Pinaras, Tomohon Selatan, Tomohon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hendri Lasut (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Hendri Lasut (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 14:
 
== '''SEJARAH PINARAS''' ==
Di penghujung abad ke-18 (akhir tahun 1700-an) di Wanua Sarongsong (lihat: Pakasaan [[Tombulu]] dalam Suku [[Minahasa]]) beberapa orang pria mempunyai mata pencaharian menangkap hewan liar (mena'an) seperti babi hutan, rusa, sapi hutan dan sebagainya, dengan cara menanam jerat (litag). Mereka berkelompok-kelompok kecil dan tiap-tiap kelompok mempunyai seorang pemimpin yang disebut ”Tonaas””[[Agama asli Nusantara|Tonaas]]” mengatur cara-cara pembuatan jerat juga mengatur pantangan-pantangan bagi setiap anggotanya. Mereka menempuh jarak yang cukup jauh untuk mencari tempat binatang-binatang hutan baik dalam bentuk hutan kayu maupun padang alang-alang yang menjadi tempat persembunyian binatang buruan. Bila nasib sedang malang jerat-jerat tidak menangkap hasil, mereka jemu untuk kembali dengan tangan hampa. Seringkali selama berhari-hari menunggu kemujuran untuk dapat pulang dengan hasil hewan tangkapan. Setiap kelompok mempunyai daerah tangkapan yang cukup luas sampai puluhan kilometer persegi. Untuk datang memeriksa apakah jerat-jerat (litag) mendapat hasil anggota-anggota kelompok ini dibagi pada berbagai jurusan. Tetapi untuk kembali mereka ke tempat Tonaas. Mereka diwajibkan untuk melapor secara bersamaan. Hal ini menjadi ketentuan dari Tonaas untuk menjaga apabila jerat berhasil menangkap binatang yang cukup besar seperti Weho'o (babi hutan besar) atau rusa apalagi sapi hutan (langkow) pasti tidak akan terpikul oleh satu orang melainkan secara gotong-royong. Walaupun mereka keluar kampung dengan jurusan yang berbeda, mereka harus kembali bersama-sama. Untuk itu setiap kali mereka hendak bertengkar melihat ada tidaknya hasil tangkapan mereka tidak lupa menentukan titik pertemuan. Bagi kelompok yang dibawah pimpinan Tonaas ”Sumendap” memilih lokasi tangkapan jurusan barat kampung Sarongsong. Setiap kali mereka pergi ”Sumondak” (mengambil hasil tangkapan) mereka menunjuk titik pertemuan untuk dapat kembali bersama-sama yaitu suatu tempat yang semak-semaknya yaitu diparas (dalam bahasa [[Tombulu]] ”Pinaras”), sehingga di tempat itu sudah ditumbuhi tumbuhan seperti rica (cabe), pepaya dan sejenis umbi hutan yang dapat dimakan (jenis ubi jalar). Sambil menunggu berita dan datangnya teman-teman yang lain mereka boleh makan daun pepaya yang dimasak dalam bambu muda, membakar umbi dan minum saguer (air nira) yang secara sampingan meraka sudah usahakan dalam waktu-waktu senggang.
 
Setiap kali mereka saling bertanya, dimana kita harus bertemu untuk dapat kembali bersama-sama, mereka selalu menunjuk : Witi Pinaras (di Pinaras). Karena di tempat itu selalu menjadi tempat pertemuan, sehingga di tempat itu dibuatkan pondok (terung). Dan apabila Tonaas mau mengunjungi daerah tangkapan (penaanan) maka di tempat itu jugalah Tonaas diterima dengan penuh keseganan dari anggota-anggotanya. Setiap kali mereka berada di tempat itu sambil menunggu teman-teman yang lain mereka membuat kesibukan memperluas Pinaras sehingga lama kelamaan terjadilah di tempat itu suatu areal pertanian. Selain dari tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di tempat itu, mereka juga sudah membawa bibit-bibit tanaman seperti ubi kayu, talas, pisang, sayur-sayuran bahkan beberapa biji kelapa untuk ditanam.
Baris 24:
Untuk dapat mengatasi ancaman dari luar itu mereka bersepakat untuk memilih pemimpin/Tonaas mereka. Adapun syarat untuk menjadi Tonaas adalah : Berbadan kuat, pemberani dan memiliki kesaktian. Ternyata Sumendap yang sebelumnya sudah menjadi Tonaas pada mata pencaharian mereka terpilih kembali menjadi Tonaas Umbanua (kepala), dengan pembantunya bernama Suatan saudaranya. Demikian kedua orang ini menjadi pahlawan untuk mempertahankan nama Pinaras ini.
 
Sekalipun menganut kepercayaan yang animis, namun mereka juga sudah mengakui adanya ”Empung Wailan Limoos un tana wo u langitt” (Tuhan yang kaya Pencipta Langit dan Bumi ). Untuk menjamin kepercayaan mereka itu, sehingga seseorang yang dianggap tertua menurut silsilah keturunan (Tua un Tale) dianggap sebagai penghubung antara manusia dengan Tuhan (Empung). Orang yang mendapat kehormatan inilah yang disebut Walian, Walian dianggap sebagai sesepuh pemerintah yang dijalankan oleh [[Agama asli Nusantara|Tonaas]] dan bahkan dianggap sebagai nabi.
 
Seseorang yang merasa beroleh keuntungan (berkat) berkewajiban menyerahkan sebahagian hasilnya kepada Walian untuk keperluan persembahan. Walian-walian yang pernah disebut-sebut sebagai anutan penghuni Pinaras antaranya Tumilaar, Wola dan yang terakhir Walian dan Hukum tua dalam status desa.
Baris 45:
areal pemukiman 49,9 ha, areal persawahan 38 ha, pertanian 225 ha, perkebunan 13 ha dan areal kolam ikan sebesar 8 ha.
 
Kelurahan Pinaras mengatongiterdiri dari 8 lingkungan dengan jumlah penduduknya sebanyak-+ 2267 yang terdiri dari ;: laki-laki 1192 jiwa dan wanita 1075 jiwa sedangkan jumlah Kepala Keluarga 585 KK. Sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani misalnya; petani cengkih, padi sawah, jagung, dll, yang semuanya itu mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga hingga dapat menyekolahkan anak-anak sampai kejenjang Perguruan Tinggi. Karena melihat keberhasilan masyarakat lewat bidang pertanian maka dibentuklah 9 kelompok tani dengan berbagai bidang diantaranya petani bunga.
 
Adapun sarana dan prasarana pendukung kesejahteraan masyarakat seperti; puskesmasPuskesmas pembantu sebanyak 1 buah, tamanTaman kanak-kanak (TK GMIM Kasih Ibu) sebanyak 1 buah, sekolah dasar 2 buah (SD GMIM Pinaras & SD Inpres Pinaras, dan sekolah menengah pertama sebanyak 1 buah (SMP PGRI Pinaras.
 
Masyarakat Kelurahan Pinaras termasuk masyarakat yang religius dengan agama mayoritas Kristen Protestan sebanyak 90%, Umat Katolik 10% . Dan masing-masingnya menganut rasa saling menghormati antara satu dengan yang lain. Meskipun ada berbagai perbedaan pendapat namun kesemuanya itu dapat diatasi demi kemajuan dan terciptanya masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Kehidupan masyarakat sungguh dijiwai semangat Mapalus. Ini terbukti dengan adanya kelompok-kelompok tani kecil yang dinamai Mapalus yang ada dimasing-masing lingkungan untuk mengerjakan kebun, juga yang masih sangat nyata kelihatan yakni ; dalam acara-acara kedukaan, dimana semangat saling membantu dan gotong royong masih sangat kental dalam kehidupan bermasyarakat.
 
(dari berbagai sumber)
 
<[email protected]>{{Tomohon Selatan, Tomohon}}
 
== Lihat pula ==
* [[Suku Minahasa]]
* Marga Minahasa
* [[Bahasa Tombulu]]
* [[GMIM]]
 
== Rujukan ==
* -
 
== Pranala luar ==
* https://sukertamario.wordpress.com
* http://adrianuskojongian.blogspot.com/
* http://mytomohon.blogspot.com/
*
*
{{Tomohon Selatan, Tomohon}}
{{kelurahan-stub}}