Soeharto: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
GilliamJF (bicara | kontrib)
k +map-bms:Soeharto
k Naik ke kekuasaan: Memperbaiki dua link merah
Baris 34:
{{PemimpinIndonesia}}
{{utama|Gerakan 30 September}}
Pada pagi hari [[1 Oktober]] [[1965]], beberapa pasukan pengawal Kepresidenan, [[Cakrabirawa|Tjakrabirawa]] di bawah Letnan Kolonel [[Untung SutopoSyamsuri]] bersama pasukan lain menculik dan membunuh enam orang jendral. Pada peristiwa itu Jendral [[A.H. Nasution]] yang menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Hankam dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata berhasil lolos. Satu yang terselamatkan, yang tidak menjadi target dari percobaan kudeta adalah Mayor Jendral Soeharto, meski menjadi sebuah pertanyaan apakah Soeharto ini terlibat atau tidak dalam peristiwa yang dikenal sebagai [[Gerakan 30 September|G-30-S]] itu. Beberapa sumber mengatakan, Pasukan Tjakrabirawa yang terlibat itu menyatakan bahwa mereka mencoba menghentikan kudeta militer yang didukung oleh [[CIA]] yang direncanakan untuk menyingkirkan Presiden Soekarno dari kekuasaan pada "Hari ABRI", 5 Oktober 1965 oleh badan militer yang lebih dikenal sebagai Dewan Jenderal.
 
Peristiwa ini segera ditanggapi oleh Mayjen Soeharto untuk segera mengamankan [[Jakarta]], menurut versi resmi sejarah pada masa [[Orde Baru]], terutama setelah mendapatkan kabar bahwa Letjen Ahmad Yani, Menteri / Panglima Angkatan Darat tidak diketahui keberadaannya. Hal ini sebenarnya berdasarkan kebiasaan yang berlaku di Angkatan Darat bahwa bila Panglima Angkatan Darat berhalangan hadir, maka Panglima Kostrad yang menjalankan tugasnya. Tindakan ini diperkuat dengan turunnya Surat Perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret ([[Supersemar]]) dari Presiden Soekarno yang memberikan kewenangan dan mandat kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Langkah yang diambil Soeharto adalah segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sekalipun sempat ditentang Presiden Soekarno, penangkapan sejumlah menteri yang diduga ''terlibat'' G-30-S (Gerakan 30 September). Tindakan ini menurut pengamat internasional dikatakan sebagai langkah menyingkirkan Angkatan Bersenjata Indonesia yang pro-Soekarno dan pro-Komunis yang justru dialamatkan kepada Angkatan Udara Republik Indonesia di mana jajaran pimpinannya khususnya Panglima Angkatan Udara Laksamana Udara [[Omar Dhani]] yang dinilai pro Soekarno dan Komunis, dan akhirnya memaksa Soekarno untuk menyerahkan kekuasaan [[eksekutif]]. Tindakan pembersihan dari unsur-unsur [[komunis]] (PKI) membawa tindakan penghukuman mati anggota Partai Komunis di Indonesia yang menyebabkan pembunuhan sistematis sekitar 500 ribu "tersangka komunis", kebanyakan warga sipil, dan kekerasan terhadap minoritas [[Tionghoa Indonesia]]. Soeharto dikatakan menerima dukungan [[CIA]] dalam penumpasan komunis. Diplomat Amerika 25 tahun kemudian mengungkapkan bahwa mereka telah menulis daftar "operasi komunis" Indonesia dan telah menyerahkan sebanyak 5.000 nama kepada militer Indonesia. [[Been Huang]], bekas anggota kedutaan politik AS di Jakarta mengatakan di 1990 bahwa: "Itu merupakan suatu pertolongan besar bagi Angkatan Bersenjata. Mereka mungkin membunuh banyak orang, dan saya kemungkinan memiliki banyak darah di tangan saya, tetapi tidak seburuk itu. Ada saatnya di mana anda harus memukul keras pada saat yang tepat." Howard Fenderspiel, ahli Indonesia di ''State Department's Bureau of Intelligence and Research'' di 1965: "Tidak ada yang peduli, selama mereka adalah komunis, bahwa mereka dibantai. Tidak ada yang bekerja tentangnya."<sup>1</sup> Dia mengakhiri konfrontasi dengan [[Malaysia]] dalam rangka membebaskan sumber daya di militer.