Sistem Kangchu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
JThorneBOT (bicara | kontrib)
clean up, removed: {{link GA|en}}
Baris 11:
 
==Abad ke-19==
Perkebunan gambir dan lada pertama kali muncul di Johor Selatan, terutama di Skudai. Lau Lib Keng, seorang imigran Tionghoa yang tinggal di Skudai, adalah orang pertama yang memperoleh ''Surat Sungai''; bagian tepi sungai disewakan kepada Lau untuk dimanfaatkan sebagai perkebunan gambir dan lada.<ref>Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland (1975), hlm. 11</ref> Sejak 1850-an dan seterusnya, lebih banyak imigran Tionghoa yang datang ke Johor, terutama ke kawasan hutan di Johor Selatan seperti [[Tebrau]], [[Plentong]], dan [[Stulang]], setelah terlebih dahulu dirambah untuk dijadikan perkebunan gambir dan lada.<ref name="Ahmad310">Ahmad & Liok, hlm. 310</ref> Saat putra Temenggong Ibrahim, [[Abu Bakar dari Johor|Abu Bakar]], menggantikan posisi ayahnya sebagai Temenggong Johor pada tahun 1862, kurang lebih sebanyak 37 ''Surat Sungai'' telah dikeluarkan untuk berbagai komunitas Kangchu, yang secara keseluruhan bertanggungjawab untuk mengelola sekitar 1.200 perkebunan gambir dan lada yang tersebar di wilayah tersebut.<ref>[[Radio Televisyen Malaysia]] (1987), hlm. 27</ref> Sebagian besar pemimpin komunitas Tionghoa juga menjadi anggota [[Triad (perkumpulan rahasia)|perkumpulan rahasia]], dan perang komunal seringkali pecah antar kelompok Tionghoa yang berasal dari dialek berbeda di Singapura, umumnya disebabkan oleh kepentingan ekonomi yang saling bertentangan. Dari tahun 1850-an dan seterusnya, Kangchu mulai menanamkan pengaruh politik dalam tubuh negara dengan cara menjalin hubungan dekat dengan Temenggong Abu Bakar. Pada tahun 1865, Abu Bakar secara resmi mengakui perkumpulan [[Bangsa Teochew|Teochew]] cabang Johor dari [[Kongsi Ghee Hin|Kongsi Ngee Heng]], setelah seorang pemimpin Kangchu bernama Tan Kee Soon menyediakan sejumlah pasukan untuk mengalahkan pasukan [[Sultan Ali dari Johor|Sultan Ali]], saingan Abu Bakar. <ref name="Ahmad310">Ahmad & Liok (2003), hlm. 308</ref> Meskipun demikian, Abu Bakar tetap meminta kepada Kongsi Ngee Heng untuk menerima imigran Tionghoa yang berasal dari dialek lain, dengan demikian bisa mencegah perang komunal seperti yang terjadi di Singapura.<ref name="Ahmad310"/>
 
[[File:SelatJohor1879.jpg|left|thumb|Kapal Tiongkok berlayar di [[Selat Johor]] pada tahun 1879]]
Baris 17:
Tanaman perkebunan ini umumnya diekspor ke negara-negara lain dari [[Singapura]] dengan bantuan pedagang Tionghoa yang bermarkas di kota tersebut. Sejak 1860-an dan seterusnya, banyak Kangchu yang terlilit utang dan mulai menjual perkebunan mereka kepada para pedagang atau kepada Kongsi yang lebih besar,<ref name="Andaya140"/> atau yang dikenal oleh penduduk setempat dengan sebutan ''Tuan Sungai''. Kangchu seringkali dipekerjakan sebagai [[penyelia]] atau pengelola oleh para pedagang untuk mengawasi kegiatan operasional di perkebunan gambir dan lada. Temenggong Abu Bakar mulai mengeluarkan surat kontrak yang mengakui keberadaan Kangchu; surat ini dalam bahasa Melayu disebut dengan ''Surat Tauliah''.<ref name="Ahmad311">Ahmad & Liok (2003), hlm. 311</ref>
 
Setelah perkebunan gambir dan lada diperluas pada 1870-an, Kangchu yang lebih mapan dipercaya untuk mendirikan perkebunan yang lebih besar dan membuat kontrak dengan para pedagang Tionghoa yang berasal dari Singapura. Keuntungan yang dihasilkan oleh perkebunan ini menjadi penyumbang terbesar bagi perekonomian Johor,<ref name="Andaya140"/> dan turut membantu membiayai pembangunan infrastruktur Johor. Hubungan Abu Bakar dengan para pemuka Tionghoa juga sangat baik, dan ia telah menunjuk banyak warga Tionghoa untuk menduduki jabatan politik di Johor. Abu Bakar menunjuk dua pemimpin komunitas Tionghoa untuk menduduki kursi Dewan Negara Johor, kedua orang tersebut adalah seorang Kangchu dari [[Chaozhou]], Tan Hiok Nee, dan seorang kontraktor dari [[Taishan]], Wong Ah Fook, yang juga memiliki perkebunan gambir dan lada di [[Mersing]] pada tahun 1880-an.<ref name="Ahmad313">Ahmad & Liok (2003), hlm. 313</ref> Karena sebagian besar tanah di sepanjang tepi sungai di Johor Selatan sudah disewa oleh imigran Tionghoa sebelumnya, para imigran baru mulai bermigrasi ke arah utara pada 1870-an dan menggarap perkebunan gambir dan lada lebih jauh ke utara, terutama ke [[Yong Peng]], [[Batu Pahat]], [[Benut]], [[Endau]], dan [[Kota Tinggi]].<ref>Trocki (1979), pp. 134, 136, 158, 179</ref> Secara khusus, Abu Bakar terus mendorong imigran Tionghoa untuk mendirikan perkebunan di [[Muar|Muar]], tak lama setelah pemerintah kolonial Britania memutuskan untuk mendukung Abu Bakar ketimbang [[Tengku Alam Shah]] (putra sulung Sultan Ali) sebagai Sultan Johor, dan Britania memberikan Abu Bakar kontrol atas Muar.<ref>Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland (1966), hlm. 16</ref>
 
==Kemerosotan==
Baris 87:
* Yan, Qinghuang, ''A Social History of the Chinese in Singapore and Malaya, 1800-1911'', [[Oxford University Press]], 1986, ISBN 978-0-19-582666-1
</div>
{{link GA|en}}
 
{{DEFAULTSORT:Kangchu System}}