunti bahwa ia akan mengampuni nyawa para Pandawa, kecuali [[Arjuna]].
Baris 248:
Pada hari keenam belas, [[Karna]] menjadi panglima tertinggi pasukan Korawa. Ia membunuh banyak prajurit pada hari itu. Sebuah pertempuran sengit terjadi antara Arjuna melawan Karna. Bahkan [[Kresna]] memuji Karna atas keberaniannya. Akhirnya Karna berhasil memutuskan tali busur Arjuna. Tepat saat Karna akan membunuh Arjuna, matahari terbenam. Karena memperhatikan peraturan peperangan, Karna mengampuni nyawa Arjuna.
 
Ada versi berbeda mengenai akhir hari kedelapan belas. Diceritakan bahwa Karna bertempur dengan gagah berani meski dikelilingi para jendral pasukan Pandawa. Mereka semua tidak mampu melawannya. Karna memberi serangan mematikan pada pasukan Pandawa sehingga mereka melarikan diri. Kemudian Arjuna berhasil mematahkan senjata Karna dengan senjatanya sendiri, dan juga memberikan serangan mematikan pada pasukan Korawa. Tak lama kemudian matahari terbenam, dan karena kegelapan dan debu membuat pertempuran berlangsung dengan sulit, maka pasukan Korawa ditarik mundur, dengan tujuan menghindari pertempuran di malam hari. <ref>[http://www.sacred-texts.com/hin/m08/m08030.htm Sacred-Texts.com]</ref>
 
=== Hari ketujuh belas ===
Baris 291:
 
== Pranala luar ==
 
* [http://www.haryana-online.com/Districts/kurukshetra.htm Kota Kurukshetra masa kini]
* [http://ignca.nic.in/nl002503.htm Kapan perang di Kurukshetra terjadi?]
Baris 300 ⟶ 299:
[[Kategori:Perang|Kurukshetra, Perang di]]
[[Kategori:Artikel pilihan bertopik budaya]]
 
{{Link FA|hi}}