Kategori:Artikel Biografi belum dinilai: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Syaf Anton (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Syaf Anton (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Kategori:Biografi]]
Syaf Anton Wr. Lahir : Sumenep, 13 Juni 1956
Pengalaman kreatif : Lukis, Teater, Sastra, Jurnalis Specialisasi karya :
Puisi, cerpen, novel, essay Awal Proses : tahun 1976 Pendidikan formal :
Madrasah Aliyah Negeri Sumenep (SLTA) Alamat : Jl. Berlian 3-B Sumenep Telp.
(0328) 669112
 
Perjalanan Kreatif
'''Perjalanan Kreatif'''
1. Proses Kreatif Dimulai duduk di bangku SLTP (1973) menyenangi menulis dan membaca puisi di radio Sumenep (RRI dan Radio Doble One) setiap program acara apresiasi sastra. Kemudian mengikuti lomba-lomba puisi dan mengirimkan puisi-puisi ke media remaja, khususnya Surabaya. Tamat SLTA (1977) hijrah ke Surabaya dengan mengandalkan kemampuan menulis puisi dan cerpen dan mengirimkan ke berbagai media, baik Surabaya, Yogyakarta dan Jakarta. Tahun 1978 diminta almarhum Suripan Sadi Hutomo, mambantu menjaga rubrik Balada, Harian Bhirawa, khususnya rubrik cerita mini berbahasa Madura. Sampai tahun 1981 terus menulis puisi, cerpen, artikel dan jurnalistik dengan menghasilkan ratusan karya. Akhir 1981, kembali ke kampung di Sumenep, lalu mendirikan Bengkel Seni Primadona; (1984) mendirikan Sanggar Seni Kembara (1985) dengan menjabat ketua; tahun 1985 mendirikan Sanggar Sastra Mayang; (1997), mendirikan dan Ketua Forum Bias (Forum kajian sastra dan budaya) (1994), mengkoordinir seniman dari semua bidang seni, sekaligus sebagai koordinator Jaringan Seniman Sumenep (JSS) (1999), dan sejak tanggal 14 Oktober 2001, melalui Musyawarah Budaya, dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Sumenep.
 
2. Kerja Jaringan Kesenian Sejak kembali ke Sumenep (1981) melakukan gerakan kesenian ke berbagai kantong-kantong kesenian Sumenep, khususnya wilayah pesantren. “Gerakan pesantren” ini dilakukan secara kontiniu setiap hari Jum’at (libur pesantren). Sekitar 20 pesantren, yang besar maupun yang kecil, dijelajahi dengan melakukan pembinaan kesenian, khususnya sastra dan memunculkan banyak pelaku seni, baik yang menetap di Sumenep maupun keluar, seperti Jamal D Rahman dkk. Mulai tahun 1990 bergerak membaca puisi di DKS, BMS dan beberapa tempat di Surabaya, Solo, Yogyakarta, Jakarta atas inisiatif pribadi maupun undangan.
1. Proses Kreatif Dimulai duduk di bangku SLTP
3. Pembina Kesenian Dari gerakan kesenian ini, maka akhirnya banyak bermunculan sanggar-sanggar kesenian, seperti misalnya di Ponpes Al-Amin Prenduan Sumenep, awalnyya satu sanggar (Hilal) mulai muncul beberapa sanggar lainnya sesuai dengan wilayah koordinatnya. Ponpes An-Nuqayyah yang awalnya hanya Sanggar Andalas, kini telah berdiri 11 komunitas seni, pada masing-masing wilayah kordinatnya. Hal ini juga merambah ke beberapa pelosok kecamatan/ desa sekitarnya. Di Kota Sumenep, secara khusus membina Sanggar Lentera STKIP Sumenep.
(1973) menyenangi menulis dan membaca puisi di radio Sumenep (RRI dan Radio
4. Pertemuan Seni yang Pernah Diikuti - Jambore Puisi Jatim 83 di Sumenep, karya puisinya dibahas - Forum puisi Indonesia 87, di TIM Jakarta (1987) - Penyair Madura dalam Forum (1994) - Refleksi Setengah Abad Indonesia, di Solo (1995) - Festival Seni Surabaya (1996) - Pertemuan Sastrawan Nusantara IX - Pertemuan Sastrawan Indonesia 1997 di Kayutanam Sumatera Barat (1997) - Dan sekian pertemuan seni lainnya di berbagai daerah
Doble One) setiap program acara apresiasi sastra. Kemudian mengikuti
5. Penerbitan Buku - Kumpulan puisi tunggal Cermin (1990) dan Bingkai (1993) pengantar Suripan Sadi Hutomo (Pusat Dokumentasi Suriman SH, 1993) - Antologi bersama : Puisi Penyair Madura (Sanggar Tirta, 1992), Festival Puisi Jatim (Genta, 1992), Pameran Seni Rupa Keterbukaan (KSRB, 1994), Tanah Kelahiran (Forum Bias, 1994), Nuansa Diam (Nuansa, 1995), Sajak-sajak Setengah Abad Indonesia (TBS, 1995), Kebangkitan Nasional II (Batu Kreatif, 1995), Tabur Bunga Penyair Indonesia I (BSB, 1995), Bangkit III, (Batu Kreatif, 1996), Tabur Bunga Penyair Indonesia II, (BSB, 1996), Api Pekarangan (Forum Bias, 1996), Negeri Impian (Forum Bias, 1996), Negeri Bayang-Bayang (FSS, 1996), Langit Qosidah (FKBI Annas, 1996), Antologi Puisi Indonesia (KSI, 1997), Luka Waktu (TB Jatim, 1998), Memo Putih, (DKJT, 2000) dan sejumlah antologi lainnya yang tidak terdokumentasi.
lomba-lomba puisi dan mengirimkan puisi-puisi ke media remaja, khususnya
6. Pelatihan Seni dan Panghargaan - Penataran Pimpinan Group Seni Budaya, Kanwil Depag Prop. Jatim di Surabaya (1991) - Pelatihan Tenaga Penyuluh Sadar Wisata Jatim (1992) - Pelatihan Jurnalistik Majalah MPA Surabaya (1995) - Pelatihan Seniman se-Jatim, Dinas P dan K Prop. Jatim (1999) - Pemakalah Sarasehan Bahasa dan Sastra Jatim, di Balai Bahasa Surabaya (2000) - Pelatihan Seniman se Jatim – Work Shop Skenografi, di Surabaya (2000) - Penghargaan sebagai pembina kesenian terbaik, versi Papiwira Sumenep (1998) - Penghargaan sebagai penulis puisi terbaik, versi Papiwira Sumenep (1998) - Penghargaan/ sertifikat/ piagam sebagai pembicara dialog seminar, juri dari organisasi, lembaga pemerintah, perguruan tinggi dan sebagainya - Penghargaan dari istri, anak-anak yang memberi kebebasan dalam berkreasi dan kesempatan berbuat.
Surabaya. Tamat SLTA (1977) hijrah ke Surabaya dengan mengandalkan kemampuan
7. Perhatian Terhadap Karyanya - “Melawan Kucuran Keringat”, Suripan Sadi Hutomo (1992) - sastra Indonesia di Madura : Tinjauan Pengarang, Hasil Karya dan Media, Setiawan dkk (1992 / 1991) - Nara Sumber skripsi mahasiswa UWK Surabaya, IKIP/ UNISA, STKIP PGRI Sumenep dan referensi karya-karya tulis sastra dari beberapa nara sumber maupun lembaga
menulis puisi dan cerpen dan mengirimkan ke berbagai media, baik Surabaya,
Hubungan Kerja Kesenian Dan Aktifitas Sosial
Yogyakarta dan Jakarta. Tahun 1978 diminta almarhum Suripan Sadi Hutomo,
1. Gerakan Kesenian Kerja kesenian bukan hanya tanggung jawab seniman, seluruh elemen masyarakat mempunyai tanggung jawab yang sama dalam membina, mengembangkan dan melestarikan kesenian. Kesenian harus diperjuangkan dan dimasyarakatkan. Dalam kesenian tidak ada dikotomi, apalagi dikoptasi. Seniman harus berada digarda depan pembangunan. Melalui saluran aspirasi, seniman harus lekat dengan legeslatif, birokrasi, apalagi masyarakat. Karena dengan karya saja tidak cukup menghasilkan kerja maksimal. Untuk itu kesenian harus memberi makna terhadap kebutuhan masyarakat. Seniman harus bergerak menuntut keadilan, keselarasan dan menentang kekerasan. Kesenian dan seniman tidak boleh termarginalkan.
mambantu menjaga rubrik Balada, Harian Bhirawa, khususnya rubrik cerita mini
2. Pengalaman Sosial Masyarakat sebenarnya responsi terhadap karya seni. Hal ini dibuktikan bahwa di masyarakat tradisional, pelosok pedesaan, khususnya di Kabupaten Sumenep, sangat apresiatif ketika mendengarkan penyair baca puisi daripada alunan musik dangdut. Dibeberapa pelosok pedesaan, kesenian telah menjadi bagian dari kebutuhan kehidupan. Realitas ini kerap kurang mendapat perhatian dari seniman. Selama seniman tetap melingkar di sekitar perkotaan, maka arah yang diharapkan kesenian tidak akan menyentuh ke masyarakat secara luas.
berbahasa Madura. Sampai tahun 1981 terus menulis puisi, cerpen, artikel dan
3. Dikenal dengan sebutan penggerak seni sastra pesantren.
jurnalistik dengan menghasilkan ratusan karya. Akhir 1981, kembali ke kampung
di Sumenep, lalu mendirikan Bengkel Seni Primadona; (1984) mendirikan Sanggar
Seni Kembara (1985) dengan menjabat ketua; tahun 1985 mendirikan Sanggar Sastra
Mayang; (1997), mendirikan dan Ketua Forum Bias (Forum kajian sastra dan
budaya) (1994), mengkoordinir seniman dari semua bidang seni, sekaligus sebagai
koordinator Jaringan Seniman Sumenep (JSS) (1999), dan sejak tanggal 14 Oktober
2001, melalui Musyawarah Budaya, dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian
Sumenep.
 
2. Kerja Jaringan Kesenian Sejak kembali ke
Sumenep (1981) melakukan gerakan kesenian ke berbagai kantong-kantong kesenian
Sumenep, khususnya wilayah pesantren. “Gerakan pesantren” ini dilakukan secara
kontiniu setiap hari Jum’at (libur pesantren). Sekitar 20 pesantren, yang besar
maupun yang kecil, dijelajahi dengan melakukan pembinaan kesenian, khususnya
sastra dan memunculkan banyak pelaku seni, baik yang menetap di Sumenep maupun
keluar, seperti Jamal D Rahman dkk. Mulai tahun 1990 bergerak membaca puisi di
DKS, BMS dan beberapa tempat di Surabaya, Solo, Yogyakarta, Jakarta atas
inisiatif pribadi maupun undangan.
 
3. Pembina Kesenian Dari gerakan kesenian ini,
maka akhirnya banyak bermunculan sanggar-sanggar kesenian, seperti misalnya di
Ponpes Al-Amin Prenduan Sumenep, awalnyya satu sanggar (Hilal) mulai muncul
beberapa sanggar lainnya sesuai dengan wilayah koordinatnya. Ponpes An-Nuqayyah
yang awalnya hanya Sanggar Andalas, kini telah berdiri 11 komunitas seni, pada
masing-masing wilayah kordinatnya. Hal ini juga merambah ke beberapa pelosok
kecamatan/ desa sekitarnya. Di Kota Sumenep, secara khusus membina Sanggar
Lentera STKIP Sumenep.
 
4. Pertemuan Seni yang Pernah Diikuti - Jambore
Puisi Jatim 83 di Sumenep, karya puisinya dibahas - Forum puisi Indonesia 87,
di TIM Jakarta (1987) - Penyair Madura dalam Forum (1994) - Refleksi Setengah
Abad Indonesia, di Solo (1995) - Festival Seni Surabaya (1996) - Pertemuan Sastrawan
Nusantara IX - Pertemuan Sastrawan Indonesia 1997 di Kayutanam Sumatera Barat
(1997) - Dan sekian pertemuan seni lainnya di berbagai daerah
 
5. Penerbitan Buku - Kumpulan puisi tunggal
Cermin (1990) dan Bingkai (1993) pengantar Suripan Sadi Hutomo (Pusat
Dokumentasi Suriman SH, 1993) - Antologi bersama : Puisi Penyair Madura
(Sanggar Tirta, 1992), Festival Puisi Jatim (Genta, 1992), Pameran Seni Rupa
Keterbukaan (KSRB, 1994), Tanah Kelahiran (Forum Bias, 1994), Nuansa Diam
(Nuansa, 1995), Sajak-sajak Setengah Abad Indonesia (TBS, 1995), Kebangkitan
Nasional II (Batu Kreatif, 1995), Tabur Bunga Penyair Indonesia I (BSB, 1995),
Bangkit III, (Batu Kreatif, 1996), Tabur Bunga Penyair Indonesia II, (BSB,
1996), Api Pekarangan (Forum Bias, 1996), Negeri Impian (Forum Bias, 1996),
Negeri Bayang-Bayang (FSS, 1996), Langit Qosidah (FKBI Annas, 1996), Antologi
Puisi Indonesia (KSI, 1997), Luka Waktu (TB Jatim, 1998), Memo Putih, (DKJT,
2000) dan sejumlah antologi lainnya yang tidak terdokumentasi.
 
6. Pelatihan Seni dan Panghargaan - Penataran
Pimpinan Group Seni Budaya, Kanwil Depag Prop. Jatim di Surabaya (1991) -
Pelatihan Tenaga Penyuluh Sadar Wisata Jatim (1992) - Pelatihan Jurnalistik
Majalah MPA Surabaya (1995) - Pelatihan Seniman se-Jatim, Dinas P dan K Prop.
Jatim (1999) - Pemakalah Sarasehan Bahasa dan Sastra Jatim, di Balai Bahasa
Surabaya (2000) - Pelatihan Seniman se Jatim – Work Shop Skenografi, di
Surabaya (2000) - Penghargaan sebagai pembina kesenian terbaik, versi Papiwira
Sumenep (1998) - Penghargaan sebagai penulis puisi terbaik, versi Papiwira
Sumenep (1998) - Penghargaan/ sertifikat/ piagam sebagai pembicara dialog
seminar, juri dari organisasi, lembaga pemerintah, perguruan tinggi dan
sebagainya - Penghargaan dari istri, anak-anak yang memberi kebebasan dalam
berkreasi dan kesempatan berbuat.
 
7. Perhatian Terhadap Karyanya - “Melawan Kucuran
Keringat”, Suripan Sadi Hutomo (1992) - sastra Indonesia di Madura :
Tinjauan Pengarang, Hasil Karya dan Media, Setiawan dkk (1992 / 1991) - Nara
Sumber skripsi mahasiswa UWK Surabaya, IKIP/ UNISA, STKIP PGRI Sumenep dan
referensi karya-karya tulis sastra dari beberapa nara sumber maupun lembaga
 
'''Hubungan Kerja Kesenian Dan Aktifitas Sosial'''
 
1. Gerakan Kesenian Kerja kesenian bukan hanya
tanggung jawab seniman, seluruh elemen masyarakat mempunyai tanggung jawab yang
sama dalam membina, mengembangkan dan melestarikan kesenian. Kesenian harus
diperjuangkan dan dimasyarakatkan. Dalam kesenian tidak ada dikotomi, apalagi
dikoptasi. Seniman harus berada digarda depan pembangunan. Melalui saluran
aspirasi, seniman harus lekat dengan legeslatif, birokrasi, apalagi masyarakat.
Karena dengan karya saja tidak cukup menghasilkan kerja maksimal. Untuk itu
kesenian harus memberi makna terhadap kebutuhan masyarakat. Seniman harus
bergerak menuntut keadilan, keselarasan dan menentang kekerasan. Kesenian dan
seniman tidak boleh termarginalkan.
 
2. Pengalaman Sosial Masyarakat sebenarnya
responsi terhadap karya seni. Hal ini dibuktikan bahwa di masyarakat
tradisional, pelosok pedesaan, khususnya di Kabupaten Sumenep, sangat
apresiatif ketika mendengarkan penyair baca puisi daripada alunan musik
dangdut. Dibeberapa pelosok pedesaan, kesenian telah menjadi bagian dari
kebutuhan kehidupan. Realitas ini kerap kurang mendapat perhatian dari seniman.
Selama seniman tetap melingkar di sekitar perkotaan, maka arah yang diharapkan
kesenian tidak akan menyentuh ke masyarakat secara luas.
 
3. Dikenal dengan sebutan penggerak seni sastra
pesantren.