Suryopranoto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ahmad Subhan (bicara | kontrib)
menghilangkan bagian tentang pergantian kekuasaan di istana + menambahkan bagian latar belakang dan pendidikan
Ahmad Subhan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 6:
 
==Latar Belakang dan Pendidikan==
Suryopranoto, dengan nama kecil Iskandar, adalah kakak Suwardi Suryaningrat ([[Ki Hadjar Dewantara]]). Secara genealogis, Suryopranoto adalah seorang bangsawan. Ia adalah putra sulung dari Kanjeng Pangeran Aryo (KPA) Suryaningrat, yang mana sang ayah sendiri adalah putra tertua dari [[Paku Alam III]]. Ini berarti Suryopranoto adalah anak laki-laki pertama dari seorang putera[[putra mahkota]]. Namun, hak naik tahta sang ayah menjadi batal karena ia terserang penyakit mata yang mengakibatkan kebutaan.
 
Iskandar, sebagai anak bangsawan, termasuk golongan pribumi yang kedudukannya "disamakan" dengan kalangan bangsa Eropa. Dengan statusnya itulah ia bisa masuk Sekolah Rendah Eropa atau ''Europeesche Lagere School'' ([[ELS]]). Setamat dari ELS, Suryopranoto mengambil ''Klein Ambtenaren Cursus'' atau Kursus Pegawai Rendah, yang kurang lebih setingkat dengan ''Meer Uitgebreid Lager Onderwijs'' ([[MULO]]) yang sekarang setara dengan [[SMP]].
 
Lulus dari kursus tersebut, Suryopranoto diterima menjadi pegawai kantor pemerintahan kolonial di [[Tuban]]. Ia akhirnya dipecat dari pekerjaan tersebut karena menempeleng seorang pejabat kolonial berkulit putih.
 
Sekembalinya dari Tuban, Suryopranoto langsung diangkat sebagai ''wedono sentono'' di Praja Pakualaman dengan pangkat ''panji''. Jabatan itu kurang lebih sama dengan kepala bagian administrasi istana.
 
Pada tahun [[1900]], Suryopranoto mendirikan sebuah organisasi bernama ''Mardi Kaskaya''. Sebagian besar pengurus organisasi ini adalah kerabat Pakualaman. ''Mardi Kaskaya'' kurang lebih mirip sebuah koperasi simpan-pinjam. Pada akhir tahun [[1901]], Suryopranoto mendirikan sebuah klub pertemuan dengan nama ''Societeit Sutrohardjo''. Klub ini kurang lebih merupakan sebuah [[perpustakaan]] yang sangat sederhana. Dalam klub ini, orang bisa membaca berbagai bacaan, seperti surat kabar dan majalah.
 
Sehubungan dengan keberadaan ''Mardi Kaskaya'', ruang gerak rentenir semakin berkurang. Mereka sering menemui umpatan dan cacian ketika keluar masuk kampung-kampung. Akibatnya, konflik terbuka sering terjadi. Insiden-insiden tersebut dianggap oleh pejabat kolonial sebagai gangguan ketentraman umum karena keberadaan ''Mardi Kaskaya'' dengan Suryopranoto sebagai pendirinya. Oleh karena itulah pejabat kolonial "menyekolahkan" Suryopranoto ke MLS (''Middelbare Landbouw School'' = Sekolah Menengah Pertanian) di [[Bogor]].