Tarombo Batak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Triono dodoi (bicara | kontrib)
Baris 7:
 
Si Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putra, yaitu:
# Tuan Doli
# Guru Tatea Bulan
# Raja Isumbaon
 
GuruTuan Tatea BulanDoli mempunyai 5 (lima) orang putra, yaitu:
# Raja Biakbiak (Raja Uti)
# Saribu Raja
Baris 45:
 
== Raja Isumbaon ==
Raja Isumbaon adalah putra kedua/bungsu Raja Batak. Raja Isumbaon mempunyai 32 (tigadua) orang putra, yaitu:
# Guru TateaTetean Bulan
# Tuan Sorimangaraja
# Tuan Sorip Mangaraja
# Raja Asiasi
# Sangkar Somalidang
 
Khusus keturunan Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang hingga saat ini belum diketahui pasti siapa keturunan mereka. Ada yang berpendapat, Sangkar Somalidang sekaligus Sangkar Sobaoa. Pengertian "sangkar sobaoa" ialah sesungguhnya laki-laki namun sifat-pembawaannya perempuan, atau banci. Sedang Raja Asiasi dikatakan berkelana ke Aceh.
 
=== Tuan Sorimangaraja ===
Tuan Sorimangaraja mempunyai 3 (tiga) orang putra, yaitu:
# Sorba dijulu mangalap br Naiambaton
# Ompu Tuan Nabolon, lahir dari istri Sorimangaraja, [[Nai Ambaton]] (nama kecil, Boru Paromas/Boru Antingantingsabungan)
# Sorba di Jolma Mangalap Br Nairasaon
# Datu Pejel/ Tuan Sorbadijae, lahir dari istri Sorimangaraja, Nai Rasaon (nama kecil, Boru Bidinglaut)
# Tuan Sorbadibanua,Mangalap Br Sanggul Haomason
# Tuan Sorbadibanua, lahir dari istri Sorimangaraja, Nai Suanon/Nai Tungkaon (nama kecil, Boru Parsanggul Haomasan)
Naiambaton, kurang pas, seharusnya atau aslinya adalah Nai Ambaton) dan Nairasaon seharusnya atau aslinya Nai Rasaon, tidak didahului kata "Raja". Karena yang dimaksud "raja" ialah pomparannya yang LAKI-LAKI. Kedua orang tersebut, Nai Ambaton dan Nai Rasaon adalah Ibu. Maka seharusnya ada pertukaran letak suku kata, bukan "pomparan raja naiambaton atau nairasan" tetapi seharusnya adalah "raja pomparan ni nai ambaton" atau raja pomparan ni nai rasaon" dan seterusnya. Kata "Nai" dalam bahasa Batak asli adalah panggilan-kehormatan, semacam "gelar". Karena kata Nai bagi seorang ibu dan kata "Amani" bagi seorang bapak menunjukkan bahwa pasangan suami-istri yang bersangkutan sudah berhasil naik setingkat dalam status sosial bermasyarakat, dalam arti ibu dan bapak yang bersangkutan sehari-hari dipanggil dengan nama anak pertama, lepas dari laki atau perempuan. Namun kepada sang bapak, didepan nama anak-pertama tsb ditambahkan "Amani", semisal anak pertama tsb ialah si Bunga, maka si bapak dipanggil sehari-hari, "Amani Bunga". Sementara si ibu sehari-hari dipanggil "Nai Bunga", karena anak-pertama dari perkawinan mereka berdua diberi nama si Bunga. Semisal, sudah lahir anak pertama dan ternyata laki-laki, namun belum diberi nama, maka secara otomatis bernama "Ucok", sementara kalau yang lahir tersebut adalah perempuan, otomatis bernama "Butet". Sepanjang anak pertama lahir tersebut belum diberi nama, maka kedua orang, suami-istri tersebut akan dipanggil Amani Ucuk/ Nai Ucok atau Amani/ Nai Butet. Di wilayah/daerah p. Samosir hal ini dianggap sangat elementer, namun sangat penting dalam etika berbicara, berkomunikasi dan pergaulan-bermasyarakat sehari-hari. Orang yang memanggil orang lain dengan panggilan "gelar", merasa menghormati orang yang bersangkutan dan orang yang dipanggil akan merasa dihormati. Kalau sepasang suami-istri masih dalam penantian anak dari perkawinan, maka ada dua opsi. Pertama, diberi nama yang agak abstrak, misalnya Amani/ Nai Paima. Paima, secara harfiah berarti "menanti". Opsi kedua, mengambil-pinjam nama anak kedua atau ketiga atau keempat dari abang-kandung sang suami, yang belum dipergunakan oleh orang lain dalam kerluarga dekat. Bagi kita yang sudah hidup dikota, kita dipanggil dengan nama kecil kita, tidak masalah. Lain halnya dengan masyarakat kampung yang masih terikat dengan nilai dan tradisi lama secara turun-temurun. Masyarakat di kampung akan merasa plong, bebas, nyaman dan tidak terbebani, bila memanggil seseorang dengan gelar. Contoh di atas, Amani Bunga untuk sang bapak dan Nai Bunga untuk sang ibu.