Sarewu, Pancalang, Kuningan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: mengosongkan halaman [ * ]
Baris 21:
Berangkatlah "Ki Buyut Pohaci" diiringi sejumlah ponggawa, tidak lama diperjalanannya tibalah di suatu tempat yang beliau anggap cocok untuk berternak sapi karena selain berada pada daerah dataran tinggi yang sejuk udaranya juga tempatnya tidak jauh dari pusat pemerintahan Desa Cirebon Girang, yakni kurang lebih 5km kesebelah selatan. Selang waktu beberapa jam beristirahat kekemudian beliau mendirikan beberapa gubuk sebagai tempat berternak sapi. Sekarang daerahnya dikenal denagan sebutan Pondok Sapi.
Iklim yang sejuk sangat memungkinkan sekali untuk berternak sapi karenanya pakanpun berlimpah, kian hari kian lama perternakan sapi berkembang pesat, hingga sapinya pun tak terhitung. Melihat kenyataan demikian fikir "Ki Buyut Pohaci" perlu keamanan dalam menjaga segala kemungkinan pada peternakannya. Dibuatlah pos-pos penjagaan yang tidak jauh dari lokasi perternakan dan sekarang daerah tersebut dikenal sawah pajagaan. Adapun tempat pengembalaannya serta tempat minum dan memandikan sapi-sapi tersebut dikenal dengan sebutan daerah sibatok, karena dengan batoklah para pengembala mengambil air dalam memberi minum dan memandikannya.
 
"Ki Buyut Pohaci" dikenal sebagai abdi yang sangat patuh apalagi beliau memiliki ilmu yang sangat tinggi terlebih sangat disegani ponggawanya karena jasa-jasanya, "Ki Buyut Pohaci" yang dikenal denagan sebautan "Buyut Aci" setempat mendirikan pemukiman tidak jauh dari pondok sapi, yakni suatu tempat atau pekarangan yang di apit sungai besar, seringkali kebanjiran yang berakibat fatal pada tanaman bahkan pada pemukimannya hingga tak bertahan lama beliau akhirnya berpindah tempat ke dataran yang lebih tinggi,kini dikenal daerah gunung puyuh, sementara daerah yang ditinggalkan dikenal dengan sebutan daerah karang suwung artinya pekarangan yang dikosongkan.
 
Mbah Kuwu Sangkan Cirebon Girang demikian sebutan yang dikenal masyarakat islam didataran pasundan, beliau dikenal orang yang arif dan bijaksana, hingga disegani abdi-abdinya apalagi melihat kenyataan perternakannya berkembang pesat. Beliau sewaktu-waktu berkunjung kepondok sapi dan menginapnya beberapa hari sebagai tempat peristirahatannya yang tak jauh dari pondok sapi terdapat susunan batu-batu sebagai pasarean dan solat, juga terdapat beberapa kolam kecil/kulah dibawah pohon-pohon yang rindang. Kini daerah tersebut dikenal dengan sebutan daerah keramat balong sewu. Daerah keramat balong sewu hingga kini ada dan terawat baik bahkan oelah sebagian masayarakat sekitar dipakai sebagai tempat untuk menyepi dan bertapa untuk memiliki aji balad seribu.
Berawal dari itulah sebuah pemukiman kampung yang hidup dan berkembang didataran tinggi gunung puyuh dan sebutan Desa Sarewu. Sarewu berasal dari kata “Keramat” atau tempat “Pasarean” pasarean Mbah Kuwu Sarewu” peristirahatan Mbah Kuwu.
 
 
Adapun Kepala dersa atau Kuwu Sarewu yang pernah Meminpin diantaranya:
Baris 38 ⟶ 41:
11. Kuwu Wti A. Md Tahun 2003 s/d 2011
12. Kuwu Wti A. Md Tahun 2011 s/d sekarang
 
 
Berkat kepeminpinan beliau keberadaan Desa Sarewu semakin berkembang penduduknya 100% beragama islam dengan mata pencaharian sehari-hari sebagai pengrajin sapu yang merupakan warisan turunan nenek moyang. Konon katanya sejarah kerajinan sapu di Desa Sarewu sejak zaman pebjajahan Belanda. Sekilas sejarahnya sebagai berikut :
 
Pada zaman pemerintahan belanda sekitar 1850an seorang warga Desa Sarewu yakni Bpk. Salimun adalah orang yang sangat berpengaruh, sehingga disegani oleh masyarakat bahkan beliau sering menentang kebijakan-kebijjakan dari pemerintah belanda saat itu, pada akhirnya Pak salimun ditangkap dan dibuang kepulauan sumatra tepatnya di Sowo Lunto Padang Silungkang keberadaannya di Sowo Lunto sebagai tahanan pemerintah belanda, Pak Salimun senang bergaul dengan sesamanya sebagai tahanan bahkan sempat belajar membuat sapu pada masyarakat sekitarnya hingga berhasil. Enatah berapa lama Pak Salimun di Sowo Lunto suatu saat pada akhirnya beliau di pulangkan ke desa asal yakni Desa Sarewu. Sebagia manusia biasa Pak Salimun sesampainya di kampung halaman berusaha beradaptasi karena sebagai masayarakat Desa Sarewu saat itu menganggap bekas narapidana yang sarat dengan kekerasan. Berkat kesungguhannya Pak Salimun Akhirnya diterima oleh masyarakat sebagai Salimun dulu penuh kewibawaan dan penagaruh disesamanya mulailah Pak Salimun mengembangkan apa yang diperoleh saat dibuang ke Pulau Sumatra yakni kerajinan sapu, dengan memanfaatkan keahliannya bahan baku yang ada Pak Salimun Mengembangkan keahlianya kepada masyarakat Sarewu hingga beliau wafat pun kerajinan sapu kian berkembang yang pada akhirnya merupakan mata pencaharian masyarakat Sarewu. Ibarat garam dilautan luas kerajinan sapu sudah merupakan ketergantungan hidup masayarakat Desa Sarewu. Berlayar tarik jangkar kami berdiri tergar dengan ditopang penduduk sebanyak ±1264 jiwa, 315 kepala keluarga (KK) berusaha mengarungi wilayah seluas 100,095 Ha dengan tetap berkeyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 100% beragama Islam.
Pada zaman pemerintahan belanda sekitar 1850an seorang warga Desa Sarewu yakni Bpk. Salimun adalah orang yang sangat berpengaruh, sehingga disegani oleh masyarakat bahkan beliau sering menentang kebijakan-kebijjakan dari pemerintah belanda saat itu,
pada akhirnya Pak salimun ditangkap dan dibuang kepulauan sumatra tepatnya di Sowo Lunto Padang Silungkang
keberadaannya di Sowo Lunto sebagai tahanan pemerintah belanda, Pak Salimun senang bergaul dengan sesamanya sebagai tahanan bahkan sempat belajar membuat sapu pada masyarakat sekitarnya hingga berhasil.
Enatah berapa lama Pak Salimun di Sowo Lunto suatu saat pada akhirnya beliau di pulangkan ke desa asal yakni Desa Sarewu. Sebagia manusia biasa Pak Salimun sesampainya di kampung halaman berusaha beradaptasi karena sebagai masayarakat Desa Sarewu saat itu menganggap bekas narapidana yang sarat dengan kekerasan.
Berkat kesungguhannya Pak Salimun Akhirnya diterima oleh masyarakat sebagai Salimun dulu penuh kewibawaan dan penagaruh disesamanya mulailah Pak Salimun mengembangkan apa yang diperoleh saat dibuang ke Pulau Sumatra yakni kerajinan sapu,
dengan memanfaatkan keahliannya bahan baku yang ada Pak Salimun Mengembangkan keahlianya kepada masyarakat Sarewu hingga beliau wafat pun kerajinan sapu kian berkembang yang pada akhirnya merupakan mata pencaharian masyarakat Sarewu. Ibarat garam dilautan luas kerajinan sapu sudah merupakan ketergantungan hidup masayarakat Desa Sarewu. Berlayar tarik jangkar kami berdiri tergar dengan ditopang penduduk sebanyak ±1264 jiwa, 315 kepala keluarga (KK) berusaha mengarungi wilayah seluas 100,095 Ha dengan tetap berkeyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 100% beragama Islam.
 
== Pemerintahan ==