Sengketa Sipadan dan Ligitan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
fix |
||
Baris 2:
== Kronologi sengketa ==
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar ''Sipadan'' dan ''Ligitan'' dinyatakan dalam keadaan status ''status quo'' akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Sedangkan Malaysia malah membangun resort di sana SIPADAN dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, awal bulan lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4
Pada tahun 1976, ''Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara'' atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama [[ASEAN]] di pulau [[Bali]] ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan [[Singapura]] untuk klaim ''[[Sengketa Pedra Branca|pulau Batu Puteh]]'', sengketa kepemilikan ''[[Sabah]]'' dengan ''Filipina'' serta sengketa ''[[kepulauan Spratley]]'' di [[Laut Cina Selatan]] dengan [[Brunei Darussalam]], [[Filipina]], [[Vietnam]], [[Cina]], dan [[Taiwan]]. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.
|