Kebaya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Hendrawanks (bicara | kontrib) |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 11:
==Variasi Kebaya==
Sekitar tahun [[1500]]-[[1600]], di [[Pulau Jawa]], kebaya adalah pakaian yang hanya dikenakan keluarga kerajaan [[Jawa]]. Kebaya juga menjadi pakaian yang dikenakan keluarga [[Kesultanan Cirebon]], [[Kesultanan Mataram]] dan penerusnya [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]]. Selama masa kendali Belanda di pulau itu, wanita-wanita [[Eropa]] mulai mengenakan kebaya sebagai pakaian resmi. Selama masa ini, kebaya diubah dari hanya menggunakan barang tenunan mori menggunakan sutera dengan sulaman warna-warni. Pakaian yang mirip yang disebut "nyonya kebaya" diciptakan pertama kali oleh orang-orang [[Peranakan]] dari [[Melaka]]. Mereka mengenakannya dengan [[sarung]] dan sepatu cantik bermanik-manik yang disebut "kasut manek". Kini, nyonya kebaya sedang mengalami pembaharuan, dan juga terkenal di antara wanita non-Asia. Variasi kebaya yang lain juga digunakan keturunan [[Tionghoa]] [[Indonesia]] di [[Cirebon]], [[Pekalongan]], [[Semarang]], [[Lasem]], [[Tuban]] dan [[Surabaya]].
==Filosofi Kebaya==
Bagi seorang wanita Jawa, kebaya bukan hanya sebagai sebatas pakaian. Lebih dari itu kebaya juga menyimpan sebuah filosofi tersendiri. Sebuah filosofi yang mengandung nilai-nilai kehidupan. Keberadaan kebaya di Indonesia bukan hanya sebagai menjadi salah satu jenis pakaian. Kebaya memiliki makna dan fungsi lebih dari itu. Bentuknya yang sederhana bisa dikatakan sebagai wujud kesederhaan dari masyarakat Indonesia. Nilai filosofi dari kebaya adalah kepatuhan, kehalusan, dan tindak tanduk wanita yang harus serba lembut. Kebaya selalu identik dipasangkan dengan jarik atau kain yang membebat tubuh. Kain yang membebat tubuh tersebut secara langsung akan membuat siapapun wanita yang mengenakannya kesulitan untuk bergerak dengan cepat. Itulah sebabnya mengapa wanita Jawa selalu identik dengan pribadi yang lemah gemulai.<ref>http://serba-serbi-dunia-fashion.weebly.com/mengenal-sejarah-kebaya.html </ref>
Menggenakan kebaya akan membuat wanita yang mengenakannya berubah menjadi seorang wanita yang anggun dan mempunyai kepribadian. Potongan kebaya yang mengikuti bentuk tubuh mau tidak mau akan membuat wanita tersebut harus bisa menyesuaikan dan menjaga diri. Setagen yang berfungsi sebagai ikat pinggang, bentuknya tak ubah seperti kain panjang yang berfungsi sebagai ikat pinggang. Namun justru dari bentuknya yang panjang itulah nilai-nilai filosofi luhur ditanamkan, merupakan symbol agar bersabar/jadilah manusia yang sabar, erat kaitannya dengan peribahasa jawa “dowo ususe” atau panjang ususnya yang berarti sabar.
==Kebaya dan Politik==
|