Ketuanan Melayu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 25:
Sesaat sebelum Perang Dunia II, nasionalisme Melayu mulai menekankan ''ketuanan Melayu''. Dikhawatirkan bahwa kebijakan Britania mulai condong terhadap pembentukan nasionalitas Malaya yang memasukkan warga Tionghoa dan India. Beberapa warga Melayu kemudian berusaha mempertahankan ''[[status quo]]'' dengan menggunakan Britania sebagai pertahanan terhadap ancaman non-Melayu. Yang lainnya mulai memperjuangkan sebuah negara Melayu yang merdeka dan berdaulat, seperti "[[Negara Indonesia Raya]]".<ref>Roff, pp. 235&ndash;236.</ref>
 
===Persatuan Malaya===
Setelah Perang Dunia II, Britania mengumumkan pembentukan [[Malayan Union]] (Persatuan Malaya) yang akan melonggarkan kebijakan-kebijakan imigrasi, mengurangi kedaulatan raja-raja Melayu, dan tidak mengakui adanya supremasi Melayu, membentuk Malaya sebagai protektorat Britania Raya. Sebagai penduduk yang lahir di Malaya, kebanyakan warga Tionghoa dan India memenuhi syarat mendapatkan kewarganegaraan di bawah prinsip ''[[jus soli]]''. Dengan jaminan hak-hak yang sama kepada semua orang, warga Melayu khawatir bahwa kekuatan kecil yang disisakan akan kemudian diambil juga.<ref>Hwang, p. 37.</ref><ref>Ongkili, James P. (1985). ''Nation-building in Malaysia 1946&ndash;1974'', p. 42. Oxford University Press. ISBN 0-19-582681-7.</ref>
 
Untuk pertama kalinya, warga Melayu menjadi sadar secara politik, memprotes pembentukan Malayan Union. Pada satu perkumpulan terdapat sebuah plakat yang bertuliskan "Malaya adalah milik Melayu. Kami tidak ingin etnis lain diberikan hak dan keistimewaan yang sama dengan etnis Melayu."<ref>Ongkili, p. 47.</ref> Satu organisasi Melayu memberitahukan kepada Britania bahwa ketetapan kewarganegaraan ini akan membawa pada kepunahan etnis Melayu beserta tanah dan raja mereka."<ref>Ongkili, p. 50.</ref> Sekelompok royalis Melayu dan pejabat sipil yang dipimpin oleh Dato' [[Onn Ja'afar]] membentuk [[Organisasi Nasional Melayu Bersatu]] (UMNO) untuk memprotes pembentukan [[Malaya Union]]<ref>Hwang, p. 38.</ref> Walaupun Malaya Union dibentuk sesuai dengan rencana, kampanye memprotes pembentukan tersebut terus berlanjut; tahun 1948, Britania menggantikan Malaya Union dengan [[Federasi Malaya]]. Federasi ini mengembalikan kedaulatan raja-raja Melayu, memperketat pembatasan imigrasi dan kewarganegaraan, dan memberikan warga Melayu hak-hak istimewa.<ref>Hwang, p. 39.</ref> Walaupun demikian, tujuan semula Britania tetap sama: memperkenalkan "sebuah bentuk kewarganegaraan umum yang terbuka untuk semua orang, tanpa memandang etnis, yang menganggap Malaya sebagai rumah mereka dan objek kesetiaan mereka."<ref>Hickling, p. 87.</ref>
 
Oposisi yang terbatas terhadap ''ketuanan Melayu'' dan UMNO semasa periode ini datang dari koalisi antara ''[[All-Malaya Council of Joint Action]]'' (AMCJA) dan [[Pusat Tenaga Rakyat (Malaysia)|Pusat Tenaga Rakyat]] (PUTERA). Walaupun salah satu konstituen organisasi PUTERA berkeras pada ''ketuanan Melayu'' sebagai "hak lahir nasional" warga Melayu, PUTERA ikut serta dengan AMCJA memperjuangkan persamaan politik non-Melayu. Setelah Britania menolak untuk mempedulikan koalisi PUTERA-AMCJA, koalisi ini menolak berunding dengan Britania, kemudian melancarkan mogok umum untuk memprotes apa yang dianggap kecacatan dalam negara baru. Setelah Federasi Malaya dibentuk, koalisi ini kemudian dibubarkan.<ref name="ongkili_59-66"/>
 
Sebelum pembentukan Federasi, warga non-Melayu secara umum tidak dilibatkan dalam perpolitikan dan nasionalisme Malaya; lebih tertarik kepada politik tanah asal mereka, warga non-Melayu tidak pernah secara signifikan mendukung [[Malayan Union]]<ref>Jawan, Jayum A. (2003). ''Malaysian Politics & Government'', p. 37. Karisma Publications. ISBN 983-195-037-2.</ref> AMCJA, walaupun terdiri dari warga non-Melayu, tidak mewakili sebagian besar dari komunitas warga non-Melayu di Malaya.<ref>Ongkili, p. 68.</ref> Kurangnya ketertarikan atau kesetiaan kepada Malaya di antara warga non-Melayu tampaknya menjustifikasi ''ketuanan Melayu''.
 
Beberapa ahli sejarah beragumentasi bahwa kegagalan Malayan Union membuat warga Tionghoa sadar akan kebutuhan perwakilan politik mereka. [[Asosiasi Tionghoa Malaya]] (MCA) &mdash; sebuah partai politik komunal yang mengkampanyekan hak-hak politik warga Tionghoa &mdash; dibentuk segera sesudah pembentukan Federasi Malaya.<ref>Ye, p. 34.</ref> Yang lainnya mengklaim bahwa faktor utama dibalik keterlibatan warga non-Melayu ke dalam politik Malaya dan tuntuan hak-hak mereka, adalah karena peningkatan jumlah warga non-Melayu yang lahir di Malaya. Laporan yang sama dari ''British Permanent Under-Secretary of State for the Colonies'' mengindikasikan bahwa warga non-Melayu yang lahir di Malaya "tidak pernah melihat tanah nenek moyang mereka dan mereka mengklaim bahwa keturunan-keturunan mereka seharusnya mendapatkan perlakuan yang adil."<ref>Hwang, p. 25.</ref> Presiden pertama MCA adalah [[Tan Cheng Lock]], seorang warga Tionghoa yang lahir di Malaya yang sebelumnya memimpin AMCJA sebelum pembubarannya.
 
==Sumber==