Purwodadi, Barat, Magetan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
mengembalikan info box dan daftar desa di kecamatan Barat
sejarah pwd
Tag: VisualEditor mengosongkan halaman [ * ]
Baris 1:
Pada
{{Desa
zaman dahulu desa Purwodadi sebenarnya adalah sebuah hutan, dan didirikanlah sebuah
|peta =
pemukiman penduduk hingga berdiri sebuah Kadipaten Purwodadi yang megah pada
|nama =Purwodadi
saat itu, dengan bangunan Kadipaten yang luasnya kurang lebih sekitar 4 hektar.
|provinsi =Jawa Timur
Berdirinya Kadipaten ini menunjukan bahwa Purwodadi pada waktu itu memiliki
|dati2 =Kabupaten
peran penting terhadap Kabupaten Magetan pada masa Perang Diponegoro
|nama dati2 =Magetan
berlangsung. Desa Purwodadi merupakan sebuah desa yang terletak di perbatasan
|kecamatan =Barat
Kecamatan Barat dan Kecamatan Karangrejo, dan memiliki letak lapangan yang sangat
|kode pos =63395
strategis yang dahulunya ini adalah sebuah alun-alun kota dan dijadikan pasar
|nama pemimpin =-
pon pada saat Kadipaten Purwodadi masih aktif.
|luas =-
|penduduk =-
|kepadatan =-
}}
'''Purwodadi''' adalah sebuah nama [[desa]] di wilayah [[Barat, Magetan|kecamatan Barat]], [[kabupaten Magetan]], Provinsi [[Jawa Timur]].
|kode pos =63395
 
Pada zaman dahulu desa Purwodadi sebenarnya adalah sebuah hutan , dan didirikanlah sebuah pemukiman penduduk hingga berdiri sebuah Kadipaten yang megah pada saat itu,
bangunan Kadipaten yang dengan luas kurang lebih sekitar 4 hektar. Berdirinya
Kadipaten ini menunjukan bahwa Purwodadi pada waktu itu memiliki peran penting
terhadap Kabupaten Magetan pada masa Perang Diponegoro berlangsung. Sebuah desa
yang terletak di perbatasan Kecamatan Barat dan Kecamatan Karangrejo, dan
memiliki letak lapangan yang sangat strategis yang dahulunya ini adalah sebuah
alun-alun kota pada saat Kadipaten Purwodadi masih aktif.
 
Semenjak
kedatangan para priyayi dari Puro Mangkunegaran yang bernama <i>''Raden Ahmad'', daerah hutan tersebut
dirubahnya menjadi sebuah pemukiman penduduk. Diapada adalahhari seorang''senin kliwon'' bulan mulud (salah satu nama bulan Jawa). bangsawanBeliau
adalah seorang bangsawan dari Praja Mangkunegaran yang kalah perang dengan kompeni Belanda, karena pada
kompeni Belanda. Karena pada saat itu daerah Jawa Tengah telah menjadi daerah yang rawan serangan kompeni
yang rawan serangan kompeni Belanda. Raden Ahmad mendapat saran dari Adipati Semarang untuk pergi ke daerah
Semarang untuk pergi ke daerah Gunung Lawu sebelah timur, akhirnya beliau dan
Gunung Lawu, akhirnya dia dan para pengikutnya menerima masukan tersebut dan
para pengikutnya menerima masukan tersebut dan pergi ke arah Gunung Lawu ditemani dengan <i>Raden
dengan ''Raden Arya Damar'' putra dari
Damar<i> putra dari Adipati Semarang, setelah sampai disekitaran Gunung Lawu,</i>
Adipati Semarang. Setelah sampai disekitaran Gunung Lawu sebelah timur, Raden Arya
Raden Damar memberi saran kepada Raden Ahmad untuk berhenti dan mendirikan sebuah
Damar memberi saran kepada Raden Ahmad untuk berhenti dan mendirikan sebuah pemukiman
pemukiman di daerah tersebut. Seiring berjalannya waktu pemukiman semakin hari
di daerah tersebut (Sumarsini, 2015).
semakin ramai dan kedatangan rombongan bangsawan dari Yogyakarta dan meminta
izin untuk menidirikan sebuah Kadipaten di daerah ini karena telah dibaginya
sistem pemerintahan di Magetan menjadi 7 daerah kekuasaan oleh Belanda.
Bangsawan tersebut bernama <i>Pangeran Dipokusumo/R.M Dipokusumo/R.M Dipoatmodjo/Pangeran Abdul Azis<nowiki>''</nowiki></i>, dia datang bersama dengan
para pengikutnya dan menjadi Adipati sebelum diangkatnya <i>R. Ng Mangunnegoro</i> sebagai Adipati di Kadipaten Purwodadi setelah
“Perjanjian Sepreh”, karena R.M Dipokusumo yang harus mengikuti perang di
berbagai daerah bersama dengan ayahnya Pangeran Diponegoro melawan kompeni
Belanda. Pangeran Dipokusumo adalah anak kedua dari <i>B.P.H Diponegoro/Pangeran Diponegoro/R.M Ontowirjo/Sultan Abdulhamid Cokro Amirulmukminin Sayidin Panotogomo Khalifatullah Tanah Jowo </i>dari isteri pertamanya ''Raden Ayu Retno Madubrongto putri Kyai Gedhe Dadapan''. Kadipaten
tersebut diberi nama Kadipaten Purwodadi, nama Purwodadi berasal dari kata <i>“Purwo”</i> yang berarti <i>“wiwitan”</i> dan ''“dadi”'' yang berarti <i>“dumadi”</i>,
dengan maksut awal berdirinya sebuah Kadipaten.<p>Politik
devide et impera Hindia Belanda, menghasilkan sebuah Perjanjian “Perjanjian
Sepreh” pada tanggal 3-4 Juli 1830 atau tanggal 12-13 bulan suro 1758 tahun Je.
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang dipimpin oleh Raad Van Indie Mr.Pieter
Markus, Ridder Van de Orde Van de Nederlandsche leeuw, Commisaris ter Regelling
de Vorstenlanden dalam rangka mengatur daerah-daerah Mancanegara Timur
Kasunanan Surakarta atau Kasultanan Yogyakarta.
Pertemuan itu diikuti oleh semua bupati se-wilayah Mancanegara Wetan, pertemuan
dilaksanakan di Desa Sepreh, Kabupaten Ngawi. Pada Pertemuan itu Hindia Belanda
mengharuskan semua bupati Mancanegara Wetan untuk menolak kekuasaan Sultan Yogyakarta dan Susuhunan Surakarta dan harus
tunduk kepada pemerintah Belanda di Batavia.</p>Dan
akhirnya, pertemuan tersebut  menghasilkan sebuah “Perjanjian Sepreh Tahun
1830” yang ditandatangani dengan teraan-teraan cap dan bermaterai oleh 23
Bupati dari residensi kediri dan residensi Madiun, dengan disaksikan oleh Raad
Van Indie, Komisaris yang mengurus daerah-daerah keraton serta tuan-tuan Van
Lawick Van Pabst dan J.B. de Solis, residen Rembang. Berdasarkan persetujuan
tersebut mulai saat itu Nederlandsch Gouverment melaksanakan pengawasan
tertinggi dan menguasai daerah-daerah mancanegara.
 
''Sejak tahun''
1830 Kabupaten Magetan menjadi daerah jajahan Belanda. Pada masa itu yang
menjabat Bupati Magetan adalah R.T. Sasrawinata (wafat tahun 1837). Kabupaten
Magetan dipecah menjadi 7 daerah Kabupaten , yaitu&nbsp;:<p><i>1.      Kabupaten Magetan I (kota) dengan</i>
Bupati R.T. Sasrawinata</p><p>''2.      Kabupaten Magetan II (Plaosan) dengan''
Bupati R.T. Purwawinata</p><p>''3.      Kabupaten Magetan III (Panekan) dengan''
Bupati R.T. Sastradipura</p><i>4.      Kabupaten Magetan IV (Goranggareng</i>
Genengan) dengan Bupati R.T. Sasraprawiro yang berasal dari Madura.
 
<i>5.      Kabupaten Magetan V (Goranggareng Ngadirejo)</i>
dengan Bupati R.T. Sastradirya<p><i>6.      Kabupaten Maospati (setelah</i>
ditinggalkan oleh Bupati wedana R. Ronggo Prawiradirja), Bupatinya R.T.
Yudaprawiro.</p><p><i>7.     </i>
Kabupaten Purwodadi, Bupatinya R.
Ngabehi Mangunprawiro (sejak tahun 1825 disebut R. Ngabehi Mangunnagara).</p><p>Pada
tanggal 31 Agustus 1830, atau hampir dua bulan setelah Perjanjian Sepreh,
pemerintahan Hindia Belanda mulai mengadakan penataan-penataan /
pengaturan-pengaturan atas kabupaten-kabupaten
yang telah berada dibawah pengwaasan dan kekuasaanya. Tentang penataan ini
dapat dilihat dalam surat pemerintahan Hindia Belanda Y1.La.A.No.1, Semarang,
31 Agustus 1830, yang berisikan tentang hasil konperensi dari Gubernur Jendral
dengan komisaris-komisaris yang mengurus / mengatur daerah-daerah keraton.</p><p><i>Dari hasil konferensi tersebut, kemudian keluar satu</i>
keputusan tentang rencana dari Pemerintah Hindia Belanda, yang antara lain
menerangkan bahwa:</p><p><i>Pertama : Menentukan bahwa daerah mancanegara</i>
bagian timur akan terdiri dari dua residensi,  yaitu Residensi Kediri dan Residensi
Madiun</p><p>''Kedua         ''
<nowiki>:</nowiki> Bahwa Residensi Madiun akan terdiri dari kabupaten-kabupaten: Magetan,
Poerwodadie,  Toenggoel, Magetan, Gorang-gareng, Djogorogo, Tjaruban dan
kabupaten Kecil di   wilayah  sekitar Madiun lainnya. baik batas dari
kabupaten-kabupaten maupun distrik  juga akan diatur  kemudian.</p>''Ketiga          :''
Bahwa Residensi Kediri akan terdiri dari kabupaten-kabupaten<span class="" href="Kategori:Barat, Magetan"> </span>:Kedirie,
Kertosono,  Ngandjoek, Berbek, Ngrowo dan Kalangbret. Dan selanjutnya dari
Distrik-dastrik Blitar, Trenggalek, Kampak dan yang lebih ke Timur sampai dengan
batas-batas dari Malang: baik batas dari Kabupaten-kabupaten maupun
Distrik-distrik juga akan diatur kemudian.
 
Pada tahun 1870 kabupaten Purwodadi
dihapuskan. ''Berturut-turut yang menjabat''
Bupati di Purwodadi setelah ”Perjanjian Sepreh” adalah<span class="" href="Barat, Magetan"> </span>:
 
·        
<i>R. Ng. Mangunprawiro alias R. Ng.</i>
Mangunnagara<p>·        
<i>R. T. Ranadirja</i></p><p>·        
''R. T.''
Sumodilaga</p><p>·        
<i>R. T.</i>
Surakusumo</p><p>·        
''R. M. T.''
Sasranegara (1856-1870)</p><p>Pada waktu permulaan perang Diponegoro di daerah Madiun, para Bupati
di wilayah Madiun yang memimpin perang sebagai Panglima daerah adalah sebagai
berikut<span class="" href="Pembicaraan Templat:Barat, Magetan"> </span>:</p><p><i>- Raden Mas Tumenggung</i>
Prawirodirjo ( saudara sepupu Pangeran Diponegoro )</p><p><i>- Raden Mas Tumenggung</i>
Prawirosentiko, Bupati kepala II di Tunggul/ Wonokerto</p>''- Raden Mas Tumenggung''
Surodirjo, Bupati Keniten<p><i>- Raden Mas Tumenggung</i>
Yudoprawiro, Bupati Maospati</p><p><i>- Raden Mas Tumenggung</i>
Yudokusumo, Bupati Muneng</p><p>''- Raden Mas Tumenggung''
Surodiwiryo, Bupati Bagi</p><i>- Raden Ngabehi</i>
Mangunprawiro, Bupati Purwodadi
 
Seiring
'' ''<p>Pemimpin peperangan
berjalannya waktu pemukiman semakin hari semakin ramai dan kedatangan rombongan
yang berasal dari Madiun ada dua orang yaitu&nbsp;: ''Mas Kartodirjo dan Raden Ngabehi''
bangsawan dari Yogyakarta dan meminta izin menidirikan sebuah benteng
Mangunprawiro'', putra ''Raden Tumenggung
pertahanan untuk dijadikanlah Kadipaten pada waktu Perang Diponegoro berlangsung
Mangunnegoro<i> yang telah gugur dalam medan perang, selaku panglima perang</i>
di daerah ini (sekitar tahun 1825). Perang Jawa (1825-30) adalah garis batas
Pangeran Diponegoro. Awal perang terjadi di Kota Ngawi, Kawuh, Gerih dan Kudur
dalam sejarah Jawa dan Indonesia umumnya antara tatanan lama Jawa dan zaman
Bubuk semuanya di perbatasan Kabupaten Madiun.</p>Kemudian, setelah Kadipaten Purwodadi dihapuskan,
modern. Itulah masa dimana untuk pertama kali sebuah pemerintahan kolonial
Purwodadi menjadi daerah kademangan yang dipimpin oleh seorang ''“Demang”'' yang bernama ''R. Madijosentono''. Oleh demang R.
Eropa menghadapi pemberontakan sosial yang berkobar di sebagian besar Pulau Jawa.
Madijosentono, Purwodadi dibaginya menjadi 2 
Hampir seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta banyak daerah lain di
desa yang bernama<span class=""> </span>:
sepanjang pantai utaranya, terkena dampak pergolakan itu. Dua juta orang, yang
artinya sepertiga dari penduduk Jawa, terpapar oleh kerusakan perang;
seperempat dari seluruh lahan pertanian yang ada, rusak; dan jumlah penduduk
Jawa yang tewas mencapai 200.000 orang (Carey 1976:52 catatan 1).
 
Bangsawan
1. Temulus, yang dipimpin oleh ''Sastro Gatok''
tersebut adalah anak dari Pangeran Diponegoro yang mendapatkan tugas dari
ayahnya untuk mengikuti perang dan memperkuat daerah bumi Mataram agar terbebas
dari penjajah Belanda dengan mendirikan benteng pertahanan dan Kadipaten. Anak
kedua Pangeran Diponegoro yang datang menemui Raden Ahmad bernama ''R.M Dipokusumo/R.M Dipoatmodjo/Pangeran
Abdul Aziz'', beliau datang atas perintah dari ayahnya Pangeran Diponegoro
yang dikenal oleh masyarakat sekitar dengan sebutan Sultan Erutjokro dan ditemani
oleh para pengikutnya. Sebagai seorang pendiri dari Kadipaten Purwodadi atas
perintah dari Pangeran Diponegoro, beliau diangkat sebagai Adipati resmi dan
mempersiapkan prajurit-prajurit perang untuk melawan penjajah Belanda.
 
R.M
2. Purwodadi, yang dipimpin oleh <i>Marto Ikromo</i>
Dipokusumo menjabat Adipati tidak terlalu lama, ini dikarenakan tugas beliau
untuk melanjutkan amanah dari ayahnya dalam melawan penjajah Belanda di daerah
lain, kemudian beliau menunjuk ''R.Ng
Mangunnegoro'' sebagai Adipati sekaligus panglima perang di daerah ini, namun
takdir berkata lain dimana R.Ng Mangunnegoro akhirnya gugur dalam medan
pertempuran di daerah Bagi. Akhirnya posisi panglima perang digantikan oleh
anaknya yang bernama ''R. Ng Mangunprawiro ''sekaligus
sebagai Adipati di Kadipaten Purwodadi setelah “Perjanjian Sepreh”. Pada masa
kepemimpinannya penjajah Belanda berhasil menguasai Magetan dan membaginya
sistem pemerintahan di Magetan menjadi 7 daerah kekuasaan oleh Belanda, yang
diputuskan dalam pertemuan semua Bupati se-wilayah Mancanegara Wetan pada 3-4
Juli 1830 di Desa Sepreh, Kabupaten Ngawi yang  mengharuskan Kadipaten Purwodadi untuk tunduk
kepada pemerintah Belanda bersamaan dengan 7 Kadipaten lainnya di Magetan.
 
Pangeran
Setelah beberapa bulan menjabat kedua kepala desa
Dipokusumo adalah anak kedua dari ''B.P.H
tersebut meninggal dunia dan digantikan oleh ''Riwuk'' untuk desa Purwodadi dan ''Martowidjojo''
Diponegoro/Pangeran Diponegoro/B.R.M Mustahar/R.M Ontowirjo/Sultan Ngabdulhamid
<i>untuk desa Temulus. Tidak lama kemudian Riwuk mengundurkan diri dan</i>
Erutjokro Sayidin'' ''Panatagama Khalifat
digantikan oleh ''R.M Kromoredjo ( Mbah''
Rasulullah ing Tanah Jawa ''dari isteri pertamanya ''R. Ay Retno Madubrongto ''yang merupakan puteri kedua dari ''Kiai Gede Dadapan'', ulama terkemuka dari
Gong )'' yang ditunjuk langsung oleh ''R.M.A
Desa Dadapan, dekat Tempel-Sleman, daerah Yogyakarta (Carey 2014:26). Kadipaten
Kertohadinegoro ( Gusti Ridder )'' seorang bupati Magetan, sedangkan kepala''
tersebut diberi nama Kadipaten Purwodadi dikarenakan nama Purwodadi berasal
desa Temulus meninggal dunia dan digantikan oleh <i>Pontjoredjo.</i> R.M Kromoredjo adalah cucu dari ''R.M Dipokusumo'' dari puteranya yang bernama ''R.M Dipokromo''. Dia menjabat sebagai lurah desa Purwodadi dari
dari kata ''“Purwo”'' yang berarti ''“wiwitan”'' dan ''“dadi”'' yang berarti ''“dumadi”'',
tahun 1902 sampai 1920. Pada masa kepemimpinannya datanglah seorang bangsawan
dengan maksut awal berdirinya sebuah Kadipaten.
dari Yogyakarta yang bernama ''R.M Papak (''
Gusti Papak )<i> yang ingin mendiami bangunan bekas Kadipaten Purwodadi.</i>
Dia merupakan cucu dari Nyi Ageng Serang dan sama-sama sentono dalem ''Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat''
''yang membantu dalam proses perang Diponegoro. Namun niat tersebut''
digagalkan oleh R.M Kromoredjo/Mbah Gong, kemudian bangunan pendopo ageng
beserta bangunan-bangunan lainya didalam tembok Kadipaten Purwodadi dibongkar
dan dibawa Belanda untuk menambahi sebuah bangunan di kantor Residensi Madiun. Tidak
hanya itu, pada zaman penjajahan Jepang, Jepang
memiliki akal tidak baik dan ingin memanfaatkan batu bata bekas kadipaten ini
untuk dibuat bangunan Bandara di Surabaya. Karena waktu itu yang memegang alih
bekas Kadipaten ini adalah R.M Kromoredjo/Mbah Gong, Jepang pun meminta ijin
kepada Mbah Gong. Dengan rasa berat hati, dia memberi ijin penjajah Jepang
untuk membawa batu bata pagar dari bekas kadipaten ini karena Jepang memintanya
dengan paksaan. Namun setelah dibawa oleh penjajah Jepang, dalam perjalanannya
menurut cerita dari para pegawai Jepang ada beberapa hal keanehan yang terjadi.
Sesampainya batu bata di Surabaya, banyak dari pekerja dan penjajah Jepang yang
meninggal misterius. Mereka banyak yang meninggal dengan keadaan perut buncit
dan akhirnya meledak. Banyak dari mereka yang bermimpi aneh yang menyuruh untuk
mengembalikan batu bata ini ke asalnya. Dalam mimpi mereka konon kalau batu
bata ini tidak dikembalikan ke asalnya di desa Purwodadi, maka tempat yang
dibangun dengan menggunakan batu bata ini akan menjadi tempat yang angker dan
memakan banyak korban sampai meninggal dunia. Setelah berakhirnya
jabatan Mbah Gong sebagai kepala desa Purwodadi, keluarlah sebuah peraturan
yang menerangkan bahwa kedua desa tersebut digabungkan menjadi satu dan
dipimpin oleh lurah yang bernama ''Toredjo''.
Pada tahun 1953 lurah Toredjo menngundurkan diri karena sudah berusia lanjut
dan digantikan oleh <i>R. Losodihardjo</i>.
Tahun 1968 lurah desa Purwodadi meninggal 
dan diadakan pemilihan kepala desa, kemudian dimenangkan oleh ''R. Karmo''. Dia menjabat sebagai kepala
desa sampai tahun 1990, dan diadakanlah pemilihan kepala desa yang dimenangkan
oleh ''R. Latianto''. Setelah 8 tahun
menjabat, diadakanlah pemilihan kepala desa pada tahun 1998 dan dimenangkan
oleh ''R. Didik Diarto'', dia menjabat
kepala desa selama dua periode sampai tahun 2013. Pada tanggal 20 Oktober 2013
diadakan pemilihan kepala desa dan dimenangkan oleh <i>R. Ngt Suci Minarni</i> yang merupakan kepala desa perempuan pertama di desa Purwodadi.{{Barat, Magetan}}
{{kelurahan-stub}}