Kayo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Suyono Darul (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi 'Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Twee Dajak mannen geven een demonstratie worstelen Midden-Borneo. TMnr 60046422.jpg|thumb|right|250px| Olah Raga Gulat dalam Upacara Ka...'
 
Andriana08 (bicara | kontrib)
k meringkaskan bagian yg berlebihan. perintis mohon jangan asal copy paste artikel dari tempat lain, kelihatan sekali tanda enter-nya
Baris 1:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Twee Dajak mannen geven een demonstratie worstelen Midden-Borneo. TMnr 60046422.jpg|thumb|right|250px| Olah Raga Gulat dalam Upacara Kayo sebagai bentuk keperkasaan seorang laki-laki di Suku Dayak Bahau.]]
'''Kayo''' adalah upacara adat [[Suku Dayak Bahau]] yang bermukim di [[Kabupaten Kutai Barat]], [[Kalimantan Timur]].<ref name="Kayo">B. Blawing Belareq, (2008). ''Upacara Adat Kayo Bahau''. Samarinda: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kaltim. Hal. 7-34</ref> Upacara adat Kayo yang dilakukan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa (t''Tameame Tingetinge''/ t''Taa Pennyuipennyui'') atas semua keberhasilan, kemenangan, dan kesatriaaan yang dicapai laki-laki dalam hidup.<ref name="Kayo"></ref> Kata ''Kayokayo'' atau n''Nemlaaemlaa'' berarti Menangmenang. Upacara adat Kayo hanya dilaksanakan khusus oleh laki-laki.<ref name="Kayo"></ref> Jika dideskripsikan lebih lanjut, upacara ini dilakukan apabila:
* Berhasil melakukan tugas, menyelamatkan kehidupan, mengatasi tantangan alam, menghadapi bahaya.
* Berhasil dalam perantauan, pengembaraan ke tempat-tempat yang jauh dan berbahaya.
* Sukses dalam menuntut ilmu untuk meningkatkan taraf hidup.
* Berhasil memberikan pertolongan kepada orang yang menderita kesulitan/kemalangan.
* Berhasil menyelamatkan lingkungan dari perusak, akibat ulah manusia maupun faktor alam.
* Sukses dalam menangani permasalahan ekonomi rumah tangga
* Maka daripada itu upacara adat Kayo hanya dilaksanakan khusus oleh laki-laki.
 
== Sejarah ==
Sejarah awal dilakukanya upacara adat Kayo tidak diketahui lagi, karena suku Bahau tidak meninggalkan dokumen tertulis, yang di ingat sekarang adalah sejarah yang diceritakan turun temurun oleh para leluhur.<ref name="Kayo" /> Dahulu kala upacara adat Kayo dilaksanakan setiap tahun bahkan setiap bulan, dan dalam setiap pelaksanaan upacara adat Kayo dibutuhkan minimal satu buah tengkorak manusia.<ref name="Kayo" /> Pada masa lalu para laki-laki benar-benar membuktikan ketangguhanya dengan berangkat dari kampung untuk pergi ''mengayau'', semata-mata untuk memdapatkan bahan utama upacara adat Kayo.<ref name="Kayo" /> Tetapi semakin lama wilayah tujuan mengayau semakin jauh. Terlalu banyak suku ditaklukkan dan menjadi bagian dari [[suku Lung Gelaat]] dan [[Suku Dayak Bahau|Bahau]], sehingga untuk mendapatkan tengkorak manusia semakin sulit.<ref name="Kayo" /> Di era masa kini ''mengayau'' tidak lagi dilakukan [[Suku Dayak Bahau]], namun untuk tetap bisa menyelenggarakan upacara adat Kayo, persempahan tengkorak manusia diganti dengan tengkorak orang utan atau mereka sebut ''Halaung Letiin''/''Iraang Utaan''.<ref name="Kayo" /> Bagi masyarakat Bahau, seorang laki-laki yang belum pernah mengikuti upacara adat Kayo dianggap masih bayi, yang berarti orang tersebut belum pantas memakai busana adat lengkap, belum boleh menikah, dan sebagainya.<ref name="Proto">{{cite web |url=http://protomalayans.blogspot.com/2012/01/suku-dayak-bahau.html |title=Suku dayak Bahau |publisher=Proto Malayan ||accessdate=24 Maret 2015}}</ref>
Sejarah awal dilakukanya upacara adat Kayo tidak diketahui lagi, karena suku Bahau tidak meninggalkan dokumen tertulis, yang di ingat sekarang adalah sejarah yang diceritakan turun temurun oleh para leluhur.<ref name="Kayo"></ref>
Dahulu kala upacara adat Kayo dilaksanakan setiap tahun bahkan setiap bulan, dan dalam setiap pelaksanaan upacara adat Kayo dibutuhkan minimal satu buah tengkorak manusia.<ref name="Kayo"></ref> Pada masa lalu para laki-laki benar-benar membuktikan ketangguhanya dengan berangkat dari kampung untuk pergi ''mengayau'', semata-mata untuk memdapatkan bahan utama upacara adat Kayo.<ref name="Kayo"></ref>
Tetapi semakin lama wilayah tujuan mengayau semakin jauh. Terlalu banyak suku ditaklukkan dan menjadi bagian dari [[suku Lung Gelaat]] dan [[Suku Dayak Bahau|Bahau]], sehingga untuk mendapatkan tengkorak manusia semakin sulit.<ref name="Kayo"></ref>
Di era masa kini ''mengayau'' tidak lagi dilakukan [[Suku Dayak Bahau]], namun untuk tetap bisa menyelenggarakan upacara adat Kayo, persempahan tengkorak manusia diganti dengan tengkorak orang utan atau mereka sebut ''Halaung Letiin''/''Iraang Utaan''.<ref name="Kayo"></ref>
Bagi masyarakat Bahau, seorang laki-laki yang belum pernah mengikuti upacara adat Kayo dianggap masih bayi, yang berarti orang tersebut belum pantas memakai busana adat lengkap, belum boleh menikah, dan sebagainya.<ref name=Proto>{{cite web |url=http://protomalayans.blogspot.com/2012/01/suku-dayak-bahau.html |title=Suku dayak Bahau |publisher=Proto Malayan ||accessdate=24 Maret 2015}}</ref>
 
==Tujuan Upacara==
Baris 28 ⟶ 17:
Bagi laki-laki Bahau beberapa hal membuat mereka merasa penting dan harus mengikuti upacara adat Kayo antara lain:<ref name="Kayo"></ref><ref name=Putra>{{cite web |url=https://putratonyooi.wordpress.com/2011/09/01/seluk-beluk-suku-dayak-bahau/ |title=Seluk Beluk Suku Dayak Bahau |publisher=Putra Tony Blog ||accessdate=24 Maret 2015}}</ref>
 
# '''Neba’buk (cukur)''' Untuk pertama kalinya seseorang bayi laki-laki boleh dicukur rambutnya. Maka orang tua (ayah) harus mengikuti upacara adat Kayo, dan membawa bayinya pada upacara Neba’buk.<ref name="Kayo"></ref>
# '''Nuva’ (perdana/pertama kali)''' Muva’ adalah sebutan jenjang pertama bagi anak laki-laki atau remaja yang baru pertama kali mengikuti upacara dat Kayo.<ref name="Kayo"></ref>
# '''Mipah Kayo (pasangan Nemlaai/kayo)''' Mipah Kayo atau memasuki kedewasaan fisik dan moral, seorang remaja laki-laki yang beranjak dewasa wajib mengikuti upacara adat Kayo karena ini jenjang kedua setelah Muva’. Setelah mengikuti jenjang ini maka remaja laki-laki dianggap telah memasuki masa dewasa.<ref name="Kayo"></ref>
# '''Naa’Kadaan/Metun Kadaan (membuat/memasang pusaka)''' Pada saat ini pria baru mengenakan pakaiantertinggi suatu golongannya. Pada tingkat ini orang tersebut boleh memakai pakaian barang dan senjata pusaka yang bernilai sakral.<ref name="Kayo"></ref>
# '''Ulii’ Mulaang Ngalaang Haang (kembali dari perjalanan jauh)''' Jika seseorang laki-laki baru saja pulang dari perjalanan jauh dan berhasil pulang dengan selamat.<ref name="Kayo"></ref>
# '''Hake''' Adalah orang baru yang ingin menjadi warga Bahau dan menetap dan perjuangan dalam hidup bersama masyarakat Bahau.<ref name="Kayo"></ref>
# '''Mebat Lumu''' Jika ada anggota keluarga yang meninggal maka keluarga tersebut akan berkabung selama beberapa hari. Maka setelah masa berkabung.<ref name="Kayo"></ref>
 
==Ketentuan Upacara==
# Upacara adat Kayo adalah upacara khusus kaum laki-laki. Segala kegiatan yang berhubungan dengan upacara adat harus dilakukan oleh laki-laki. Perempuan dilarang berbaur dengan para peserta selama upacara Kayo berlangsung atau selesai. Bagi orang yang tidak mengikuti upacara baik itu penduduk, tamu ataupun turis asing yang boleh berbaur dan melihat dari dekat hanya yang berjenis kelamin laki-laki, termasuk para wartawan dan juru foto yang ingin mengabadikan kegiatan pun harus laki-laki. Perempuan hanya bisa menyaksikan dari jauh sebatas jarak yang telah ditentukan sebelumnya.<ref name="Kayo"></ref>
# Pada saat para peserta kembali dari pertapaan dan naik ke kampung, atau pada saat menari dalam barisan, siapa pun dilarang melintas memotong barisan. Hal ini disebabkan agar si pelintas tidak mengalami celaka, karena pada saat upacara adat Kayo dilangsungkan, roh para leluhur dan roh-roh ganas telah dipanggil dan ikut serta dalam upacara tersebut.<ref name="Kayo"></ref>
# Pada saat pemimpin upacara adat melakukan ritual apapun, baik itu ''Maraa'', ''ngaping'', terlebih saat melaksanakan ''maraa’'', siapapun tanpa terkecuali dilarang berada dihadapan sang pemimpin, karena saat melakukan ritual, sang pemimpin langsung berhadapan dengan Tame Tinge, roh-roh penjaga, roh nenek moyang, dan roh-roh lain lainya.<ref name="Kayo"></ref>
# Pada saat upacara kayo, para peserta dilarang berhubungan dengan perempuan beberapa pun umurnya atau pun statusnya, termasuk berbicara perihal perempuan. Hal ini agar peserta tidak mengalami nasib sial, karena konon pengertian terhadap perempuan bagi laki-laki dalam saat keperkasaan dan ketangguhan adalah pangkal sial.<ref name="Kayo"></ref>