Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Bersambung: {{rapikan}} |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{rapikan}}
<!--Tulisan Anda tidak sesuai standar penulisan di Wikipedia, harap tidak menghapus tag "rapikan" sebelum Anda menulisnya dengan rapi dan sesuai gaya penulisan di Wikipedia, lihat contoh di artikel-artikel lainnya -->
<center>
----
Baris 7:
Dengan status semacam
Predikat sebagai
Sementara itu di Yogyakarta sendiri terjadi beberapa perubahan kecil namun cukup signifikan.
== Pada Mulanya … ==
<center>
Baris 30:
Dalam sidang itu
Hari pertama bulan September
Kerajaan Luwu
Pada saat itu wilayah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta meliputi:
#''Kabupaten Kota Yogyakarta'' dengan bupatinya
#''Kabupaten Sleman'' dengan bupatinya
#''Kabupaten Bantul'' dengan bupatinya
#''Kabupaten Gunungkidul'' dengan bupatinya
# (e) Kabupaten Kulonprogo dengan bupatinya KRT Secodiningrat.
Sedang wilayah kekuasaan Kadipten Paku Alaman meliputi:
#(a) ''Kabupaten Kota Paku Alaman'' dengan bupatinya
#(b) ''Kabupaten Adikarto'' dengan bupatinya
Kabupaten-kabupaten tersebut tidak memiliki otonomi melainkan hanya daerah administratif belaka. Bupati-bupati yang mengepalai masing-masing kabupatennya disebut dengan
Pembaruan pemerintahan di Monarki Yogyakarta terus berlangsung. Pada saat itu terdapat beberapa birokrasi pemerintahan yang saling tumpang tindih (''over lapping'') antara bekas
Sementara itu BP KNID juga menyelenggarakan sidang maraton untuk merumuskan
== Menyandingkan Demokrasi Dengan Monarki==
<center>
Sebagai realisasi keputusan sidang paripurna KNID tanggal 24 April 1946, maka pada 18 Mei 1946 diumumkan Maklumat No. 18 yang mengatur
Pada 1947 dikeluarkan UU No. 17 Tahun 1947 tentang Pembentukan Haminte-Kota Yogyakarta yang diusulkan oleh
Pada tahun 1948 Pemerintah Pusat mulai mengatur Pemerintah Daerah dengan mengeluarkan UU Pokok No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang tersebut diatur kedudukan Daerah Istimewa.
Baris 92:
Walaupun demikian pemerintah pusat belum mengeluarkan UU untuk membentuk pemerintahan daerah karena harus menghadapi
==Tahta Untuk Rakyat==
<center>
Baris 106:
Pada tahun 1951 diselenggarakan
Tahun 1951 ini pun tercatat sebagai
Proses
Pengaturan keistimewaan DIY dan pemerintahannya selanjutnya diatur dengan UU No 1/1957 tentang pemerintah daerah. UU ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 131-133 UUD Sementara.
Baris 144:
Secara garis besar tidak terjadi perubahan yang mencolok tentang pengaturan pemerintahan di Yogyakarta dengan UU 22/1948. Selanjutnya, demi kelancaran tata pemerintahan, sesuai dengan
Sambil menunggu UU pemerintahan daerah yang baru setelah dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Presiden mengeluarkan PenPres No 6 Tahun 1959 sebagai penyesuaian terhadap UUD 1945 yang diberlakukan kembali. Pengaturan Daerah Istimewa juga tidak banyak berbeda.
Baris 159:
==The Last Emperor==
<center>
Pada tahun 1965 Pemerintah mengeluarkan UU No. 18 tahun 1965 tentang pemerintahan daerah. Dalam UU ini
Baris 188:
Kebijakan ini juga
Baris 199:
Dengan UU ini
Setelah berhenti dari Wakil Presiden pada 1978 Hamengkubuwono IX kembali aktif melaksanakan tugas sebagai Gubernur/Kepala Daerah Istimewa. Keadaan ini tidak berlangsung lama karena pada 1988 Sultan terakhir dari Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat
Dengan wafatnya Hamengku Buwono IX Pemerintah Pusat
Pada saat gelombang reformasi menerpa Indonesia, Yogyakarta merupakan salah satu wilayah teraman di Indonesia. Tanggal 20 Mei 1998, sehari sebelum pengunduran diri Presiden saat itu, Soeharto, Sultan [[Hamengku Buwono X]] bersama-sama dengan [[Paku Alam VIII]] mengeluarkan sebuah
Pisowanan Hageng 20 Mei 1998 mungkin merupakan pengabdian besar terakhir dari Sri Paduka Paku Alam VIII. Beberapa bulan setelahnya Paku Alam VIII menderita sakit. Paku Alam VIII, Wakil Gubernur/Wakil Kepala Daerah Istimewa, Penjabat jabatan Gubernur/Kepala Daerah Istimewa, Pangeran terakhir Kadipaten Paku Alaman
== Kemana Biduk Kan Berlayar ==
<center>
Keadaan ini sebenarnya
Untuk menanggulangi masalah tersebut maka Pemerintah Pusat dalam UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah (LN 1999 No 60; TLN 3839), dalam aturan peralihan beserta penjelasannya mengatur masalah
Baris 232:
Pada tahun 2000
Baris 243:
PemProp DIY maupun DPRD DIY pernah
Ketika masa jabatan Sultan HB X berakhir di tahun 2003, kejadian di tahun 1998
Sekali lagi HB X dan PA IX diangkat menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur dengan masa jabatan 2003-2008, setelah sebagian besar masyarakat termasuk pegawai pemda mengajukan tuntutan kepada DPRD Propinsi DIY. Masalah menjadi mereda sebentar. Tahun 2004 masalah keistimewaan kembali
Baris 277:
Hal ini menyebabkan pertentangan semakin mencuat dan muncul ke permukaan. Banyak karangan artikel di surat kabar lokal maupun berbentuk buku yang berisi
Baris 309:
==Badai Pasti Berlalu==
<center>
Situasi yang lebih
Ketika UU pemerintahan daerah lahir (UU 22/1948) keistimewaannya secara
Kegoncangan timbul ketika disahkannya UU 18/1965 yang hanya mengatur kepemimpinan DIY tanpa mengatur suksesinya. Bahkan diisyaratkan dengan jelas keistimewaannya akan
Problem muncul ketika HB IX mangkat. Siapa pengganti beliau sebagai Sultan maupun kedudukan Gubernur/Kepala Daerah Istimewa. Akhirnya P. Mangkubumi tahtakan sebagai Hamengku Buwono X sebagai Sultan (Keraton) Ngayogyakarta Hadiningrat. Namun pemerintah pusat tidak mengangkatnya langsung sebagai Gubernur/Kepala Daerah Istimewa menggantikan mendiang ayahnya, melainkan menunjuk PA VIII sebagai PLT Gubernur DIY.
Masalah menjadi semakin runyam ketika PA VIII juga wafat. DPRD DIY ''“ngotot”'' dilakukan pemilihan, sedangkan sebagian masyarakat ''kukuh'' pada pendapat HB X-lah yang berhak menjadi Gubernur. Hal ini juga terjadi di tahun 2003 ketika masa jabatan HB X sebagai gubernur habis. Keadaan ini sebenarnya dipicu oleh suatu
Keluarnya
Dengan melihat
Mengenai bentuk
Akhirnya
<center>
</center>
|