Kapal jung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 20:
Disebutkan, jung Jawa memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat. Serta mampu menahan tembakan meriam kapal kapal Portugis. Bobot jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Jung terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Jawa untuk menyerang armada Portugis di malaka pada 1513.
 
"Anunciada (kapal portugis yang terbesar yang berada di Malaka pada tahun 1511) sama sekali tidak menyerupai sebuah kapal bila disandingkan dengan Jung Jawa." tulis pelaut Portugis Tom Pires dalam Summa Orientel (1515). Hanya saja jung Jawa raksasainiraksasa ini, menurut Tome Pires, lamban bergerak saat bertempur dedengan kapal-kapal portugis yang lebih ramping dan lincah. Dengan begitu, armada Portugis bisa menghalau jung Jawa dari perairan Malaka.
 
Banyak pendapat menyebutkan, Istilah "jung" berasal dari kata "chuan" dari bahasa cina yang berarti perahu. Hanya saja, perubahan pengucapan dari "chuan" menjadi "jung" nampaknya terlalu jauh.yang lebih mendekati adalah "jong' dalam bahasa Jawa yang artinya kapal. Kata jongdapat ditemukan dalam sejumlah prasasti Jawa kuno abad ke-9. Undang-undang laut Melayu yang disusun pada abad ke-15 juga menggunakan kata jung untuk menyebut kapal pangungkut barang.
 
jung pada abad ke-15 hingga ke-16 tidak hanya digunakan pada pelaut Jawa. Para pelaut Melayu dan Cina juga menggunakan kapal layar jenis ini. Jung memegang peranan penting dalam perdagangan Asia Tenggara masa lampau. Ia menyatukan jalur perdagangan Asia Tengara yang meliputi Campa (ujung selatan Vietnam) , Ayutthaya(thailand), Aceh, Malaka dan Makassar.
 
Hanya saja, keadaan itu berbanding terbalik menjelang akhir abad ke-17, ketika prang Jawa tidak bisa lagi membawa hasil bumi dengan jungnya ke pelbagai penjuru dunia. Bahkan, orang Jawa sudah tidak lagi punya galangan kapal. Kantor Maskapai Perdagangan Hindia Belanda (VOC) di Batavia melaporkan pada 1677 bahwa orang-orang Mataram di Jawa Tengah tidak lagi memiliki kapal-kapal besar.
 
Para sejarahwan menyimpulkan, jung dan tradisi besar maritim Jawa hancur akibat ekspansi militer-perniagaan Belanda. Serta, sikap represif Sultan Agung dari Mataram terhadap kota kota pesisir utara Jawa. Lebih celaka lagi, raja-raja Mataram pengganti Sultan Agung bersikap anti perniagaan. Apa boleh buat, kejataan jung Jawa hanya tinggal kenangan.