Purwodadi, Barat, Magetan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
sejarah pwd
Tag: VisualEditor mengosongkan halaman [ * ]
Sejarah Kadipaten Purwodadi
Baris 72:
dari kata ''“Purwo”'' yang berarti ''“wiwitan”'' dan ''“dadi”'' yang berarti ''“dumadi”'',
dengan maksut awal berdirinya sebuah Kadipaten.
 
<span lang="SV">Pada tahun 1870 Kadipaten Purwodadi dihapuskan. ''Berturut-turut yang menjabat Adipati di
Purwodadi setelah ”Perjanjian Sepreh” adalah :''</span>
 
·        
''R. Ng. Mangunprawiro alias R. Ng.
Mangunnagara''
 
<span lang="ES">·        
''R. T. Ranadirja''</span>
 
<span lang="ES">·        
''R. T.
Sumodilaga''</span>
 
<span lang="ES">·        
''R. T.
Surakusumo''</span>
 
<span lang="ES">·        
''R. M. T.
Sasranegara (1856-1870). ''(www.magetankab.go.id/note/161)</span>
 
<span lang="ES">Sebelum perjanjian sepereh ada dua pemimpin yang menjabat
yaitu'' : Pangeran Dipokusumo/R.M
Dipoatmodjo ''dan'' Kandjeng Pangeran
Mangunnegoro ''(yang meninggal dalam pertempuran Perang Diponegoro di daerah
Desa Bagi). Kadipaten Purwodadi pada saat itu Adipati yang menjabat adalah
Kandjeng Pangeran Mangunnegoro yang sangat benci dan menentang kompeni Belanda
semenjak Gubernur Jenderal Daendels, yang akhirnya juga jatuh ke tangan
Pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1830. (Magetan 1976, halaman 30)</span>
 
<span lang="ES">Beberapa Adipati yang menjabat di Kadipaten Purwodadi
merupakan pengikut setia dari Pangeran Diponegoro, seperti R. Ng Mangunnegoro
dan R.Ng Mangunprawiro yang ditunjuk sebagai panglima perang di daerah Magetan-Madiun-Ngawi
selama perang berlangsung. Nama beliau juga sudah tercatat dalam berbagai buku
yang menerangkan kisah perang Pangeran Diponegoro. Setelah Kadipaten Purwodadi
berhasil dikuasai oleh Belanda, dimana seperti diterangkan dalam isi perjanjian
sepreh bahwa Kadipaten Purwodadi harus tunduk kepada pemerintahan Belanda.
Semenjak saat itu Kadipaten Purwodadi yang sangat anti dan melawan Belanda,
akhirnya jatuh juga ke tangan Belanda pada tahun 1830. Dari situ Belanda
mempunyai wewenang penuh untuk mengatur semua sistem pemerintahan yang ada.
Hingga pada tahun 1870 Belanda mengeluarkan sebuah keputusan yang menerangkan
bahwa Kadipaten Purwodadi dileburkan menjadi satu dengan Kabupaten Magetan. </span>
 
<span lang="ES">Kemudian setelah Kadipaten Purwodadi dihapuskan pada
tahun 1870 pada era R.M.T Sasranegara dan akhirnya Kadipaten Purwodadi dileburkan
menjadi satu dengan Kabupaten Magetan. Hingga akhirnya Purwodadi diubahnya menjadi
daerah kademangan yang dipimpin oleh seorang ''“Demang”'' yang bernama ''R.
Madijosentono''. Oleh demang R. Madijosentono, Purwodadi dibaginya menjadi
2  desa yang bernama :</span>
 
<span lang="ES">1. Temulus,
yang dipimpin oleh ''Sastro Gatok''</span>
 
<span lang="ES">2. Purwodadi,
yang dipimpin oleh ''Marto Ikromo''</span>
 
<span lang="ES">Setelah beberapa bulan menjabat kedua kepala desa
tersebut meninggal dunia dan digantikan oleh ''Riwuk'' untuk desa Purwodadi dan ''Martowidjojo-Ingsun
''untuk desa Temulus. Tidak lama kemudian Riwuk mengundurkan diri dan
digantikan oleh ''R.M Kromoredjo ( Mbah
Gong )'' yang ditunjuk langsung oleh ''R.M.A
Kertohadinegoro ( Gusti Ridder )'' seorang Bupati Magetan. Pada saat
penunjukan Mbah Gong sebagai kepala desa, Gusti Ridder turun langsung untuk
mencari beliau yang saat itu berada di Pasar hewan.</span>
 
<span lang="ES">R.M Kromoredjo yang mempunyai nama kecil ''(asma timur'') R.M Kasio merupakan cucu
dari ''R.M Dipokusumo'' dari puteranya
yang bernama ''R.M Dipokromo''. Beliau
menjabat sebagai Kepala Desa Purwodadi dari tahun 1902 sampai 1920. Pada masa
kepemimpinannya datanglah seseorang yang mengaku seorang bangsawan dari
Yogyakarta yang bernama ''R.M Papak (Gusti
Papak)'' dan ingin mendiami bangunan bekas Kadipaten Purwodadi. Beliau
mengaku sebagai cucu dari Nyi Ageng Serang dan sama-sama keluarga ''Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
''yang ikut membantu selama Perang Diponegoro berlangsung di daerah
perbatasan Magetan-Madiun-Ngawi. </span>
 
<span lang="ES">Saat itu Martowidjojo-Ingsun hanya menjabat sebagai
Kepala Desa Temulus dengan waktu yang singkat, ini dikarenakan waktu itu beliau
telah memberikan ijin kepada orang yang mengaku R.M Papak untuk tinggal didalam
Kadipaten Purwodadi, dan diketahuinya oleh Gusti Ridder yang menjabat sebagai
Bupati Magetan. Kejadian itu membuat Gusti Ridder marah besar dan memberhentikan
jabatan Martowidjojo-Ingsun sebagai Kepala Desa Temulus, dan digantikan oleh
Pontjodirjo yang merupakan anak menantu dari Martowidjojo-Ingsun. </span>
 
<span lang="ES">Niat dari orang yang mengaku sebagai R.M Papak digagalkan
oleh R.M Kromoredjo/Mbah Gong atas perintah dari Gusti Ridder, setelah
kedatangan orang tersebut Mbah Gong langsung datang ke Keraton Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat menemui Sri Sultan Hamengku Buwono VII untuk mengecek kebenaranya
dan ternyata beliau bukan R.M Papak yang sebenarnya. Ini dikarenakan bahwa R.M
Papak cucu Nyi Ageng Serang yang sebenarnya telah meninggal pada tahun 1836 dan
ayahnya diasingkan di Ambon pada tahun 1840. Kemudian bangunan pendopo ageng
beserta bangunan-bangunan lainya didalam tembok Kadipaten Purwodadi dibongkar
dan dibawa penjajah Belanda untuk menambah sebuah bangunan di Kantor Residensi
Madiun. Semenjak itu tanah Kadipaten Purwodadi diijinkan oleh pihak Keraton
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat untuk dimiliki R.M Kromoredjo/Mbah Gong
beserta keturunannya secara turun-temurun.</span>
 
<span lang="ES">Akhirnya Gusti Ridder mengeluarkan sebuah peraturan untuk
menjadikan kedua desa tersebut (Purwodadi dan Temulus) menjadi satu yaitu dengan
nama “''Desa Purwodadi”''. Setelah itu
diadakanlah pemilihan Kepala Desa Purwodadi yang dipilih langsung oleh rakyat,
untuk pertama kalinya dan dimenangkan oleh ''Dandel/Toredjo''.
Beliau merupakan anak menantu dari Mbah Gong dan merupakan Kepala Desa pertama
setelah bersatunya Purwodadi dan Temulus (R. Hardjo Wijono Parmin)</span>
 
<span lang="ES">Pada tahun 1953
kepala desa Dandel/Toredjo menngundurkan diri karena sudah berusia lanjut,
diadakanlah pemilihan kepala desa baru dan dimenangkan oleh ''R. Losodihardjo''. Pada masa kepemimpinan
kepala desa Losodihardjo pernah diadakan pameran yang mengeluarkan semua hasil
produk desa dan dipamerkan dalam acara tersebut. Tahun 1968 kepala desa
Purwodadi meninggal  dan diadakan
pemilihan kepala desa baru, kemudian dimenangkan oleh ''R. Sukarmo''. Pada masa kepemimpinan beliau, dibangunlah sebuah
kantor desa yang dipergunakan untuk kepala desa yang menjabat di Desa Purwodadi
secara berkelanjutan sampai seterusnya. Sebelum dibangunnya kantor desa pada
masa kepemimpinan R. Sukarmo, kantor kepala desa yang digunakan untuk
administrasi dan segala urusan desa berada di rumah pribadi milik kepala desa
yang menjabat saat itu. </span>
 
<span lang="ES">Kepala Desa R. Sukarmo menjabat sebagai kepala desa selama
21 tahun yang berakhir pada tahun 1989. Pada tahun 1990, diadakanlah pemilihan
kepala desa baru yang dimenangkan oleh ''R.
Latiyanto''. Setelah 8 tahun menjabat, diadakanlah pemilihan kepala desa pada
tahun 1998 dan dimenangkan oleh ''R. Didik
Diarto'', beliau menjabat kepala desa selama dua periode sampai tahun 2013. Pada
tanggal 20 Oktober 2013 diadakan pemilihan kepala desa dan terpilihlah ''R. Ngt Suci Minarni'' sebagai Kepala Desa
Purwodadi selanjutnya, dan beliau merupakan kepala desa perempuan pertama di Desa
Purwodadi yang dilantik pada tanggal 17 Desember 2013 di Pendopo Surya Graha
Kabupaten Magetan. Karena Kepala Desa Purwodadi adalah seorang perempuan, maka
dalam kegiatan organisasi wanita (PKK) desa ditugaskan kepada R. Ngt Warsi, M.
Pd yang kebetulan beliau juga merupakan cucu buyut dari R. Ay Kamisah anak
pertama dari R.M Dipokromo. Beliau juga sebagai tokoh wanita yang selalu aktif dalam
organisasi pemerintahan desa. Kemudian saat itu Desa Purwodadi terpilih untuk
mengikuti lomba HKG-PKK mewakili Kecamatan Barat hingga mendapatkan juara 1
dalam 10 Program Pokok PKK dan juara 2 HKG se-Kabupaten Magetan yang ditunjuk
untuk mewakili Kabupaten Magetan maju ke tingkat Provinsi Jawa Timur. R. Ngt
Suci Minarni berkeinginan agar Desa Purwodadi lebih maju dan mempunyai daya tarik
yang memiliki identitas tersendiri dan menjadi ciri khas dari Desa Purwodadi
dimana disini terdapat peninggalan-peninggalan sejarah, seperti Kadipaten
Purwodadi. </span>